Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Ridho

Pantun Menjadi Media Kritik yang Asik

Sastra | 2024-07-03 18:50:39
Ilustrasi Pantun (foto: Freepik)

Wacana kebijakan pemerintah yang baru-baru ini terjadi banyak membuat keresahan dari masyarakat dari kebijakan pemberian bansos kepada korban judi online sampai wacana adanya dewan social media dan lain-lainya. Hal tersebut banyak mengundang kontroversi dari masyarakat yang terjadinya kritik kepada pemerintah.Namun di era sekarang banya warga yang mengritik hal tersebut di social media seperti Instagram,facebook,x,dan juga youtube. Masyarakatt sudah mulai banyak yang mengeluarkan bentuk keresahan yang berbeda-beda seperti halnya ada yang berupa wawancara,membuat narasi pendek,dengan comedy,dan salah satunyayaitu pantun.

Di tengah hiruk pikuk era digital dan gempuran media sosial, secercah tradisi budaya Indonesia kembali bersinar: pantun. Bukan sekadar hiburan rakyat, pantun menjelma menjadi media kritik yang asik dan mengena, menyapa telinga dan membuka mata khalayak ramai.

Layaknya alunan musik yang memesona, pantun membungkus kritik tajam dengan cara yang ringan dan mudah diterima. Bait-baitnya yang tersusun rapi, penuh makna, dan terkesan jenaka mampu menggugah kesadaran dan mendorong perubahan tanpa terkesan menggurui.

Di balik irama dan rima yang indah, tersembunyi pesan-pesan penting yang mengkritik kebijakan pemerintah, menyuarakan aspirasi rakyat, dan mendorong terciptanya demokrasi yang sehat. Keunikan pantun sebagai media kritik terletak pada kemampuannya untuk menyampaikan pesan secara tidak langsung, mengajak pembaca untuk merenungkan dan memahami situasi dengan cara yang lebih humanis.

1. Kekuatan Pantun dalam Kritik Sosial

Pantun memiliki struktur yang sederhana namun kuat, dengan dua baris sampiran yang mengantarkan dua baris isi yang mengandung pesan. Hal ini memungkinkan pantun menyampaikan kritik secara tersirat, membuat penerima pesan merenung lebih dalam. Sebagai contoh, pantun berikut bisa digunakan untuk mengkritik perilaku koruptif:

Berakit-rakit ke hulu,

Berenang-renang ke tepian,

Korupsi membawa malu,

Jangan lakukan di kemudian.

Dalam pantun tersebut, kritik terhadap korupsi disampaikan dengan cara yang lembut namun tajam, mengajak pendengar untuk memikirkan akibat dari perbuatannya.

2. Pantun: Kritik yang Menghibur

Salah satu kelebihan pantun adalah kemampuannya menghibur sambil menyampaikan kritik. Pantun sering kali menggunakan permainan kata dan humor untuk menarik perhatian pendengar. Hal ini menjadikan kritik yang disampaikan terasa lebih ringan dan mudah diterima. Misalnya, pantun berikut bisa digunakan untuk mengkritik kemalasan:

Burung merak terbang tinggi,

Hinggap di dahan tak bertuan,

Malas bekerja rezeki lari,

Nanti hidupmu kekurangan.

Dengan nada yang jenaka, pantun ini mampu menyampaikan pesan bahwa kemalasan bisa membawa kesulitan di masa depan.

3. Keberlanjutan Tradisi dan Relevansi Pantun

Pantun merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Menggunakan pantun sebagai media kritik bukan hanya menjaga keberlanjutan tradisi, tetapi juga menjadikannya relevan di masa kini. Dengan menggunakan pantun, kita tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya kepada generasi muda. Pantun berikut bisa digunakan untuk mengkritik kurangnya apresiasi terhadap budaya lokal:

Pergi ke pasar membeli ikan,

Ikan dibeli segar dan sehat,

Budaya kita jangan lupakan,

Warisan leluhur sangatlah hebat.

Pantun sebagai media kritik memiliki keunikan tersendiri. Dengan struktur yang sederhana, pesan yang tersirat, dan nada yang menghibur, pantun mampu menyampaikan kritik tanpa menimbulkan perasaan tersinggung. Menghidupkan kembali tradisi pantun dalam konteks kritik sosial tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menciptakan bentuk komunikasi yang lebih santun dan menyenangkan.

Dalam dunia yang semakin kompleks ini, kita perlu cara-cara yang lebih kreatif dan menyenangkan untuk menyampaikan kritik. Pantun, dengan segala keindahan dan kedalamannya, menawarkan solusi yang tepat. Mari kita lestarikan tradisi ini dan menjadikannya media kritik yang asik dan efektif. Sebab, kritik yang disampaikan dengan hati, pasti lebih mudah diterima dan diresapi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image