Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Di Balik Pungutan Liar yang Meresahkan, Ada Kisah yang Menyedihkan

Info Terkini | 2024-07-19 21:24:43

Depok, Retizen.Republika.co.id - Di balik hiruk-pikuk keramaian kota, di sudut-sudut jalan, masih sering terlihat oknum-oknum yang melakukan pungutan liar (pungli). Salah satu contohnya yang sering meresahkan masyarakat adalah pungli parkir di minimarket.

Meskipun minimarket sudah menyediakan lahan parkir gratis, oknum-oknum ini tetap memaksa para pengunjung untuk membayar sejumlah uang. Hal ini tentu membuat resah para pengunjung dan membuat mereka enggan untuk berbelanja di minimarket tersebut.

Namun, di balik aksi pungli yang meresahkan ini, terdapat kisah yang menyedihkan. Rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya lapangan pekerjaan menjadi faktor utama yang mendorong oknum-oknum tersebut untuk melakukan pungli.

Pendidikan yang rendah menjadi salah satu akar permasalahan pungutan liar. Banyak orang yang tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 4,82%. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah mereka yang hanya memiliki pendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA) atau bahkan lebih rendah.

Kisah Agung, seorang tukang parkir liar:

Agung Yudhistira, seorang pria muda yang telah menjadi tukang parkir liar selama lima tahun, adalah salah satu contoh dari banyak orang yang terjebak dalam kondisi ini. Sebelumnya, Agung bekerja sebagai staf di salah satu sekolah di Depok. Namun, karena gaji yang kecil, ia terpaksa mencari pekerjaan lain. Agung sempat menjadi tukang ojek online tetapi tidak berjalan lama.

"Saya cuma lulusan SMA, jadi susah buat nyari kerjaan yang layak. Saya udah melamar ke banyak tempat, tapi tidak ada yang menerima," tutur Agung, Selasa (16/7/2024)

Agung sadar bahwa pungli bukanlah pekerjaan yang legal. Namun, dia tidak punya pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Saya tahu ini ga boleh, tapi cuma ini yang bisa saya lakuin supaya saya bisa makan," ujarnya lirih. Kisah Agung bukanlah kasus yang unik. Banyak orang dengan latar belakang serupa yang terpaksa melakukan pekerjaan ilegal demi menyambung hidup.

Keluhan dari pegawai minimarket:

Pegawai minimarket yang bernama Rini juga merasakan dampak negatif dari pungli parkir liar ini. Dia mengatakan, banyak pengunjung yang enggan berbelanja karena takut dimintai uang parkir. "Penjualan kami jadi menurun sejak adanya tukang parkir liar di sini. Pengunjung banyak yang komplain dan merasa tidak nyaman," keluh Rini, Selasa (16/7/2024)

Selain itu, pungli ini juga berdampak pada citra minimarket itu sendiri. Minimarket yang seharusnya menjadi tempat belanja yang nyaman dan aman bagi pengunjung, justru menjadi tempat yang dihindari karena keberadaan pungli tersebut. Pengelola minimarket juga merasa kesulitan untuk mengatasi masalah ini karena mereka tidak memiliki wewenang untuk menindak para pelaku pungli.

Akar Permasalahan: Kemiskinan dan Pengangguran

Akar permasalahan pungli ini sebenarnya lebih kompleks dari sekadar tindakan ilegal yang dilakukan oleh beberapa oknum.

Kemiskinan dan pengangguran adalah dua faktor utama yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tersebut. Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 9,71%. Angka ini mencerminkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk mencari cara apapun untuk bertahan hidup, termasuk dengan melakukan pungli.

Pendidikan yang rendah juga menjadi salah satu faktor utama. Banyak masyarakat yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi, sehingga mereka tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja. Tanpa keterampilan dan pendidikan yang memadai, mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan stabil.

Mengatasi masalah pungli bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta. Pemerintah perlu meningkatkan upaya dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan menyediakan pelatihan keterampilan bagi masyarakat.

Selain itu, diperlukan juga penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pungli, namun dengan pendekatan yang manusiawi, mengingat banyak dari mereka yang melakukan pungli karena terpaksa.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu lebih peduli dan terlibat dalam mengawasi dan melaporkan tindakan pungli. Kesadaran kolektif akan pentingnya menciptakan lingkungan yang bebas dari pungli harus ditingkatkan. Sektor swasta, seperti pengelola minimarket, juga dapat berperan dengan menyediakan sistem keamanan yang lebih baik dan bekerjasama dengan pihak berwenang untuk menindak pelaku pungli.

Pungli bukan hanya masalah yang meresahkan, tetapi juga memiliki sisi kemanusiaan yang perlu diperhatikan. Dengan memahami akar permasalahannya, diharapkan solusi yang tepat dapat ditemukan.

Mari kita bersama-sama berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pungli dan memberikan kesempatan bagi semua orang untuk hidup sejahtera.

Penulis : Farid AlThaf 11230511000031, Mahasiswa semester 2 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarief Hidayatullah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image