Kemiskinan Menurun, Nyata ataukah Sekadar Data?
Info Terkini | 2024-08-20 23:01:09Kemiskinan Menurun, Nyata ataukah Sekadar Data?
Oleh : Dhevy Hakim
Secara naluri semua manusia pasti tidak ingin miskin, semuanya pasti memiliki keinginan hidup sejahtera. Belakangan ada pejabat yang mengatakan bahwasanya kemiskinan dan ketimpangan di negeri ini mengalami penurunan. Tentu informasi menjadi kabar gembira bahkan sesuatu yang dinanti-nanti oleh rakyat.
Berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. Sedangkan menurut Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. (HUMAS KEMENKEU, 05/07/2024)
Secara spasial, data dari Kementerian PAN-RB menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan turun ke level 7,09 persen dari 7,29 persen pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan menjadi sebesar 11,79 persen dari 12,22 persen pada Maret 2023. Penurunan kemiskinan juga terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan penurunan tertinggi terjadi di Bali dan Nusa Tenggara.
Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2024 di tengah kondisi ekonomi global yang mengalami stagnasi berdasarkan data secara statistik mungkin patut diacungi jempol. Namun, bagaimana mengenai realitas kemiskinan itu sendiri, benarkah kondisi rakyat yang miskin berkurang?
Ya, apabila mengukur realitas angka kemiskinan tentunya dapat dilihat tercukupinya kebutuhan pokok pada setiap orang bukan hitung-hitungan angka secara kumulatif. Dalam hal ini adanya realitas maraknya PHK bagi karyawan yang bekerja di perusahaan besar, mahalnya kebutuhan pokok, daya beli menurun, banyaknya masyarakat yang terlilit pinjol dll sesungguhnya menunjukkan kenyataan kondisi rakyat yang belum sejahtera.
Terlebih jika memperhatikan berbagai kebijakan strategis pemerintah untuk menopang resiliensi ekonomi nasional sesungguhnya hanya sekadar bermain angka-angka saja. Bagaimana tidak, kebijakan yang diambil adalah dengan mensolidkan aktivitas ekonomi domestik dan berbagai program bantuan sosial pemerintah.
Bansos ini jika ditelisik merupakan konsep yang dimiliki oleh kapitalisme. Adanya sejumlah bansos mampu menggerakkan kegiatan ekonomi baik di tingkat produksi, distribusi maupun konsumsi. Bagi individu yang memiliki usaha maka bantuan tersebut dapat digunakan untuk modal usaha, sedangkan bagi individu rumah tangga adanya bansos dapat digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga sehingga secara data dapat terbaca konsumsi rumah tangga naik.
Oleh karenanya untuk mengukur kesejahteraan ataupun tingkat kemiskinan rakyat seyogyanya tidak didasarkan pada data statistik saja. Namun harus dilihat bagaimana realitas kesejahteraan itu sendiri dengan dilihat secara real kebutuhan pokok masyarakat per kepala. Dengan demikian bilamana ada pejabat yang menyampaikan informasi mengenai kesejahteraan rakyatnya tidak dianggap sebagai klaim sepihak tapi memang begitulah adanya rakyat sudah sejahtera. Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
