Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heri Haliling

Monolog Senja

Sastra | 2024-08-13 12:03:20

Monolog Senja

Oleh: Heri Haliling

IG: @Heri_Haliling

Hai orang asing, sejak kapan kau datang. Kau dari mana? Pakaianmu gotik, apakah sekarang pesta kostum? Mungkin hari ini ada drama orkestra. Lihat, mengapa semua yang berkerumun itu terisak. Ah peduli apa aku dengan mereka. Sejak tadi aku bicara dan mereka bergeming bisu.

Hei orang asing lihat. Itu aku dalam buaian berumur satu jam, imut bukan? Aku mampu melihat tapi hanya merah dan abu. Namun aku dapat merasakan aroma petualangan sekarang.

Kau melihatnya bukan? Aku tahu hanya kau dan aku yang memiliki kelebihan itu. Sementara selain kita, di sini adalah nol.

Hei aku remaja yang penuh semangat. Pujilah aku orang asing. Itu aku sedang bermain bola. Saat itu hanya kesenangan yang ku punya. Nah, lihat! Itu ibu sedang ngomel ngomel dengan membawa kayu. Dia mencariku.

Humm. Tontonan yang menarik. Permisi orang asing, apakah kau melihat korekku? Ah ya. Di sini rupanya. Terselip di antara saku celanaku yang compang camping. Kau mau? Ini ambillah sebatang. Mulutku terasa kering dan asam. Kiranya ruangan ber ac ini boleh saja untuk merokok bukan? Hei petugas. Aku bertanya padamu. Ah sialan! Kau sama saja dengan mereka. Hari ini orang orang sangat dingin. Hanya kau orang asing yang mengakui keberadaanku.

Aduh leganya. Hisap saja orang asing. Walau dadaku terasa panas, toh nikmat rokok ini begitu menggairahkan.

Kembali ke tayangan itu orang asing. Itu aku dewasa, kerja dan berinvestasi. Awal karirku yang terjal sebelum gemilang. Kau bisa lihat aku tekun dan cermat.

Awal mula aku ikut bekerja sebagai buruh di perusahaan playwood. Ya. Itu tempat kerjaku. Itu juga atasanku yang pemarah. Nah berkat kegigihanku aku naik menjadi manager. Nah sekarang aku mempunyai karier melejit.

Itu mobil pertamaku orang asing. Benar benar penuh berlian saat itu. Ya itu. Kau lihat bukan? Aku juga tak pelit. Sebagian jerih payah ku dermakan ke mesjid dan panti sosial. Lihat itu, amplopku dibacakan. Aku orang baik.

Itu Misya, teman kantorku. Cantik bukan. Dia rekanku dan hei...ini bagian ketika aku menikah dengannya. Wah sejauh ini sudah. Kau benar orang asing, pernikahanku sangat megah penuh adat dan budaya. Hmm..pastinya hanya aku yang mampu mengadakan hajatan besar seperti itu.

Rumah tanggaku sempurna bukan? Iri pastinya dirimu orang asing. Kau tengok itu. Kami ke luar negeri. Nah di sana kami bulan madu di hotel berbintang di mana kiri kanannya adalah pantai berpasir putih dan laut biru kehijauan. Agaknya surga tercium dan mampu ku peluk mesra di area itu.

Itu dua buah hati kami, Anan dan Arka. Lucu dan menggemaskan bukan? Ku harap dewasa nanti keduanya akan jadi pengusaha sukses seperti ayahnya. Hei? Mengapa matamu memicing begitu? Kau ragu? Memang benar bukan, aku pengusaha sukses. Apa yang salah dengan itu. Ya setidaknya pernah ada dalam fase itu.

Aduh, orang orang ini kenapa? Hei!!! Diam!! Diam!! Berhenti berisik dan menangis. Hei orang asing, tolong aku. Jika suaramu mampu mereka dengar, suruh mereka diam. Mereka mengangguku dengan rengekan ini. Apa karena si kurus lumpuh layu itu? Hmm agaknya biar ku cabut infusnya sekalian. Diam kalian manusia murah. Diam, ku bilang! Ini terima, dan diam.

Tidakkah kau terganggu orang asing. Bahkan ku lempar kotak tisu ini ke mereka juga tak mau mengikutiku. Kau segera bangkit dari dudukmu. Bantu aku dan bungkam mulut mereka. Kelabang memang. Sialan!

Coba kau tengok, coba sini. Itu lihat orang asing, di puncak kesuksesanku kau bisa lihat pandangan betina betina berdaging padat itu menjilat jilat ke arahku. Kau merasakan juga bukan? Ayolah? Jangan berlagak kau tak peduli. Kau iri tapi kau pendam.

Hei? Jangan bagian ini dong. Aduh aku malu. Ada ada saja yang memutar kisah ini. Bulan maduku tak terekspos malah bagian ini yang tayang. Ah sudahlah. Satu atau dua tak apa. Ya mau bagaimana lagi. Mungkin namanya raja ya. Wajar saja tak cukup satu atau dua. Banyak selir itu mah biasa.

Nah gundik ini sedikit cerewet walau barangnya paling bagus orang asing. Ah. Ya ya...Dia perempuan yang menghancurkan kehidupanku dengan Misya. Dia orangnya. Perempuan sundal, jago drama jago peras.

Kau jangan tatap aku seperti itu orang asing. Sebagai raja aku tak salah. Aku yang kerja dan aku yang menafkahi mereka semua. Aku tulang punggung yang merintis mulai awal. Kini apa aku salah menikmatinya meski sedikit melenceng. Ayolah jangan begitu. Oke kau menang. Memang ini kesalahanku. Aku akui itu.

Perempuan sundal ini Rara namanya. Kau tampak bukan? Di belakangku dialah lintah sebenarnya. Belanja dan berjudi ke sana dan ke sini. Nah bagus yang menayangkan ini. Ketahuan semuanya. Benar benar sundal!

Ini saat aku bertengkar dengan Misya. Hancur semuanya. Bahkan akhirnya aku dan dia harus menjual rumah. Menyesal? Ayolah seorang Birma Putra menyesal? Jangan kau sudutkanku lagi orang asing. Baik, kau menang lagi. Aku menyesal.

Rara memang tak tau diri. Bisa bisanya berbuat demikian. Benar dugaanku, lihat..lihat itu! Kelabang mana lagi yang bersamanya!!! Bedebah memang.

Fase ini aku terpuruk orang asing. Kerjaanku kacau. Aku sering cacat secara hasil bahkan karirku di ujung tanduk. Lihat, tubuhku yang dulu makmur kini kurus. Itu Misya yang sudah jarang menggunakan make up. Aku kasian dengannya.

Hei orang asing, rokokku habis. Aku cari cari bungkusnya entah hilang ke mana. Sejak tadi ku pandang kau hanya mendengarkan tanpa merokok, boleh ku minta rokokmu? Terima kasih.

Ah leganya....

Ku akui yang paling setia hanya Misya. Benar orang asing, aku depresi. Aku syok atas perbuatanku sendiri. Kau sepertinya tersenyum.

Dengarkan aku orang asing! Hentikan senyummu itu. Aku menderita, seorang Birma Putra berakhir payah di sebuah rumah sempit. Aku terjatuh, kau tahu. Mungkin kau tak pernah alami itu. Pakaianmu saja model tahun berapa aku tak tahu. Tentu saja dari penampilanmu yang lusuh itu, derajatmu lebih rendah dariku. Maaf, bukan menyinggung hanya menganalisa.

Itu saat aku jatuh dari kamar mandi. Memalukan.

Kata dokter di sebuah rumah sakit murah berdinding cat pudar ini bilang aku kena stroke. Benar benar memalukan.

Yah, itu saat ini. Yah. Itu aku, si kurus dan lumpuh.

Sudah mirip pengemis sekarang. Mereka ini yang datang seolah peduli padahal menjilat saja. Aku yakin orang asing. Banyak di antara penjenguk ini juga hanya memperolok-oloku.

Apa? Buruk sangka. Kau nilai demikian. Itu benar adanya. Saat puncak karierku mereka itu ayam yang ku sebarkan dedak. Saat aku menjadi atasan hanya segelintir orang yang berwajah tulus, sisanya cuma plastik. Kini aku bobrok! Aku bisa membaca dari warna mereka. Bedebah sialan ini hanya mencemoohku dalam hati.

Hei bagian apa ini? Aku tak ingat ada ini.

Hei. Napasku sesak. Apakah ac di sini mati. Orang asing, aku seperti tersedak. Bisakah kau menolongku. Semuanya..ambilkan aku air. Rasanya dada dan tenggorakanku terbakar.

Hei ini bagian apa. Hutan mana itu terbakar. Hei siapa itu yang menjerit. Banyak sekali teriakan, isak tangis, dan api. Hei tiadakah kau mendengar orang asing? Jeritan kesakitan itu memekik merusak gendang telingaku. Bergidik aku.

Ah. Suasana sekarang makin kacau saja. Aku mau bangkit. Aduh!! Tak bisa ku gerakkan kakiku. Biadap. Aku lupa..aku lumpuh.

Hei orang asing. Syukurlah kau berdiri. Ambilkan aku air. Tampaknya dehidrasi aku sekarang. Aduh mengapa orang orang ini merengek terus. Aku terganggu. Dan mengapa bagian ini tak hilang. Makin lama makin sesak dan hawanya sangat panas. Suruh orang yang menayangkan ini segera menutupnya. Gerah aku!

Hei kemana tanganmu orang asing. Hei...bukan begitu etikanya. Hei...aduh aduh aduh...mengapa kau menjambakku. Aduhh aduhh aduhhh..sakit sekali ini. Jika maksudmu peduli denganku, bukan demikian caranya kocak!!! Turunkan tangan kotormu orang asing. Turunkan sekarang!

Hei wajahmu berubah orang asing. Mengapa kau mendelik begitu. Apa..kau lihat apa, hah! Kau mau apa!! Oke kau menakutkan sekarang. Tapi berani kurang ajar lebih jauh lagi kepadaku, berarti dasar kau minta ku hajar. Ah..aduhh..Sakit sekali. Dadaku penuh..sangat berisik di sini. Dan bunyi mesin jantung ini benar benar buatku gila.

Heii...mengapa tangan kirimu membawa rantai. Kau mau apakan aku. Bedebah!!! Ini rencanamu! Jika kau rugi atas salah satu hutangku aku akan bayar. Tapi bukan dengan cara ini.

Semuanya jauhkan orang ini. Jauhkan dia sekarang! Kalian tuli atau apa. Bagus akhirnya kalian bangkit semua. Hei...menjijikkan sekali. Apa yang kalian lakukan? Seharusnya aku lari sekarang. Mengapa malah kalian dekap aku. Hei, lepaskan! Aku mau lari. Berhenti menangkap tangan dan kakiku!

Aduhh sakit sekali. Biadap kau orang asing. Berhenti lakukan itu. Jangan berani kau masukkan kukumu itu ke dalam ubun ubunku.

Stop...!!!

Sialan, mataku berkunang sekarang. Ah!! Remang lalu mati lampu sekarang. Sialan!! sesak dan sakit sekali.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image