Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Dina Aslamiyah

Perdagangan Melayu-Indonesia

Sejarah | 2024-04-20 15:15:28
gambar dari "Arsip Nasional republik Indonesia: Treasures from the the 17th and 18th VOC archive"

"Tulisan ini menjadi bagian dari riset dalam bidang sejarah ekonomi dan maritim karena perdagangan memiliki peran yang sangat signifikan dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia, dengan jalur perdagangan utama yang digunakan adalah jalur laut yang telah menjadi tulang punggung dalam menggerakkan aktivitas perdagangan di wilayah Indonesia"

Antara tahun 1450 hingga 1680, bagian dari Pulau Asia Tenggara yang disebut 'Negeri di Bawah Angin' menyaksikan kebangkitan Negara-negara Islam. Perkembangan ini dimulai di kota-kota pelabuhan serta kesultanan awal di pesisir utara Jawa, seperti Demak dan Cirebon, juga Aceh di Sumatra dan Melaka di Semenanjung Malaya. Periode ini dikenal sebagai 'Zaman Perdagangan' karena wilayah ini terhubung dengan jaringan perdagangan maritim global yang terus berkembang.

Pada abad ke-16 dan ke-17, kerajaan-kerajaan seperti Mataram, Aceh, Melaka, Makasar, Banten, dan Mataram bangkit dan runtuh. Selama periode ini, bahasa Melayu muncul sebagai bahasa perdagangan dan agama (Islam) yang paling penting. Kesultanan Melaka pada abad ke-16 menjadi contoh pertama kerajaan yang dimelayukan di awal periode modern. Abad kedelapan belas, yang dapat dianggap dimulai agak lebih awal pada akhir 'Zaman Perdagangan' sekitar tahun 1680, paling baik dilihat sebagai kategori sejarah yang terpisah. Perkembangan sejarah pada abad kedelapan belas yang 'panjang' ini (1680-1800) mengungkapkan karakteristik khusus mereka sendiri.

Pada awal abad ke-18, produksi kopi pertama kali dikembangkan di Priangan, Jawa Barat, menjadikan wilayah ini semakin terhubung dengan pasar dunia. Jawa Tengah mengalami serangkaian perang perebutan wilayah dan kekuasaan. Dalam upayanya untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan di pesisir utara Jawa, VOC terlibat dalam berbagai konflik hegemoni di Jawa. Jawa merupakan pengecualian dalam hal kekuasaan di antara wilayah-wilayah lain di dunia Melayu-Indonesia. Banyak wilayah lain, seperti Johor dan Siak, serta puluhan kerajaan kecil di Sulawesi dan Bali, termasuk kerajaan Balambangan di Jawa Timur, tetap relatif otonom selama abad ke-18. Meskipun pusat-pusat kekuasaan tradisional seperti Ternate dan Makassar telah jatuh ke tangan VOC, ini tidak berarti bahwa Belanda menguasai seluruh Sulawesi atau Maluku.

Daerah-daerah pinggiran yang lebih tua menjadi pusat-pusat baru. Para pedagang maritim Bugis, Mandar, dan Makassar memperluas jaringan dan pemukiman mereka di sepanjang pesisir Kalimantan, Riau-Johor, dan Sulawesi, menciptakan pertukaran barang, ide, dan budaya yang semarak di Selat Melaka, Dangkalan Sunda, dan Laut Jawa yang tak berbatas. Abad ke-18 yang 'panjang' dan kompleks ini dianggap berakhir pada 1 Januari 1800, ketika VOC dibubarkan dan Hindia Belanda (Indonesia) secara resmi berpindah ke tangan pemerintah Belanda. Setelah tahun 1800, terutama dengan kedatangan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada Januari 1808, hubungan Belanda dan Indonesia mengalami perubahan mendasar.

Melihat koleksi modern awal ANRI, seseorang mungkin tergoda untuk menyimpulkan bahwa hampir tidak ada yang bertahan dari korespondensi antarpulau antara para penguasa, pedagang, dan pemuka agama di Asia Tenggara. Namun, hal ini keliru. Arsip VOC memberikan informasi tentang fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa tertentu yang disebutkan dalam sejarah resmi atau karya-karya klasik istana seperti Babad Tanah Jawi dan hikayat-hikayat Melayu, yang merupakan naskah-naskah sastra dan budaya (silsilah) yang paling penting. Tidak diragukan lagi, keterbatasan utama dari arsip ini adalah pemilihan fakta dan pengamatan peristiwa yang dilakukan oleh orang Eropa pada masa itu yang bersifat sepihak. Hal ini dipengaruhi oleh kepentingan khusus dari para penulis dokumen. Tantangannya adalah menganalisis dokumen-dokumen ini dari perspektif non-Eropa, Indonesia, dan regional Asia. Untungnya, Catatan Harian Kastel Batavia juga memuat ratusan surat yang berasal dari Asia Tenggara. Surat-surat tersebut dikirim oleh kurir khusus yang beroperasi dalam sistem pertukaran informasi yang canggih. Dari perspektif yang menempatkan wilayah Melayu dan Indonesia di pusat strategis maritim Asia Tenggara, koleksi Harta Karun sangat penting.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image