Rp1.000 Jadi Rp1, Kok Bisa? Ini Arti Redenominasi dan Dampaknya Bagi Kita
Info Terkini | 2025-11-07 23:28:44
Surabaya — Isu redenominasi rupiah kembali ramai dibicarakan setelah wacana penyederhanaan nilai mata uang nasional ini diusulkan lagi oleh pemerintah. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyebutkan bahwa langkah redenominasi rupiah masih terus dikaji dan ditargetkan dapat rampung sekitar tahun 2026 hingga 2027.
Redenominasi sendiri bukanlah hal baru. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah beberapa kali membahas rencana ini sejak tahun 2010. Namun, penerapannya sempat tertunda karena kondisi ekonomi nasional yang belum stabil dan kebutuhan koordinasi lintas lembaga yang cukup kompleks. Kini, dengan perekonomian Indonesia yang mulai menguat pasca-pandemi, wacana ini kembali mengemuka.
Apa Itu Redenominasi?
Secara sederhana, redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal uang tanpa mengubah daya beli atau nilai tukar mata uang tersebut. Artinya, jika saat ini harga nasi goreng Rp10.000, maka setelah redenominasi nilainya menjadi Rp10. Nilai ekonominya tetap sama, hanya jumlah nol di belakang angka yang berkurang.
Langkah ini berbeda dengan sanering, yaitu pemotongan nilai uang yang membuat daya beli masyarakat menurun. Dalam redenominasi, nominal disesuaikan agar sistem keuangan dan transaksi menjadi lebih efisien, tetapi kekayaan dan pendapatan masyarakat tidak berubah.
Mengapa Pemerintah Ingin Melakukan Redenominasi?
Pemerintah menilai bahwa redenominasi dapat membantu memperkuat citra dan efisiensi sistem keuangan nasional. Penyederhanaan nominal uang akan memudahkan proses transaksi, pembukuan, dan akuntansi, baik di sektor publik maupun swasta.
Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin stabil dan modern. Dalam jangka panjang, redenominasi bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor terhadap rupiah di pasar global.
RUU Redenominasi Rupiah Kembali Digodok
Rencana ini kini sedang disiapkan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. RUU tersebut akan mengatur teknis pelaksanaan, masa transisi, serta bentuk uang baru yang akan diedarkan nantinya.
Pemerintah menargetkan proses pembahasan dapat selesai dalam dua hingga tiga tahun ke depan, dengan implementasi bertahap hingga 2027. Selama masa transisi, uang lama dan uang baru akan tetap berlaku bersamaan agar masyarakat memiliki waktu beradaptasi.
Tidak Perlu Takut, Nilai Uang Tidak Berkurang
Bagi sebagian orang, kabar redenominasi mungkin menimbulkan kekhawatiran: “Apakah uang saya jadi lebih sedikit nilainya?” Jawabannya: tidak. Nilai uang tetap sama, hanya cara penulisannya yang berubah. Misalnya, saldo tabungan Rp5.000.000 setelah redenominasi akan menjadi Rp5.000, namun daya beli dan nilainya tetap identik.
Selain itu, penerapan redenominasi nantinya akan dilakukan bertahap. Selama masa transisi, uang lama dan uang baru akan beredar bersamaan agar masyarakat bisa beradaptasi dengan mudah.
Manfaat Jangka Panjang
Selain mempermudah transaksi, redenominasi bisa membuat sistem keuangan lebih efisien dan memperkuat citra rupiah di mata internasional. Negara-negara lain seperti Turki dan Korea Selatan juga pernah melakukan langkah serupa, dan hasilnya berdampak positif terhadap stabilitas ekonomi.
Dengan implementasi yang matang, redenominasi rupiah diharapkan tidak hanya memperindah tampilan mata uang, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan kestabilan ekonomi Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
