Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image virgafirdaus sanjaya

Jika Pamer Bersarang, Pahala Hilang

Agama | Thursday, 01 Aug 2024, 11:18 WIB

Riya atau pamer adalah suatu kegiatan seseorang ketika melakukan ibadah, dengan tujuan untuk di pandang oleh manusia[1]. Dan hal ini kerap kali terjadi baik di usia yang tua maupun muda.

Sifat pamer juga di sebut syirik, tetapi dalam kategori kecil[2]. Dalam surat Al-Baqarah ayat 264, Allah telah berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah: 264).

Dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn karya Imam al-Ghazali menjelaskan;

لِلْمُرَائِي ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ : يَكْسَـلُ إذَا كَانَ وَحْدَهُ، وَيَنْشَـطُ إذَا كَانَ فِي النَّاسِ، وَيَزِيدُ فِي الْعَمَلِ إذَا أُثْنِيَ عَلَيْهِ وَيَنْقُصُ إذَا ذُمَّ

Orang riya’ (pamer) memiliki tiga ciri: malas ketika sendirian, rajin saat di tengah banyak orang, serta amalnya meningkat kala dipuji dan menurun kala dicaci[3].

Maka jangan heran jika riya' disebut sebagai syirik kecil, karena manusia mengerjakan ibadah hanya untuk di pandang oleh manusia, bukan Allah ﷻ. Dan juga amal yang dihinggapi riya' seringkali mempertimbangkan bagaimana orang lain memberi tanggapan. Ia lahir bukan dari ketulusan lillahi ta'ala melainkan terdapat campuran keinginan mendapat citra positif di mata manusia.

Dikisahkan, suatu ketika seorang laki-laki menjamu Sufyan ats-Tsauri dan kawan-kawannya. Lelaki itu kemudian meminta sang istri untuk memberikan hidangan pada tamunya.

"Berikanlah hidangan padaku hidangan yang kamu bawa dari haji yang kedua, bukan haji yang pertama,” pintanya

Dari permintaan tersebut dapat diketahui bahwa lelaki itu meminta istrinya untuk menyuguhkan hidangan. Namun, di balik itu ia seakan memamerkan ke orang-orang bahwa dirinya sudah ibadah haji dua kali.

Permintaan lelaki pada istrinya itu langsung dijawab oleh Sufyan ats-Tsauri.

"Sungguh kasihan dirimu. Dengan perkataannya itu kamu telah menghapus pahala dua hajinya. Semoga Allah menyelamatkan kita dari riya[4]."

Serta juga di terangkan, bahwasannya nanti pada hari kiamat kelak, orang-orang riya' dipanggil di hadapan orang banyak dengan empat nama: "wahai orang kafir", "wahai orang durhaka (fâjir)", "wahai orang cedera (ghâdir)", dan "wahai orang merugi (khâsir)".

Nabi menjelaskan, perbuatan orang riya' tersebut sesat dan pahalanya pun musnah, sehingga ia tak memiliki bagian apa-apa di hari kiamat. Selanjutnya mereka akan disorak dengan omongan, "Ambillah pahala dari orang-orang yang menjadi tujuan amalmu, wahai penipu diri sendiri."[5]

Mengapa di sebut penipu sendiri? Karena ketika kamu menunaikan perintah Allah dan rasul-Nya, tetapi kamu bertujuan untuk selain ridha Allah.

[1] Risalah al-Qusayriyah, Hal 133

[2] Az-Zahir, Hal 156

[3] Ihya Ulumuddin, Hal 121

[4] An-Nawadhir, Hal 201

[5] Az-Zahir, Hal 157

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image