Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hikmatul Aulia

Tiga Target Dakwah Retorika

Pendidikan dan Literasi | 2024-06-27 15:50:09
Sumber: Dokumen Pribadi

Secara keseluruhan, tujuan retorika dakwah adalah individu, termasuk mereka yang beragama Islam, non-Muslim, dan juga munafik. Pada periode awal Islam, Nabi Muhammad menyampaikan dakwah berdasarkan wahyu Allah yang terdapat dalam al-Qur'an. Untuk mengidentifikasi kelompok sasaran dakwah secara retorika, dapat dilakukan dengan memperhatikan tanggapan individu terhadap al-Qur'an.

Ayat yang menunjukkan tespons manusia terhadap al-Qur'an terukir secara permanen dalam makna ayat, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.” (QS. Fathir/35: 32).

Berdasar ayat ini, kelompok pertama merespons turunnya al Quran dengan cara menganiaya diri sendiri (zalim linafsih).

Frasa ini, menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, adalah orang yang lalai terhadap sebagian dari perintah yang diwajibkan dan malah mengerjakan sebagian dari larangan yang diharamkan.

Sebagai contoh, ketika Al-Qur'an menyuruh untuk menyembah Allah, individu tersebut justru menyembah berhala. Ketika Al-Qur'an memerintahkan pembayaran zakat, individu tersebut malah mengabaikannya. Namun, ketika Al-Qur'an menyerukan untuk berbuat yang baik, sebaliknya individu tersebut melakukan perbuatan yang buruk.

Dari respons mereka terhadap wahyu Al-Qur'an, dapat disimpulkan bahwa mereka termasuk dalam kalangan kafir. Mereka merupakan sasaran utama retorika dakwah.

Kelompok kedua menanggapi dengan ragu-ragu atau setengah-setengah terhadap kebenaran Al-Qur'an. Di antara mereka, pengarang kitab Tafsir Jalalain, hanya menerapkan sebagian dari ajaran tersebut.

Padahal Allah menandaskan, “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al Qur an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu.” (QS. al-Baqarah/2: 23).

Karakter lain dari kelompok kedua ini, menurut Ibnu Katsir, adalah individu yang mematuhi perintah yang diwajibkan padanya dan menghindari larangan yang diharamkan, namun kadang-kadang tidak melaksanakan sebagian dari perbuatan yang disunahkan dan malah melaksanakan sebagian dari perbuatan yang dimakruhkan (tidak disukai).

Secara kontekstual, ini mencerminkan kondisi psikologis orang-orang munafik. Secara historis, sikap ini sangat ditakuti oleh umat Nabi, terutama saat ada kelompok orang yang mengaku beriman dan ikut dalam Perang Badar, namun meninggalkan medan pertempuran ketika musuh mendekat. Kaum munafik merupakan sasaran retorika dakwah yang kedua.

Kelompok ketiga merespons dengan bersegera berbuat kebaikan (sabiq bil-khairat). Sikap kelompok ini linier dengan perintah Allah, “Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan.” (QS. al-Baqarah/2: 148). Frasa “berlomba-lomba (dalam berbuat) kebaikan”, bagi pengarang kitab Tafsir Jalalain, artinya segera menaati dan menerimanya. Inilah sasaran retorika dakwah ketiga.

Inilah tiga target dakwah retorika berdasarkan tanggapan mereka terhadap wahyu Al-Qur'an. Kelompok terakhir dianggap sebagai yang terbaik. Mereka merupakan target dakwah retorika yang diharapkan dapat meneruskan gerakan dakwah dari generasi ke generasi secara konsisten dan berkelanjutan.

Selain dalam konteks tersebut, target dakwah retorika juga dapat dilihat dari segi stratifikasi sosial yang mencakup kelas atas dari segi pendidikan dan ekonomi, kelas menengah, dan kelas bawah. Lebih detail lagi, target dakwah retorika dapat dipetakan berdasarkan jenis kelamin, geografis, etnis, dan faktor lainnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image