Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fira Admojo

Menjadi Jurnalis untuk Palestina

Agama | 2024-08-20 20:51:21

Perjuangan para jurnalis dalam memberitakan apa yang terjadi di Palestina menghadapi tantangan yang luar biasa. Setidaknya sejak serangan Hamas dalam mempertahankan tanahnya meletus pada 7 Oktober 2023 hingga 20 Agustus 2024, investigasi awal CPJ (Committee to Protect Journalists, sebuah organisasi nirlaba independen yang membela hak jurnalis di dunia) menyebutkan sedikitnya 113 pekerja media dan jurnalis telah terbunuh. Tahun dimana dianggap menjadi periode mematikan bagi jurnalis sejak CPJ mulai mengumpulkan data sejak tahun 1992. Disamping CPJ sedang menyelidiki hampir 350 kasus tambahan yang berpotensi menyebabkan pembunuhan, penangkapan, ancaman dan intimidasi, hilang dan cedera di kalangan pekerja media dan jurnalis.

sumber gambar: lapsus nuonline

Kepentingan memberikan informasi yang benar di lapangan, akhirnya banyak dilakukan oleh jurnalis warga, terutama warga Palestina itu sendiri. Mereka tidak bisa mengandalkan arus informasi media yang berpihak pada penjajah, baik dari Israel itu sendiri, maupun media mainstream yang pro Israel. Sudah jamak diketahui, pemberitaan seringkali bias, penuh framing dan tidak sesuai dengan realitas lapangan.

Media Sosial, Sumber Informasi Publik

Akses media mainstream yang semakin menurun, dan semakin banyak publik yang berpindah pada sumber informasi melalui media sosial, terbukti membawa sinyal perubahan arus opini publik dalam melihat isu Palestina. Langganan platform digital media cetak terbukti menunjukkan tren yang terus menurun. Pew Research Center mencatat pada 2021 hingga 2022 pengunjung website dari 50 media mainstream utama Amerika menurun hingga 20%, dari 11 juta menjadi hanya 9 juta. Versi cetak jauh lebih menurun lagi.

Hari ini, dimana publik semakin mengandalkan sumber informasi dari media sosial, menjadi kesempatan luar biasa bagi jurnalis warga untuk mengambil peran. Tidak hanya mereka yang ada di lapangan kejadian, namun juga siapapun dan dimanapun yang berpeluang besar menyebarkan arus informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Media sosial hari ini tidak hanya membuka pintu pemberitaan yang berbeda, namun betul-betul berita yang sangat berbeda. Apa yang ditunjukkan oleh para jurnalis warga di X (sebelumnya Twitter), atau Telegram, maka akan banyak ditemukan gambar-gambar tanpa filter yang sebelumnya jarang atau bahkan tidak ditemukan di media cetak mainstream. Hal ini menjadi pembuka jurnalisme era baru, dan memiliki potensi besar mempengaruhi opini publik dengan menyajikan informasi yang jauh lebih kredibel. Maka menjadi peluang bagi para influencer, tokoh publik, artis, dan siapapun yang aktif di media sosial dengan pengikut yang besar untuk ambil bagian menjadi jurnalis untuk Palestina.

Kelebihan media sosial, kreator bisa menciptakan konten dengan mengungkap fakta dan narasi yang dapat mempengaruhi bahkan secara emosional dengan para pengikut. Narasi postingan baik di Instagram, X dan platform lain, yang mengungkap informasi ditengah konflik secara langsung terbukti banyak menarik perhatian publik, dan menyebabkan banyak pengikut atau follower terhubung secara emosional pada konflik yang terjadi.

Leyla Hamed, seorang jurnalis olahraga di London seperti dikutip dalam NBCnews, menyatakan ketika membuka Instagram dan melihat akun warga Palestina yang dia ikuti, lalu melihat story mereka satu per satu, Ia merasa terhubung dan merasa ikut bertanggungjawab atas apa yang terjadi

Tantangan Jurnalisme Warga

Plestia Alaqad mengatakan pada CNN, sebagai bagian dari warga palestina mengatakan tidak ada pilihan lain untuk menjadi reporter perang, dan mengungkap realita lapangan. Video yang mengungkap serangan Israel yang menghancurkan apapun Dia unggah dengan judul blast going off near her building menjadi viral, dan meningkatkan banyak pengikut.

Namun hal itu tentunya tidak mudah. Sekalipun terkoneksi secara virtual, nyatanya bahaya tetap di depan mata. Para fotografer, reporter, dan jurnalis warga yang berada langsung di lapangan juga menghadapi serangan, ancaman, penangkapan, bahkan bisa terbunuh kapan saja. Seorang blogger, Ismail al Dahdouh, pernah menyampaikan kepada 1,2 juta pengikutnya di Instagram bahwa kemungkinan Dia tidak bisa lagi mendokumentasikan situasi perang di Palestina demi kemananan diri dan keluarganya.

Pembatasan akses internet juga menjadi persoalan yang dihadapi. Warga Palestina terus berjuang untuk menyampaikan pada dunia tentang apa yang sesungguhnya terjadi di tengah keterbatasan akses internet bahkan pemutusan akses digital di Gaza. Tentu saja: “Tanpa jaringan internet, semuanya terhenti”

Tantangan berikutnya adalah sensor digital oleh otoritas platform. Organisasi advokasi Access Now menyatakan bahwa media sosial telah melakukan ancaman sensor sistematis terhadap postingan pro Palestina baik di Facebook, ‘X’, Instagram, maupun TikTok. Postingan tersebut di sensor dengan alasan sebagai 'Sensitive Content’ dan ujaran kebencian (hate speech). ‘X’ misalnya pernah membatasi akun penulis keturunan Palestina-Amerika Mariam Barghouti, yang telah memposting foto dan video kekejaman Israel di Yerussalem karena dianggap konten yang sensitif. Menurut investigasi oleh Human Rights Watch, sensor terhadap konten yang berhubungan dengan isu Palestina di media sosial, terutama Instagram and Facebook dilakukan secara global dan sistemik. Hal ini jamak kita ketahui, siapa dibalik penguasa media sosial tersebut.

Peningkatan Dukungan Publik

Riset yang diungkap oleh Khamis tahun 2021, yang dikuatkan oleh Bader & Birol tahun 2023 menunjukkan penggunaan media digital oleh jurnalis warga tentang isu Palestinina berkontribusi meningkatkan dukungan publik bagi Palestina dan bagaimana memandang isu tersebut dengan lebih baik, meningkatkan kepedulian global terhadap perjuangan rakyat Palestina. Hasil riset Pew Research Center juga menunjukkan hal yang senada, bahwa dukungan publik terhadap Palestina diantara generasi milenial dan Z sebagai pengguna media digital utama, jauh lebih tinggi dibandingkan generasi X dan boomer. Hal ini berhubungan dimana generasi sebelumnya lebih banyak mengakses informasi melalui media mainstream yang cenderung bias dalam pemberitaan Palestina.

Fakta ini semakin ditunjukkan dengan masifnya aksi massa dukungan terhadap Palestina, terutama kalangan mahasiswa di kampus-kampus besar Amerika pada April-Mei lalu. Aksi tersebut melibatkan lebih 20 kampus besar di 16 negara bagian AS. Tidak hanya di AS, aksi ini meluas di Eropa, Kanada, hingga Korea. Hal tersebut utamanya dipicu oleh masifnya informasi di platform digital atas apa yang dilakukan oleh Israel, yang mestinya menyentak rasa kemanusiaan publil. Korban yang berjatuhan dari rakyat sipil, baik perempuan, orangtua dan anak-anak. Penghancuran fasilitas umum seperti rumah sakit, pemukiman bahkan hingga kamp pengungsian. Tentu ini adalah kejahatan perang luar biasa, yang mestinya dunia tidak boleh bungkam atas apa yang terjadi.

Menjadi Jurnalis untuk Palestina

Sebagai seorang muslim, kesadaran politik kita mengatakan mereka adalah bagian dari umat ini. Bagian dari umat Rasulullah, yang wajib untuk dibebaskan. Bahkan Rasulullah mengancam dalam hadistnya, barangsiapa yang tidak peduli pada urusan kaum muslimin, maka mereka bukan golongan umat Rasulullah. Problem Palestina menuntut bagian dari kepedulian kita, ditengah banyak problem umat hari ini yang juga tak luput untuk juga kita perhatikan.

Maka di era media sosial hari ini, semakin membuka peluang untuk kita menjadi para jurnalis-jurnalis pembela Palestina. Mengungkap akar masalah dan problem di baliknya. Mengungkap sejarah panjang pendudukan dan penjajahan Israel. Bahkan mengungkap pengkhianatan penguasa muslim di sepanjang wilayah yang berbatasan, mengungkap para cendekiawan yang terbeli karena hubbud dunya (seperti sowannya lima wakil ormas ke presiden Israel beberapa waktu lalu) hingga rendahnya kesadaran politik umat hari ini. Bahwa, solusi Palestina hanyalah tegaknya kekuasaan Islam yang bersatu dan pengiriman pasukan jihad. Wallahualam.

Sumber Referensi:

https://www.nbcnews.com/tech/social-media/instagram-palestinian-journalists-digital-creators-document-gaza-strik-rcna123067

https://www.newarab.com/analysis/how-digital-activism-putting-spotlight-palestine

https://squareholes.com/blog/2023/11/03/digital-activism-in-a-time-of-global-conflict/

Bader Alakklouk & Birol Gülnar. 2023. The Impact of Citizen Journalism in News Coverage of the Israeli Attacks on Gaza. SAJSSH, Vol. 4, Issue 4.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image