Empati sebagai Pilar Wartawan dalam Meliput berita
Lainnnya | 2024-06-30 10:10:07
Empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami dalam sudut pandang orang lain, ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut biasanya orang yang memiliki empati akan mendukung agar tetap tegar dalam menjalani kehidupan. Empati sendiri memang bukan merupakan prinsip yang tercantum dalam kode etik jurnalistik, namun dalam kode etik jurnalistik yang terdapat 11 itu tentunya berkaitan dengan empati. Berikut merupakan 11 kode jurnalistik dan keitannya dengan empati:
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.Hal ini berarti wartawan harus menghasilkan berita yang akurat dan tidak bermaksud buruk kepada narasumber, untuk menghasilkan berita yang akurat diperlukan rasa empati karena dengan empati wartawan bisa menempatkan diri seolah menjadi seorang korban maupun pelaku sesuai dengan siapa yang sedang diwawancara. Dengan begini, wartawan bisa menghasilkan berita yang tidak memihak siapapun dan akurat sesuai dengan apa yang sedang terjadi.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.Seorang wartawan pastinya memiliki cara yang profesional dalam mendapatkan sebuah berita, namun seorang wartawan tidak boleh menghilangkan rasa empati itu. Memang empati tidak tertulis di kode etik jurnalistik, tetapi di mata masyarakat wartawan yang tidak mempunyai etika adalah wartawan yang egois, ingin mencapai tujuannya sendiri tanpa melihat orang lain.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.Hal ini berarti wartawan tidak boleh menghakimi, membela dan beropini. Wartawan hanya boleg menyajikan fakta tanpa opini, karena opini merupakan tanggapan perseorangan yang tidak layak untuk diberitakan. Tentunya berkaitan dengan rasa empati, karena adanya empati wartawan itu bisa menggali lebih luas tentang suatu fakta.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.Kode etik ini tentunya harus dipatuhi para wartawan. Untuk apa berita yang bohong, fitnah, sadis dan cabul? Hanya akan menyesatkan yang melihat berita tersebut. Maka dari itu empati diperlukan dalam kode etik jurnalistik untuk menyaring mana yang benar dan mana yang salah.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.Hal ini tentunya harus dipatuhi karena terkait dengan sebuah privasi, jika dikaitkan dengan empati, wartawan pasti akan lebih mengerti kenapa tidak boleh disiarkan dalam sebuah berita. Tak lain tak bukan adalah karena masalah privasi dan kenyamanan orang yang terkait.
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.Hal ini harus dipatuhi wartawan karena tidak etis jika menerima suap dari seseorang dengan memanfaatkan profesinya sebagai wartawan, maka dari itu diperlukan rasa empati untuk melihat bahwa menerima suap bukanlah hal yang benar.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.Hal ini berkaitan juga dengan rasa empati karena wartawan juga manusia yang memiliki hak untuk menolak dan menghargai.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.Hal ini tentu saja karena akan banyak kontra yang bertebaran, diperlukan rasa empati agar wartawan mengerti bahwa menyiarkan prasangka yang belum pasti juga diskriminasi akan membuat banyak orang tidak nyaman.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.Hal ini perlu dilakukan karena kepentingan publik seperti kebutuhan penyiaran harus dilangsungkan. Untuk menghormati tentang kehidupan pribadi tentu saja diperlukan rasa empati, tidak mungkin asal menyebar identitas narasumber padahal narasumber itu sendiri menjaga privasinya.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.Hal ini perlu dilakukan agar tidak menyebabkan keliruan dan menyesatkan warga. Untuk permintaan maaf bisa dilakukan jika memiliki empati karena telah menyediakan berita yang tidak sesuai dengan faktanya.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsionalHal ini perlu dilakukan karena wartawan tidak boleh asal dalam melayani hak jawab maupun hak koreksi, kaitannya dengan empati adalah wartawan bisa melayani dengan sepenuh hati karena tahu betul mana yang harus dilakukan.
Diatas merupakan kaitan kode etik jurnalis dengan empati. Seorang wartawan bisa saja berdiri tanpa rasa empati, namun ia akan selalu mengeluh dalam menjalani profesinya sebagai wartawan. Agar wartawan berwawasan luas, memperhatikan lingkungan sekitar dan orang lain tentunya diperlukan rasa empati.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.