Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Firda Nur Afifah

Hijrah: Bukan Sekedar Tempat!

Agama | Thursday, 11 Jul 2024, 12:10 WIB

 

Setelah selesai di bulan Dzulhijjah tak terasa kita akan memasuki bulan besar lainnya sekaligus tahun baru islam, yakni bulan Muharram. Banyak sekali keutamaan dari bulan Muharram ini. Misalnya puasa sunnah di bulan Muharam sangat dianjurkan. Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharam dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam," (HR Muslim). Begitu pula dengan berpuasa Asyura, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang keutamaan puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab, "Puasa Asyura melebur dosa setahun yang telah lewat," (H.R. Muslim).

Di bulan Muharram sendiri terdapat peristiwa penting seperti diterimanya taubat Nabi Adam as setelah sebelumnya dikeluarkan dari surga, diselamatkannya Nabi Nuh as dan kaumnya dari kapal setelah banjir bandang, diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari Raja Namrud yang membakar tubuhnya, dibelahnya laut merah untuk Nabi Musa as dan Bani Israil, serta ditenggelamkannya raja Fir’aun dalam lautan, dikeluarkannya Nabi Yunus as dari perut ikan nun (ikan paus yang sangat besar), isembuhkannya Nabi Ayyub as atas penyakitnya, diampuninya Nabi Muhammad SAW dari kesalahan yang telah lewat dan yang akan datang, dan hijrahnya Rosulullaah, meninggalkan kota Mekkah yang saat itu masih dipenuhi oleh kemaksiatan ke Madinah dan membangun negara di Madinah dengan menerapkan hukum islam yang mulia.

Sungguh akan sangat disayangkan apabila kita sampai melewatkan bulan Muharram tanpa perubahan besar dalam hidup kita terlebih tanpa ampunan Allah yang kita dapatkan. Padahal, telah dikisahkan banyak ampunan dan pertolongan yang Allah berikan pada para kekasihNya. Ini juga menjadi momen refleksi bagi kita semua sebagai muslim dan manusia, apakah kita telah menjadi sebenar-benar hamba, totalitas dalam beribadah, ridho melaksanakan seluruh syari’atNya, atau sebaliknya.

Setahun berlalu telah banyak peristiwa yang menimpa muslim karena ketiadaan pengaturan dari Sang Pencipta di dalamnya. Palestina yang terus dibombardir hingga syuhada menembus 38.000 jiwa namun kita seperti kaum yang lemah dan tidak berdaya, kasus kematian dan korban judi online yang semakin tak terkendali, kesehatan dan pendidikan yang tak terjamin, kasus korupsi yang kian menjadi, hingga kasus maraknya aborsi, perselingkuhan, dan perzinahan yang dilakukan oleh remaja hingga tua masa kini. Dirasa atau tidak, kondisi yang serupa pernah di alami oleh Rosulullaah semasa islam belum bisa diterapkan di Makkah. Kini pun sama, kita tanpa islam yang menjadi landasan berfikir bagi setiap muslim bahkan negara, hidup dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan hawa nafsu dan pikiran manusia memimpin peradaban sehingga menciptakan peraturan yang berasal dari sana dan timbulah kerusakan-kerusakan. Dengan kata lain, kita sama seperti hidup dalam masa jahiliyah. Berbeda dengan setelah islam dapat dilaksanakan seluruhnya baik oleh individu, masyarakat, maupun negara, umat islam bahkan warga yang beragama selain islam sangat terjaga. Misalnya saat kekhilafahan dipimpin oleh Mu’tashim billaah, terdapat aduan dari srang muslimah, khalifah langsung mengerahkan tentaranya untuk mengepung orang romawi yang telah melecehkannya. Atau pada saat zaman Harun Ar-rasyid yang muncul ilmuan-ilmuan terkenal seperti ibnu sina, al-khawarizmi, dan yang lainnya. Begitu pula pada zaman umar bin khattab yang menggotong sendiri bahan makanan untuk orang miskun dan umar bin abdul aziz yang rela berkeliling untuk mencari warga yang harus diberi zakat namun ternyata beliau sendiri lah yang lebih layak mendapatkan zakat kata para warga. Tentunya kita merindukan pemimpin yang takut pada Tuhannya dan peduli pada warganya seperti ini.

Oleh karena itu, penting dan merupakan sebuah keharusan bagi kita untuk meninggalkan meninggalkan sistem semacam ini dan kembali kepada islam. Tidak cukup dengan memperbaiki di dalam ranah hablum minallah dan akhlak semata, namun secara totalitas menghamba, karena sejatinya setiap kegiatan kita merupakan ibadah, dan kita memiliki 3 dimensi yang wajib kita laksanakan, hablum minallah, hablum minannafs, dan hablum minannas, termasuk pada pengurusan umat politik pemerintahan. Namun ketaatan totalitas semacam ini tak bisa kita laksanakan kecuali dalam Khilafah Islamiyah yang menjadikan Islam sebagai landasan negaranya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image