Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rayhan Ahmad

Lorong Di Sekolah Tua

Dunia sastra | Monday, 19 Aug 2024, 17:23 WIB

Di sudut kota yang sudah lama terlupakan, berdiri sebuah sekolah tua yang selalu diceritakan dalam bisikan-bisikan seram. Sekolah itu sudah puluhan tahun tak berfungsi, dan masyarakat sekitar percaya bahwa ada sesuatu yang tak wajar di sana. Tidak ada yang berani mendekati, terutama setelah matahari terbenam.

Suatu malam, tiga remaja nekat—Arya, Dinda, dan Raka—memutuskan untuk menguji keberanian mereka dengan memasuki sekolah tersebut. Mereka telah mendengar cerita tentang suara-suara aneh yang sering terdengar dari dalam bangunan tua itu, namun mereka menganggapnya hanya sebagai kisah untuk menakut-nakuti anak kecil.

"Ini hanya bangunan tua, tidak ada apa-apa di sini," kata Raka dengan nada penuh percaya diri saat mereka melangkah ke dalam sekolah. Namun, begitu mereka menutup pintu di belakang mereka, hawa dingin menyergap, seolah-olah bangunan itu sendiri menghidupkan kembali kenangan-kenangan gelapnya.

Mereka berjalan menyusuri lorong utama yang panjang dan gelap. Cahaya dari senter mereka tampak tidak berdaya melawan kegelapan yang mencekam. Suara derit lantai kayu di bawah kaki mereka menggema di seluruh bangunan, menambah kesan bahwa mereka sedang diawasi.

Saat mereka sampai di ujung lorong, Dinda melihat sebuah pintu setengah terbuka di sisi kiri.

"Lihat, pintu ini," bisiknya, matanya menatap pintu dengan waspada. Pintu itu seolah-olah mengundang mereka untuk masuk.

"Yuk, kita lihat," kata Arya sambil melangkah maju.

Tapi ketika ia menyentuh kenop pintu, udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi semakin dingin, dan mereka semua merasakan perasaan yang sama—perasaan bahwa mereka tidak sendirian.

Mereka membuka pintu dengan perlahan dan menemukan sebuah ruangan kelas tua. Meja-meja dan kursi-kursi berserakan, papan tulis dipenuhi coretan-coretan aneh yang tak bisa mereka baca. Tapi yang paling menarik perhatian mereka adalah sebuah cermin besar yang terletak di sudut ruangan. Cermin itu tampak bersih, seolah-olah baru saja dilap, tidak selaras dengan kondisi ruangan yang kotor dan berdebu.

Dinda berjalan mendekati cermin, tertarik pada pantulannya sendiri yang tampak aneh. Tiba-tiba, bayangannya di cermin bergerak sendiri, terpisah dari gerakannya. Dia terdiam, tubuhnya membeku karena ketakutan. Bayangannya tersenyum—bukan senyuman biasa, tapi senyuman yang sangat menakutkan, penuh kebencian.

"Raka... Arya..." bisik Dinda dengan suara gemetar.

Kedua temannya langsung menghampirinya, tetapi sebelum mereka bisa mendekat, bayangan Dinda di dalam cermin mulai keluar, merangkak perlahan dari permukaan kaca, menjulurkan tangan hitam yang tampak seperti kabut.

Ketiganya mundur ketakutan, tapi ruangan sepertinya menutup sendiri, menahan mereka di dalam. Mereka bisa merasakan kehadiran makhluk itu semakin dekat, seolah-olah dinding-dinding ruangan bergerak menekan mereka. Cermin itu retak dengan suara yang memekakkan telinga, dan dari retakan tersebut keluar sosok yang menyerupai Dinda, tapi dengan mata hitam pekat dan senyum iblis.

Sosok itu mendekat dengan gerakan yang menyeramkan, memutar-mutar kepala seperti boneka yang rusak. Arya dan Raka berusaha membuka pintu, tetapi pintu itu tak mau terbuka, seolah-olah terkunci oleh kekuatan tak terlihat. Mereka hanya bisa menyaksikan ketika sosok itu menyentuh Dinda, dan tiba-tiba Dinda menjerit kencang, kemudian terdiam, matanya kosong.

Tanpa peringatan, lampu-lampu di ruangan itu tiba-tiba menyala, dan cermin besar itu pecah berkeping-keping, menyelimuti ruangan dengan serpihan kaca. Dalam sekejap, sosok mengerikan itu menghilang, dan Dinda jatuh pingsan ke lantai.

Raka dan Arya, yang masih terguncang, akhirnya berhasil membuka pintu dan menyeret Dinda keluar dari ruangan itu. Mereka berlari secepat mungkin keluar dari sekolah tua, tidak peduli pada teriakan atau langkah kaki yang terdengar di belakang mereka.

Sesampainya di luar, mereka melihat ke arah sekolah dan menyadari sesuatu yang mengerikan. Di salah satu jendela, terlihat sosok yang menyerupai Dinda sedang tersenyum, matanya hitam pekat seperti tadi, seolah-olah mengucapkan selamat tinggal yang tidak akan pernah dilupakan.

Sejak malam itu, Dinda tak pernah menjadi dirinya yang dulu lagi. Tatapannya kosong, dan sering kali ia berdiri di depan cermin untuk waktu yang lama, seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang yang hanya bisa dilihatnya. Arya dan Raka pun memutuskan untuk tidak pernah lagi membicarakan malam itu, tapi mereka tahu bahwa sekolah tua itu menyimpan rahasia yang lebih kelam daripada yang bisa mereka bayangkan.

Dan sejak saat itu, setiap kali ada yang mencoba memasuki sekolah tua tersebut, mereka selalu mendengar bisikan aneh yang menyerukan nama Dinda dari dalam kegelapan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image