Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fira Masita

Eksplorasi Bangunan Tua di Kawasan Religi Ampel: Tradisi dan Modernitas

Sejarah | Monday, 01 Jul 2024, 20:28 WIB
Pintu Masuk Wisata Religi Sunan Ampel, Arsip Pribadi

Kawasan Ampel yang berada didaerah utara kota Surabaya, dekat dengan pelabuhan dan sungai utama kota yakni Kali Mas. Ampel dulunya adalah tanah peninggalan dari kerajaan Majapahit. Sekitar abad ke -14 kawasan ini dipinjamkan kepada Raden Rahmat atau yang dikenal dengan nama Sunan Ampel[1]. Ampel menjadi terkenal sejak kedatangan Sunan Ampel, salah satu tokoh yang termasuk kedalam golongan sembilan orang penyebar agama Islam pertama di tanah Jawa atau Walisongo, yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa pada abad ke-14.

Masjid Sunan Ampel, yang didirikan pada tahun 1421, menjadi pusat dari segala aktivitas keagamaan dan sosial di kawasan ini. Kawasan di sekitar masjid kemudian berkembang menjadi pemukiman yang dihuni oleh komunitas Arab yang datang untuk berdagang dan menetap. Masjid Ampel sejak beberapa dekade kebelakang banyak difungsikan sebagai pusat dakwah dan pengajaran agama (pesantren) dan dulunya merupakan sarana pengajaran agama pertama di pulau Jawa khususnya kota Surabaya.

Kawasan Ampel juga terkenal dengan kekayaan arsitekturnya yang memadukan elemen-elemen tradisional Arab dan Jawa. Di setiap sudutnya, akan ditemukan jejak-jejak masa lalu yang masih terawat dengan baik, memberikan kita gambaran tentang kehidupan di masa lampau yang berpadu dengan modernitas masa kini. Namun, dalam perjalanannya kawasan ampel juga mendapatkan pengaruh dari para penjajah. Pelaku kolonialisasi yang pada masa itu membawa banyak pengaruh. Pengaruh yang dibawa mulai dari dalam bidang budaya layaknya budaya Indis, bentuk teknologi baru dan arsitektur seperti bentuk arsitektur Indis. Arsitektur Indis dianggap sebagai arsitektur yang muncul akibat percampuran teknologi arsitektur Belanda dan kondisi iklim Hindia Belanda.

Masjid Sunan Ampel menjadi ikon utama kawasan religi ini. Dibangun pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, salah satu dari Walisongo yang memperkenalkan agama Islam di Jawa Timur. Berdiri megah dengan menara tingginya yang menjulang ke langit dan dikelilingi oleh rumah-rumah tua yang dihiasi dengan ornamen-ornamen khas Arab. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya, menjadikannya sebagai jantung dari kehidupan di Ampel. Selain masjid, terdapat juga jalan-jalan sempit yang dipenuhi dengan toko-toko tradisional, pasar-pasar yang ramai, serta rumah-rumah tua yang masih mempertahankan arsitektur aslinya.

Pasar bagian Selatan Wisata Religi Sunan Ampel, Arsip Pribadi

Jalan-jalan di sekitar Masjid Sunan Ampel dipenuhi dengan pasar dan toko-toko tradisional yang menjual berbagai macam barang, mulai dari rempah-rempah, kain, hingga barang-barang keperluan ibadah. Pasar ini bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga tempat bertemunya berbagai budaya dan tradisi yang masih dijaga hingga sekarang. Pertukaran budaya juga didukung oleh banyaknya etnis yang berbeda yang berjualan disana.

Mulai dari kalangan Arab, Jawa, China hingga Madura yang dewasa ini menjadi salah satu etnis yang memiliki banyak kontribusi sebagai etnis yang banyak tinggal di wilayah sekitar Ampel. Hal ini terlihat dari pola bahasa dan logat para penjual yang kerap tampak menggunakan logat khas bahasa Madura.

Pintu toko dan teralis ventilasi, Arsip Pribadi

Arsitektur bangunan tua di Ampel menampilkan perpaduan pengaruh Jawa dan Islam, yang mencerminkan beragamnya latar belakang budaya para pembangunnya. Berciri khas ukiran rumit, dekorasi hiasan, dan desain unik. Bangunan-bangunan tua di Ampel mencerminkan nilai-nilai tradisional yang pada akhirnya berfungsi sebagai bukti hidup kekayaan warisan budaya masyarakat yang menampilkan keahlian dan gaya arsitektur masa lalu.

Seiring berjalannya waktu, banyak bangunan tua di Ampel yang mengalami restorasi dan modernisasi. Upaya ini dilakukan untuk menjaga keaslian dan fungsionalitas bangunan, namun tetap mempertahankan nilai historisnya. Bangunan-bangunan baru di sekitar Ampel sering kali dirancang untuk melengkapi struktur lama, menggunakan bahan-bahan modern seperti beton dan kaca, tetapi tetap menghormati estetika tradisional.

Harmoni antara tradisional dan modernitas terlihat jelas di kawasan Ampel. Banyak bangunan tua yang telah direnovasi untuk memenuhi kebutuhan modern tanpa menghilangkan elemen tradisionalnya. Misalnya, beberapa rumah tua di kawasan ini kini berfungsi sebagai toko atau kafe, dengan interior yang diperbarui namun tetap mempertahankan ornamen klasik dan struktur asli bangunan.

Atap toko disekitar Ampel dan Ornamen pintu Masjid Ampel, Arsip Pribadi

Dalam salah satu contoh dimana para pelaku ekonomi masih mempertahankan nilai asli dari sautu bangunan yang telah ada, di gambar atap toko diatas. Atap yang memiliki bentuk khas bangunan Belanda yang memiliki arsitektur khas Emipre Style dengan bentuk atas perisai dan ornamen di tengahnya berupa bentuk seperti suatu bangunan dengan dua menara di sampingnya. Hal unik yang membuat atap ini semakin menunjukkan percampuran budaya adalah adanya simbol bunga setengah yang berada di didinding atap. Simbol tersebut sering terlihat di teralis atas pintu masjid Ampel seperti yang ditampilkan digambar ornamen pintu masjid Sunan Ampel di atas yang memiliki bentuk bunga. Tidak hanya disana, bentuk bunga ini juga banyak di temukan di gapura-gapura maupun tembok dikawasan Masjid Ampel. Pengguanaan simbol bunga ini membuat simbol bunga ini yang dibuat dalam didinding atap bangunan toko tersebut sebagai simbol representasi bahwa bangunan tersebut berada dan mendukung serta menjadi bagian dari kawasan Ampel.

[1] Syamir Alkatiri dan Aditya Rahman Yani, “VIDEO DOKUMENTER SEJARAH KAWASAN AMPEL,” no. 1 (t.t.)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image