Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Danish Official

Sosiologi Komunikasi: PKI dan Pemberontakannya

Sejarah | 2024-07-12 19:18:13

Latar Belakang Terbentuknya Partai Komunis Indonesia

source: merdeka.com

Kehadiran Gerakan Komunis di Indonesia di latar belakangi oleh kedatangan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. dari Belanda pada tahun 1913. Pria dengan nama pendek Henk Sneevleet merupakan penganut paham mistik katolik yang kemudian beralih kepada paham sosial demokratis yang revolusioner. Sneevleet merupakan ketua Serikat Buruh Kereta Api Belanda atau Nederlandse Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (NVSTP). Beliau merupakan sosok yang propagandis dan pemberani.

Tak lama setelah kedatangannya, ia mendirikan Indische Social-Democratische Vereniging atau ISDV (Perserikatan Sosial Demokrat Hindia) sebuah partai yang cepat berkembang menjadi partai komunis pertama di Asia yang ada di luar Uni Soviet. Guna mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat ISDV dengan anggotanya keseluruhan adalah orang Belanda mencoba untuk mempengaruhi salah satu organisasi islam yang memiliki pendukung yang besar saat itu, yakni Sarekat Islam (SI).

Setelah itu dengan proses sosial yang dilakukan ISDV dengan paham kirinya berhasil mempengaruhi SI dan menyebabkan konflik Internal didalamnya. Kedatangan ISDV, memecah SI menjadi dua belah pihak, yaitu SI Merah (Komunis) dan SI Putih Islam. Kemudian pada tanggal 20 Mei 1920, setelah mendapat banyak dukungan dari setengah anggota SI, ISDV berganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. 4 tahun setelah itu barulah berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak saat itu PKI lahir dengan paham komunisnya yang merajalela sepanjang 42 tahun lamanya di Indonesia.

Berkaitan dengan Teori Pertukaran Sosial, ISDV berhasil melakukan proses negosiasi atas dasar kesamaan kepentingan, bahwasannya setiap rakyat Indonesia berhak mendapaktkan hak yang setara, sehingga Sebagian anggota terpengaruh dan bergabung Bersama ISDV.

Partai Komunis Indonesia dan Tujuannya

PKI dikenal sebagai salah satu partai tertua di Indonesia, yang memiliki cukup banyak pengikut didalamnya, diantaranya buruh, petani, bahkan intelektual. Adapun tujuan PKI dibentuk tak lain ialah untuk menentang imperialisme dan kapitalisme Belanda dengan membangun serikat pekerja dan untuk membangunn kesadaran politik diantara para petani.

Pada masa terbentuknya PKI, Teori Konflik sangat berkaitan dengan dinamika pergerakan PKI, pasalnya beberapa pemberontakan akibat perbedaan pendapat seringkali terjadi. Pada tahun 1926 PKI sempat melancarkan pemberontakan kepada pemerintah Belanda, hanya saja pemberontakan ini berhasil dipadamkan. Tokoh dan ribuan anggota PKI dibuang ke Boven Digul.

Setelah kurun waktu yang lama, PKI Kembali melancarkan pemberontakannya di Madiun atas kendali Muso Amir Syarifuddin. Sesuai dengan Teori Interaksi Simbolik, mereka membayangkan terwujudnya Indonesia yang menjujung tinggi persamaan hak sehingga mereka bertujuan untuk menggulingkan Pemerintahan Indonesia dengan mengganti landasannya. Tak hanya itu, pemberontakan ini juga memiliki tujuan membentuk Republik Indonesia Soviet, mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunisme, dan mengajak petani dan buruh untuk melakukan pemberontakan

Peristiwa G30S PKI

PKI kembali melakukan pemberontakan, yang sampai saat ini masih teringat yaitu “Gerakan 30 September / G30S” Gerakan ini dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit atau sering disapa D.N Aidit. Masih dengan tujuan yang sama yaitu menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti landasan Pancasila menjadi Komunis.

Gerakan ini dimulai pada 1 Oktober 1965 dini hari, bersamaan saat Letkol Untung menjabat sebagai anggota Cakrabirawa (Pengawal Istana) memimpin pasukan PKI. Sasaran Gerakan ini ialah Perwira Tinggi TNI AD Indonesia. Diantara 6 orang ada 3 yang dibunuh langsung di kediamannya. Dan sisanya diculik dan dibawa dan disiksa di lubang buaya.

Beberapa perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban G30 S PKI adalah Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Satu orang sasaran utama yang berhasil lolos dari peristiwa berdarah tersebut yaitu Jenderal AH Nasution, beliau terselematkan berkat istrinya, Johanna Suniarti, dan ajudannya, Pierre Tendean.

Johanna menyadari bahwa yang menyerang rumahnya yaitu pasuka Cakrabirawa, mereka langsung mengepun rumah Jenderal AH Nasution, dan mencoba untuk masuk ke kamarnya. Johanna menahan pintu yang didorong Cakrabirawa dan menyuruh AH Nasution untuk menyelamatkan diri.

Johanna berusaha menahan pintu agar AH Nasution punya waktu untuk menyelamatkan diri, beberapa peluru yang di tembakan kearah tembok kamar, membangunkan Mardiah, adik Nasution dan Ade Irma Suryani, anaknya. Mardiah membawa Ade Suryani kabur dari kamar. Namun sayangnya, Ade Irma keburu tertembak di punggungnya 3 kali.

Disisi lain, Nasution berhasil melarikan diri dengan memanjat pagar halaman kedubes Iraq, lalu Ketika turun kaki Nasution pun patah, dan ia langsung bersembunyi dibalik drum bekas di halaman kedubes Iraq. Ade Irma pun menjadi pelindung bagi ayahnya sehingga bisa lolos dari kejaran Cakrabirawa.

Kasus ini menyimpan banyak cerita dan pelajaran, diantaranya dalam aspek teori sosiologi beberapa teori seperti Tindakan Komunikastif yang menjelaskan musyawarah PKI dalam membunuh beberapa perwira tinggi. Kemudian ada pula kaitannya dengan Teori Konflik yang menjelaskan bahwa tujuan utama PKI ialah karena mereka berkompetisi dan memiliki kepentingan untuk meruntuhkan kekuasaan Soekarno guna menjadikan Indonesia yang berideologi Komunis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image