Pengaburan Fakta dan Makna Penjajahan
Politik | 2024-07-22 09:42:35“ . Maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan..” (Pembukaan UUD 45 yang selalu dibacakan setiap upacara dari SD sampai SMA)
Jika dunia ini mengerti betul apa makna penjajahan, pastinya tidak akan ada negara yang mau dijajah. Hanya saja, sepertinya dunia ini kadangkala bisa dipenuhi oleh manusia bermuka dua. Tidak mau dijajah, tapi mendukung penjajahan. Bahkan bisa jadi, dialah pelaku penjajahan. Ada dua hal yang perlu kita lihat lebih jauh tentang makna penjajahan itu sendiri. Pertama terkait peristiwa kunjungan ke Israel, kedua terkait dengan kebijakan PSN (Proyek Strategis Nasional) dan investasi asing oleh negara.
Pertama terkait peristiwa kunjungan ke Israel. Apa yang dilakukan oleh lima orang delegasi Indonesia yang mengaku sebagai peneliti dan akademisi mengunjungi Israel, menunjukkan hal itu. Entah tidak pernah paham sejarah pencaplokan tanah Palestina, atau pura-pura tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Dengan bangganya merasa menjadi pahlawan kesiangan yang penuh kehaluan, membawa misi perdamaian dengan menjual proyek kufur, dialog antar agama. Seolah semua akan beres dengan dialog.
Melupakan bukti gerakan zionisme dari pencaplokaan tanah negara, pengusiran pemilik sahnya, pembunuhan hingga pembantaian dan genosida. Bertahun lamanya. Mestinya, mengaku sebagai akademisi paham apa konsekuensinya. Wajib mengungkap realitas penjajahan yang dilakukan, bukan justru menjadi corong yang mengaburkannya. Mendatangi penjajah yang berlumuran darah saudara sesama muslim dengan bermanis muka sambil menawarkan perdamaian dan berbagi wilayah adalah bagian dari sekutu penjajah itu sendiri. Golongan munafikun, yang sangat dicela Allah hingga layak ditempatkan di dasar neraka. Naudzubillah
Tidak ada perdamaian bagi penjajahan. Karena sama saja menormalisasi penjajahan. Jika konsisten dengan pembukaan UUD 45 diatas, maka mestinya negara tidak akan membiarkan aktifitas apapun yang menunjukkan pro penjajahan, baik itu dukungan dengan dalih apapun, terlebih kerjasama dagang yang semestinya juga tidak boleh ada. Jika dilakukan, maka jelas melanggar UU dan prinsip hukum yang sudah dibuat. Justru, wajib menunjukkan secara jelas upaya sungguh-sungguh untuk mengenyahkan penjajahan dan para pelaku penjajahan. Jika tidak, maka pembukaan UUD diatas tidak bermakna sama sekali. Hanya omong kosong sebagai bagian seremonial upacara semata.
Kedua terkait dengan kebijakan PSN dan investasi asing oleh negara. Salah satu aktivitas penjajahan adalah pencaplokan tanah besar-besaran tanpa haq demi kepentingan segelintir orang bahkan asing. Tapi hari ini hal itu dilegalisasi dengan kebijakan PSN dan investasi asing. Rakyat tidak berdaya, ketika lahan hidupnya bertahun-tahun harus tersingkir demi kepentingan oligarki, PSN IKN, BSD dan PIK 2 misalnya. Proyek-proyek tersebut sangat kuat menunjukkan aroma penguasaan lahan demi kepentingan bisnis oligarki semata.
Termasuk kebijakan investasi asing yang semakin diberi karpet merah di banyak proyek, baik industri, perkebunan maupun pertambangan. Dukungan UU memberi kemudahan bagi investor asing untuk berbisnis pada aset kepemilikan umum yang seharusnya dikelola sungguh-sungguh oleh negara demi kepentingan rakyat. Bukan malah meminggirkan kepentingan rakyat demi investasi asing. Rakyat tersingkir, termiskinkan bahkan mendapatkan dampak luar biasa dari kerusakan lingkungan, disisi lain dibebani dengan bermacam pajak yang mencekik.
Apa ini namanya jika bukan penjajahan oleh penguasa? Maka sadari apa itu makna penjajahan. Ketika ruang hidup dirampas, rakyat dipersulit mengakses pekerjaan dan penghidupan dengan segala iklim kebijakan yang tidak berpihak, semakin banyak pajak dan pungutin yang mencekik, kekayaan alam dinikmati oleh segelintir orang, maka bukankah itu seperti yang dilakukan oleh para penjajah dulu terhadap pribumi? Lalu, bukankah penjajahan mestinya dihapuskan karena tidak ber peri-kemanusiaan dan ber peri-keadilan? Jangan melulu dikaburkan bahwa penjajah itu seperti yang dilakukan Belanda dengan VOC nya dulu, karena ternyata, negara sendiri juga bisa melakukan hal yang sama!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.