Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ibnu Hariyanto

Dakwah Itu CInta

Agama | Thursday, 20 Jan 2022, 00:32 WIB

Salah satu indikasi bahwa seseorang itu beriman adalah ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal ini disebutkan dalam hadis rosul yang berbunyi:

Tidaklah seseorang diantara kalian beriman sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Salah satu diantara tanda seseorang mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri adalah berdakwah. Berbagi kebaikan serta mengingatkan sesama akan kemaksiatan.

Ngomong-ngoong tentang dakwah, penulis teringat sebuah kata-kata dari Syaikh Nashiruddin al Albani. Kurang lebih seperti ini, Jalan dakwah ini sangatlah panjang. Kita tidak diwajibkan untuk sampai ke ujungnya. Kita hanya diwajibkan untuk mati di atasnya.

Ada sebuah kisah dalam al quran yang menceritakan rasa cinta seseorang kepada saudara-saudaranya. Kisah ini diabadikan dalam surat yasin ayat 13-16.

Ayat ini berkisah tentang sebuah peristiwa yang menurut sebagian ahli tafsir terjadi di daerah Antioch—Antiokia, Turki. Ibnu Katsir mengatakan pada saat itu Nabi Isa mengutus tiga muridnya untuk berdakwah kepada penduduk kota tersebut. Mereka diutus untuk menyampaikan tauhid dan meninggalkan sesembahan selain Allah subhanallahuwa taala.

Sebagaimana jalan dakwah pada umumnya, ajakan mereka tidak diterima dengan mudah. Seruan mereka ditolak, dan disebut-sebut membawa sial. Bahkan penduduk kota mengancam bila mereka tidak menghentikan seruan dakwah itu, mereka akan dirajam oleh penduduk kota.

Pada saat itu, Allah Subhana wa ta ala mendatangkan seorang pria. Ia dikenal dengan nama Habib An-Najjar. Si tukang kayu dari sudut kota. Ia berseru ya Qoumi ittabi’ulmursaluun! Wahai kaumku, ikutilah seruan para utusan ini! Suaranya menggema memenuhi udara. Membuat gempar kerumunan yang hadir ditempat tersebut.

Ittabi’uu man laa yas’alukum ajron wahum muhtaduun! Ikutilah mereka yang tidak meminta imbalan dari seruannya dan mereka itu orang-orang yang diberi petunjuk.

Tidak hanya sampai disitu, ia menyeru kaumnya untuk berhenti menyembah patung-patung dewa yang berjejer di Amphi Theatre—tempat orang-orang biasa berkumpul, seperti Jupiter, Uranus, dan lain sebagainya. Dewa-dewa mereka itu tidak lebih dari batu-batu yang di pahat saja. Tidak dapat mendatangkan manfaat ataupun azab bagi mereka.

Saat itu, di tempat tersebut berkumpul seluruh golongan masyarakat kota Antioch. Mulai dari Patrichia—strata tertinggi, sampai golongan Plebia—strata terendah. Mendengar seruan serta dalih-dalih yang Habib An-Najjar serukan dengan rasa cinta, masyarakat golongan plebia mulai sadar dan membenarkan apa yang ia serukan. Sebab, keyakinan paganisme yang mereka anut sering dimanfaatkan kaum Patrichia untuk menindas golongan mereka.

Hingga pada akhirnya, Golongan Patrichia yang menyadari akan terjadinya gejolak sosial dan politik yang mungkin terjadi ini memerintahkan anak buah mereka untuk menghabisi Habib An-Najjar. Ia pun mati sebagai sayyidus syuhada’. Nyawanya dicabut ketika sedang menyampaikan sebuah kebenaran.

Diakhir hayatnya, Habib an-Najjar berpesan kepada para dai yang menghampirinya. Inni Amantu birobbikum fasma’uun. Sesungguhnya aku beriman kepada tuhan kalian, maka dengarkanlah. Atas nama Allah kemudian rasa cinta kepada saudara-saudaranya, ia rela mengorbankan nyawa sekalipun demi berbagi kebaikan dan mengingatkan sesama. Demi berdakwah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image