Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anwar Munawar

Menelusuri Jejak Sejarah Sarekat Islam Dalam Membangkitkan Nasionalisme di Indonesia Melalui Buku Ba

Sejarah | Thursday, 27 Jun 2024, 06:57 WIB
Foto Hoesein Djajadiningrat bersama sang istri

Berdiri pada tahun 1911 di Surakarta oleh H. Samanhudi, Sarekat Islam pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan untuk melindungi para pedagang pribumi dari dominasi pedagang asing, khususnya Tionghoa. Tepat pada tahun 1912, organisasi ini merubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI) dan mulai memperluas tujuannya dari yang tadinya hanya sekedar asosiasi perdagangan menjadi gerakan politik dan sosial yang jauh lebih luas.

Dalam buku karyanya, Nagazumi menjelaskan bahwa peran awal SI sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi masyarakat pribumi yang terpinggirkan. SI berusaha memberdayakan ekonomi para anggotanya melalui koperasi dan pendidikan ekonomi. Organisasi ini menjadi wadah bagi para pedagang pribumi untuk bersatu dan melawan monopoli perdagangan yang dikuasai oleh pedagang asing.

Namun, seiring berjalannya waktu, peran SI berkembang tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga di bidang sosial. SI menjadi platform untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap diskriminasi sosial dan ekonomi yang dialami oleh rakyat pribumi. Melalui berbagai kegiatan sosial seperti pendidikan dan kesehatan, SI berusaha meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat luas.

Menurut Nagazumi, transformasi SI dari organisasi sosial dan ekonomi menjadi gerakan nasionalis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, interaksi antara pemimpin SI dengan tokoh-tokoh nasionalis lainnya, seperti Tirto Adhi Soerjo dan Raden Adjeng Kartini, yang memperluas wawasan mereka tentang pentingnya perjuangan nasional. Kedua, kesadaran akan perlunya persatuan di antara rakyat pribumi untuk melawan penjajahan Belanda.SI mulai terlibat lebih aktif dalam politik dengan mengajukan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1913, SI mengajukan petisi yang menuntut hak-hak politik dan sosial bagi rakyat pribumi. Petisi ini menandai awal mula keterlibatan SI dalam politik nasional dan menjadi inspirasi bagi organisasi-organisasi nasionalis lainnya.

Dalam analisisnya, Nagazumi menegaskan bahwa salah satu kontribusi terbesar SI adalah memperkenalkan konsep nasionalisme kepada rakyat Indonesia. Melalui berbagai aktivitasnya, SI berhasil membangkitkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan perjuangan bersama untuk mencapai kemerdekaan. SI juga menjadi contoh bagi organisasi-organisasi nasionalis lainnya dalam mengorganisir perlawanan terhadap penjajahan.

Selain itu, SI memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan kader-kader pemimpin nasionalis yang kemudian memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Agus Salim, dan Abdul Muis adalah beberapa contoh pemimpin SI yang menjadi figur sentral dalam gerakan nasionalis Indonesia.

Dalam karyanya, Nagazumi cenderung mengadopsi corak penulisan sejarah kolonial. Meskipun begitu, bukan berarti mendukung kolonialisme, tetapi lebih kepada menyajikan konteks yang mendalam dan kompleks mengenai bagaimana gerakan nasionalis seperti Sarekat Islam uncul dan berkembang di bawah pengaruh kolonialisme. Melalui pendekatan ini, Nagazumi dapat menunjukkan dinamika interaksi antara kekuatan kolonial dengan upaya lokal untuk membentuk identitas nasional yang akhirnya mengarah pada kemerdekaan Indonesia.

Dalam metode penulisannya, Nagazumi menggunakan beberapa metode penulisan sejarah, diantaranya: penelitian arsip dan dokumen sejarah, analisis kontekstual, pendekatan biografis, studi kelembagaan, pendekatan interdisipliner, dan pendekatan kritis. Dengan demikian, nagazumi mampu menyajikan sebuah karya yang mendalam dan komprehensif tentang Kebangkitan Nasionalisme Indonesia melalui studi kasus Sarekat Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image