Anak Muda Susah Cari Kerja, Di Mana Tanggung Jawab Negara?
Politik | 2024-08-15 10:35:57
Kini, mencari dan mendapatkan pekerjaan bukanlah suatu yang mudah.Bahkan, bagi mereka yang sudah menempuh pendidikan tinggi sekalipun. Makin miris ketika didapati fakta bahwa banyak anak muda dengan usia produktif begitu sulit mencari pekerjaan. Tak jarang, akhirnya mereka berputus asa.
Mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, terdapat 3,6 juta Gen Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini. Hal ini berarti, Gen Z menyumbang sebesar 50,29 persen dari total pengangguran terbuka, artinya, Gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia.
Jika ditambah dengan mereka yang tergolong bukan angkatan kerja, namun tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET), jumlah pengangguran mencapai angka 9,9 juta.
Jika masalah ini tidak teratasi dengan cepat dan tepat, maka bonus demografi yang diharapkan menjadi keuntungan pada tahun 2045, bisa berubah menjadi ancaman serius.
Faktor Penyebab
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Bappenas, Maliki mengatakan terdapat sejumlah faktor yang membuat banyak anak muda alias Gen Z menganggur. Salah satu faktornya adalah salah memilih sekolah dan jurusan.
Maliki juga mengakui biaya pendidikan menjadi salah satu tantangan yang mesti dibenahi untuk mengatasi persoalan NEET. Dia mengatakan faktor biaya bisa menjadi salah satu pertimbangan lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari juga mengatakan hal serupa. Ia menganggap, salah satu penyebab banyaknya Gen Z yang menganggur adalah ketidak sambungan antara skill yang mereka miliki dengan skill kebutuhan industri atau perusahaan ( cnbcindonesia, 24-05-2024).
Banyaknya anak muda yang menganggur ini tentu sangat miris. Bagaimana tidak, mereka sedang berada pada masa produktif, yang semestinya segala potensi yang dimiliknya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya, membantu orang tua juga bermanfaat untuk kebaikan.
Sayang seribu sayang, potensi anak muda ini kini terbuang percuma, sebab mereka tidak memiliki kesempatan untuk bekerja karena sempitnya lapangan pekerjaan. Akibatnya, kesejahteraan dirinya terabaikan, bahkan orang tua yang semestinya sudah bisa melepaskan anaknya untuk hidup mandiri, masih harus menanggung nafkahnya. Bahkan, banyaknya pemuda yang menganggur bisa dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas.
Jika dikembalikan lagi, rupanya penyebab anak muda atau gen Z menganggur bukan hanya disebabkan oleh faktor internal diri mereka seperti salah memilih jurusan atau tidak adanya skill yang memadai. Namun, faktor yang terpenting yang menyebabkan tingginya angka pengangguran yang tinggi ini adalah kurangnya tanggung jawab negara untuk mencegah tingginya angka NEET.
Di Mana Tanggung Jawab Negara?
Dari berbagai faktor yang mengakibatkan maraknya anak muda sulit mendapatkan pekerjaan terdapat faktor yang tak kalah penting, yaitu peran negara. Negara tidak memainkan perannya dengan baik dan benar sebagai pelindung rakyat, yang salah satunya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi rakyatnya.
Berbagai kebijakan yang ditelurkan pemerintah pun justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan. Di antaranya ialah pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) yang justru diberikan kepada asing. Hal ini mengakibatkan peluang terbukanya lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat menjadi sangat sempit.
SDAE yang diprivatisasi, mengakibatkan negara tak mampu berbuat banyak. Privatisasi SDAE ini telah merenggut peran negara yang semestinya menjadi pelayan rakyat, menjadi regulator kepanjangan tangan kepentingan para kapitalis. Para kapital ini pada akhirnya dengan mudah menentukan siapa yang harus mereka pekerjakan, tak jarang mereka justru mendatangkan pekerja dari negaranya sendiri. Serbuan tenaga kerja asing datang, rakyat di negeri sendiri pun harus gigit jari. Kalaupun ada rakyat yang mendapatkan pekerjaan, itu hanya sebagian kecil saja.
Selain itu, negara juga kerap kali mencari solusi instan untuk mengurangi angka pengangguran. Negara membuka keran investasi asing agar lapangan pekerjaan bertambah dan mampu menyerap tenaga kerja lokal. Padahal, investasi asing ini justru hanya membuat rakyat sebagai buruh di negeri sendiri.
Sudah seharusnya negara menjadi pihak yang bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai, melaksanakan tanggung jawabnya dengan penuh.
Inilah ketika negara menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) menjadi asas. Aturan agama bisa diterobos kapan saja.
Solusi Islam
Jauh bertolak belakang dari sistem kapitalisme-sekularisme, Islam telah menempatkan pemimpin atau Khalifah sebagai pengurus juga penjaga urusan umat. Khalifah akan berusaha semaksimal mungkin mengurus dan mensejahterakan rakyat dengan penerapan syariat Islam secara kafah sebagai tuntunan kehidupan.
Prioritas akhirat akan menempatkan seorang pemimpin dalam Islam menjadi pribadi yang takut jika berbuat zalim dan tidak bisa adil kepada rakyatnya.
Islam menetapkan mekanisme khusus akan jaminan kesejahteraan yang dimulai dari mewajibkan seorang pemimpin keluarga atau laki-laki yang sudah mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarganya untuk bekerja mencari nafkah. Negara akan memberikan dukungan penuh berupa sistem pendidikan yang memadai kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali agar memiliki kepribadian Islam yang tangguh. Terlebih bagi para laki-laki agar memiliki kemampuan khusus yang mumpuni untuk bisa bekerja memenuhi nafkah keluarga.
Negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan dengan suasana yang kondusif bagi masyarakat. Islam juga mengharamkan penguasaan kekayaan milik umum seperti SDAE untuk dikuasai segelintir orang tertentu, terlebih oleh asing. Negara juga akan membuka akses dengan luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal dan berpotensi besar agar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat, yang dengannya akan menyerap tenaga kerja sebesar-besarnya. Seperti pada sektor perkebunan, industri, pertambangan, pertanian perikanan, dan sebagainya. Semuanya akan dikerjakan sesuai dengan aturan Islam.
Negara juga bisa memberikan bantuan modal atau memberikan pelatihan kepada rakyat yang memang membutuhkan. Bahkan, bagi mereka yang memang tidak memiliki kemampuan bekerja atau lemah akan diberikan santunan oleh negara hingga mereka juga bisa tetap mendapatkan kesejahteraan.
Negara juga menjamin kebutuhan pokok publik yang memadai dan berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan murah bahkan gratis di antaranya ialah pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Kualitas SDM akan meningkat dan siap untuk berkontribusi demi kegemilangan Islam.
Negara juga akan memanfaatkan kemajuan teknologi semaksimal mungkin untuk kemaslahatan rakyat dan negara. Negara akan menyediakan pelatihan agar pekerja tidak gagap teknologi, bahkan menjadi umat terdepan dalam sains dan teknologi.
Semua ini hanya akan kita temui dalam negara yang menerapkan syariah Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan dalam satu kepemimpinan. Sudah semestinya kita memperjuangkannya. Karena hanya negara semacam ini yang akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh.
Wallahu a'lam bisshowab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.