Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aulia

Bersaing untuk Nomor Urut, Potensi Kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru

Kebijakan | Tuesday, 02 Jul 2024, 13:47 WIB

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bagaikan gerbang awal menuju masa depan gemilang bagi generasi muda Indonesia. Namun, gerbang ini tak luput dari bayang-bayang kecurangan dan manipulasi.

Tulisan ini bertujuan untuk mengupas sisi kelam PPDB, menilik hasil kajian penulis lain, dan menawarkan refleksi kritis terhadap sistem lama dan baru, serta mengusulkan solusi untuk mewujudkan PPDB yang lebih adil dan berintegritas.

Dokumen pribadi

Potensi Kecurangan

Berbagai pihak, tergiur oleh peluang dan koneksi, nekat memanipulasi proses PPDB demi meloloskan siswa tertentu. Praktik curang seperti memanipulasi nilai, menggunakan calo, hingga suap menjadi modus operandi yang menggerogoti integritas sistem.

Kajian Transparency International Indonesia (2022) mengungkap bahwa 37% responden pernah mengalami atau mengetahui praktik suap dalam PPDB. Hal ini diperparah dengan lemahnya pengawasan dan minimnya transparansi, membuka celah bagi oknum tak bertanggung jawab untuk bermain api.

Manipulasi Data: Berbagai pihak, seperti orang tua, oknum sekolah, dan calo, memanfaatkan celah sistem untuk memanipulasi data nilai, surat keterangan, dan dokumen lainnya demi meloloskan siswa tertentu.

Suap dan Nepotisme: Praktik suap dan nepotisme masih merajalela, di mana orang tua dengan koneksi dan kekuasaan "membeli" tempat bagi anak mereka di sekolah favorit.

Peluang dan Koneksi: Sistem PPDB yang berbasis zonasi dan jalur prestasi masih membuka peluang bagi siswa dengan latar belakang tertentu untuk diuntungkan, memarjinalkan mereka yang kurang mampu atau tidak memiliki koneksi.

Contoh Kasus:

KPK menemukan adanya praktik kecurangan dalam bentuk suap, pemerasan, dan gratifikasi pada proses penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Temuan dugaan ini ditemukan melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023.

Dalam beberapa tahun terakhir di kota Padang, terjadi keributan antara masyarakat dan pihak sekolah karena mereka yang berada dalam zona tidak diterima di sekolah tersebut padahala jaraknya hanya beberapa ratus meter saja. Akibatnya gerbang sekolah sempat disegel dan dijaga oleh masyarakat.

Dalam beberapa kasus lain, orang tua calon siswa sengaja memindahkan alamat ke lokasi yang terdekat ke sekolah yang menjadi incaran. Biasanya ini bagi mereka yang memiliki keluarga di dekat lokasi sekolah. Sementara Sebenarnya mereka tetap tanggal di rumah yang alamatnya jauh dari sekolah tersebut.

Tahun 2022 Kasus PPDB di Sumatera Barat menjadi sorotan tajam karena pembatalan kelulusan sejumlah siswa yang diduga melakukan kecurangan dalam meningkatkan nilai rapor. Tindakan ini memicu pro dan kontra, dengan beberapa pihak mendukung pembatalan demi menegakkan keadilan, sementara pihak lain menyayangkan dampak negatif bagi siswa yang dirugikan.

Modus Kecurangan PPDB

Beragam modul yang dilakukan oleh orang tua calon siswa agar anak mereka bisa diterima di sekolah tertentu. Berikut adalah diantaranya:

1. Manipulasi Nilai dan Prestasi

Manipulasi nilai rapor dan surat keterangan prestasi merupakan salah satu modus yang sering terjadi. Orang tua dan oknum sekolah bekerja sama untuk meningkatkan nilai rapor siswa atau memalsukan dokumen prestasi demi meloloskan siswa dalam seleksi PPDB. Berdasarkan penelitian oleh Dyah Aryani (2022), kasus manipulasi nilai ini sering terjadi di beberapa sekolah favorit di Indonesia.

2. Suap dan Nepotisme

Orang tua yang ingin anaknya diterima di sekolah favorit rela memberikan suap kepada oknum sekolah atau pejabat terkait. Beberapa studi menunjukan bahwa nepotisme masih menjadi masalah serius dalam PPDB di beberapa kota besar.

3. Pemalsuan Nilai dan Manipulasi Data

Kemudahan akses informasi dan teknologi membuka peluang baru bagi praktik kecurangan, seperti pemalsuan nilai dan manipulasi data. Oknum yang tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah memalsukan nilai rapor atau mengubah data pada sistem PPDB online. Menurut beberapa pakar, era digital memberikan celah baru bagi pelaku kecurangan untuk memanipulasi data dan nilai secara online.

4. Faktor Psikologis yang Mendorong Kecurangan

Faktor psikologis, seperti ambisi berlebihan dan rasa takut gagal, mendorong orang tua dan sekolah untuk melakukan kecurangan. Orang tua ingin anaknya mendapatkan pendidikan terbaik, dan rasa takut gagal mendorong mereka untuk mencari celah untuk meloloskan anaknya. Beberapa peneliti menemukan bahwa tekanan sosial dan harapan tinggi dari orang tua menjadi pemicu utama kecurangan dalam PPDB.

Persyaratan dan Isu Terbaru dalam Perengkingan

Sistem PPDB terus berevolusi, menghadirkan persyaratan dan isu baru dalam menentukan perengkingan. Zonasi, afirmasi, prestasi non dan akademik , dan nilai raport

Namun, sistem ini tak luput dari kritik. Sistem zonasi bisa saja dianggap diskriminatif bagi siswa berprestasi yang tinggal di luar zona. Afirmasi dikhawatirkan memicu stigmatisasi. Prestasi dirasa kurang holistik dalam mengukur potensi siswa. Dan nilai rapor, seringkali hanya mencerminkan nilai subjektif, bukan kecerdasan dan bakat yang sesungguhnya.

Sistem zonasi juga menimbulkan masalah karena ketidak merataan lokasi SMA Negeri, akan ada beberapa daerah pemukiman menjadi “blank spot” alias tidak masuk zona.

Bagi calon siswa yang nilai akademik tinggi tidak akan kesulitan mendapatkan sekolah, sementara bagi yang tidak lulus jalur akademik sementara daerah tidak masuk zona, alternatif terakhir adalah masuk sekolah swasta. Hal ini dialami oleh beberapa di Kota Padang.

Sistem PPDB saat ini menerapkan berbagai persyaratan dan sistem perengkingan, seperti nilai akademik, prestasi non-akademik, dan jarak rumah ke sekolah. Namun, sistem ini masih memiliki beberapa isu seperti:

Sistem yang fokus pada nilai akademik seringkali mengabaikan potensi dan bakat siswa yang berprestasi di bidang non-akademik.

Siswa dari keluarga kurang mampu mungkin tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan lomba, sehingga tertinggal dalam perengkingan prestasi non-akademik.

Kriteria pertimbangan dalam sistem perengkingan seringkali tidak jelas dan transparan, membuka peluang bagi manipulasi dan subjektivitas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image