Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hikmatul Aulia

Keterkaitan Adab Komunikasi Islam

Pendidikan dan Literasi | 2024-06-26 01:17:40
Sumber: Dokumen Pribadi

Oleh: Syamsul Yakin dan Hikmatul Aulia

(Dosen Retorika dan Mahasiswa Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Retorika dan dakwah secara efektif harus mengutamakan adab dalam menyampaikannya. Apa saja yang baik digunakan dan yang buruk ditinggalkan. Dalam konteks ini, baik dan buruk memiliki timbal balik dari kominakan yaitu orator atau dai, maupun kominakan yaitu audiens atau maudu’.

Adab secara umum dalam islam adalah aturan tentang sopan santun berdasarkan Al-qur’an dan hadist. Adab digunakan ketika sedang menjalin interaksi atau komunikasi antar individua tau kelompok. Salah satunya dalam islam, seperti adab menuntut ilmu yang dijelaskan dalam kita ta’lim muta’allim.

Dakwah juga dikenal dengan komunikasi islam yang mengutamakan kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Kepentingan adab dalam retorika dakwah ketika berkomunikasi tidak hanya pada hasil, tapi juga pada proses.

Secara islam adab dan akhlak berbeda. Adab adalah aturan yang bersifat memaksa sedangkan akhlak adalah panggilan hati tanpa adanya paksaan, lebih mudahnya, akhlak ialah respon spontan seseorang. Retorika dakwah lebih tepat mengimplementasikan adab karena bersifat mengikat.

Sementara akhlak atau respon spontan pada orator muncul begitu saja ketika menyampaikan ceramah atau pidato. Hal itu muncul bukan terikat aturan agama, budaya, rencana, atau pun settingan, karena akhlak bisa dipelajari dan akan menjadi kebiasaan.

Secara nilai, untuk pembicara dan penceramah, tata krama yang bermanfaat akan membantu mereka untuk berkembang menjadi individu yang lebih baik dalam cara berpikir dan bertindak sesuai dengan situasi dan kondisi yang spesifik. Hal ini dikenal sebagai etos dalam ilmu retorika yang juga mempengaruhi pendengar.

Berdasarkan uraian sebelumnya, etika retorika dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Pertama, norma-norma tentang tata krama, keramahan, dan moralitas saat berbicara untuk mendorong individu untuk berperilaku baik. Dalam konteks ini, seperangkat aturan ini ditujukan kepada pembicara atau penceramah.

Kedua, etika retorika dakwah mencakup norma-norma tentang hal-hal yang dianggap baik dan buruk yang menjadi pedoman yang harus diikuti oleh dai saat berdakwah atau pembicara saat berpidato. Poin penting dalam etika retorika dakwah adalah menjaga agar tidak terjerumus dalam perilaku yang salah.

Ketiga, etika retorika dakwah mencakup evaluasi positif dan negatif dari perilaku dai dan pembicara yang terlihat di berbagai media, termasuk panggung dan mimbar (media tradisional), radio dan televisi (media konvensional), serta platform media sosial (media baru).

Dai dan pembicara akan mendapatkan pujian dan apresiasi dari pengguna internet jika mereka mematuhi etika retorika dakwah. Namun, mereka akan mendapat kritik dan celaan jika melanggarnya. Tanggapan negatif dari pengguna internet di dunia digital cenderung lebih merugikan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Menyampaikan pesan dakwah memiliki kepentingan yang besar. Namun, menjadikan platform dakwah menjadi informatif, persuasif, dan menghibur juga sama pentingnya. Namun, aspek yang paling penting adalah menjunjung tinggi kesopanan, keramahan, dan moralitas dalam melalui seluruh proses tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image