Blunder BPIP, Sampai Kapan?
Politik | 2024-08-15 15:20:18Menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia, BPIP membuat heboh dengan peraturan melepas hijab bagi para paskibraka. Menurut BPIP, hal itu bagian dari ketaatan terhadap peraturan dan untuk menghargai keberagaman. Tapi, bagi banyak kalangan ini adalah ancaman terhadap keberagaman di Indonesia.
Kebijakan BPIP ini ditentang oleh banyak pihak termasuk persatuan purna paskibaraka di berbagai wilayah. Mereka mengecam, sebab sebelumnya para anggota paskibraka juga tetap bisa menjalankan tugas tanpa perlu membuka hijab.
Majelis Ulama juga buka suara, termasuk kalangan yang lain untuk mengecam kebijakan ini. Ketua KNPI bahkan mendesak Presiden Jokowi untuk mencopot Kepala BPIP Yudian Wahyudi sebagai langkah strategis mencegah bangkitnya gerakan melawan Pancasila dan sikap Islamophobia di Tanah Air Indonesia.
Merespon kritikan publik, Kepala BPIP Yudian Wahyudi menyampaikan dalam keterangan persnya bahwa keputusan membuka hijab ini adalah pilihan sukarela para peserta. Menurutnya ini bagian dari aplikasi undang undang dan penghormatan terhadap keberagaman.
Terlepas dari argumentasi yang disampaikan BPIP terkait kebijakam kontroversial tersebut. Semestinya, BPIP dapat menimbang dengan matang keputusan itu. Masalah keberagamaan di Indonesia adalah persoalan sensitif. Apalagi terkait dengan hijab.
Bagi Umat Islam, Hijab adalah sebuah kewajiban beragama yang dalam konstitusi kita adalah bagian yang harus dilindungi. Seharusnya dalam aktifitas bernegara ekspresi keagamaan harus dilindungi.
Logika publik ini yang entah gagal dipahami atau BPIP sengaja memantik kehebohan.
Alasan bahwa hal ini adalah kerelaan peserta, juga susah diterima sebagai justifikasi untuk membenarkan Keputusan buka hijab tersebut. Substansi dari persoalan ini bukan masalah rela atau tidak rela, tapi peraturan yang melecehkan semangat keberagamaan dan keberagaman di Indonesia.
Lagipula, perayaan kemerdekaan Indonesia sejak dulu sudah terbiasa dengan peserta paskibraka yang berhijab. Ini diakui sendiri oleh para purna paskibraka yang ikut menentang kebijakan lepas hijab ini.
Sejak dibentuk tahun 2018 sebagai garda pengawal ideologi pancasila. BPIP sudah berulang kali menimbulkan kontroversi. Seperti saat Yudian Wahyudi menyampaikan agama sebagai musuh pancasila.
Mama Ghufron yang diduga menyebarkan ajaran Pancasila juga pernah bekerjasama dengan BPIP mengenai pembinaan Ideologi Pancasila termasuk memberinya penghargaan sebagai ikon Pancasila. Kontroversi terakhir ini adalah paskibraka dilarang berhijab.
Jika BPIP kerjanya hanya menimbulkan kegaduhan dengan hal - hal nyeleneh yang dilakukannya, seharusnya pemerintah mesti berpikir ulang untuk melanjutkan lembaga ini.
Atau jika BPIP tetap dilanjutkan, lembaga ini sebaiknya fokus membina lembaga - lembaga pemerintah termasuk partai - partai politik agar mereka melayani masyarakat sesuai ideologi dan konstitusi.
Hal ini yang mendesak untuk dilakukan melihat praktik - praktik politik dan kebijakan negara yang sudah jauh menyimpang dari cita - cita ideal kita bernegara. Korupsi merajalela, politik dinasti di semua level pemerintahan, politik transaksional, dan kebijakan kebijakan yang tidak populis yang menyengsarakan rakyat.
Kalau BPIP tidak bisa berkontribusi, alih alih buat kontroversi dan keresahan. Lebih baik lembaga ini dievaluasi secara menyeluruh urgensi keberadaannya, agar bisa dibenahi atau dibubarkan saja daripada membuang - buang uang negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.