Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Laurents Sadina

All Eyes on Papua : Sebuah Dukungan untuk Suku Awyu dan Moi

Kolom | Saturday, 22 Jun 2024, 18:22 WIB
Postingan All Eyes on Papua yang viral di media sosial ©Teropongmedia.id

Setelah “All Eyes on Rafah” bergema di seluruh penjuru negeri, muncul “All Eyes on Papua” yang ramai muncul di berbagai platfom sosial media. Apa Itu “All Eyes on Papua”? mengapa hal itu menjadi trending topik di beberapa sosial media?. Ditarik dari beberapa sumber, slogan “All Eyes on Papua” muncul untuk memperjuangkan masalah di papua, khususnya ajakan mendukung perjuangan masyarakat adat di papua yang sedang menghadapi masalah deforestasi (Penebangan Hutan) untuk perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Indo Asiana Lestari yang mendapatkan izin dari pemerintah provinsi. Slogan “All Eyes on Papua” merupakan bentuk perjuangan yang sedang delakukan oleh salah satu suku lokal papua bernama suku Awyu dan Moi untuk memperjuangkan penolakan deforestasi yang terjadi di tanah adatnya. Perjuangan mereka dilakukan di Jakarta dengan aksi di depan kantor Mahkamah Agung pada tanggal 27 Mei 2024, mereka menuntut untuk menyelamatkan hutan mereka dan mencabut izin perkebunan sawit yang dimiliki PT Indo Asia Lestari yang diduga telah merusak hutan yang merupakan tanah adat mereka. Hal tersebut mereka lakukan sebagai aksi lanjutan setelah 2 kali perjuangan mereka kalah pada dua pengadilan yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura pada November 2023 dan Pengadilan Tata Usaha Negara Menado pada Maret 2024.

Mengapa deforestasi ini menjadi masalah serius? Apa akibat dari deforestasi yang terjadi di papua?.

Deforestasi sudah menjadi fokus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penanggulangan perubahan iklim, melalui United Nations Environment Programme (UNEP) memfokuskan negara maupun organisasi non negara (Non Government Organization - NGO) untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan harus dikelola dengan baik, dijaga dan di lestarikan. Namun yang dialami Indonesia berbanding terbalik dengan tujuan dari UNEP dimana tingkat deforestasi yang tinggi. Menurut data Global Forest Watch, Indonesia menjadi salah satu dari lima negara teratas yang kehilangan hutan selama dua decade terakhir dimana sejak tahun 2001 hingga tahun 2023 tercatat Indonesia kehilangan hutan utama sebesar 292 kha yang setara melepas emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 221 mt. data tersebut sejalan dengan data humanrightsmonitor.org, dimana total hutan yang hilang (deforestasi) khususnya di Papua periode Januari - Februari 2024 seluas 765,71 ha yang diduga berhubungan dengan pengembangan lahan untuk perluasan bisnis kelapa sawit dan eksploitasi hasil hutan kayu.

©linimassa.id

Selain itu berdasarkan data pemerintah pusat tahun 2021-2024 terkait daftar kota dan kabupaten dengan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia, terdapat 35 kota atau kabupaten di Papua yang mengalami kondisi kemiskinan ekstrem dimana Boven Digoel yang merupakan tempat suku Awyu tinggal menjadi salah satu dari daftar tersebut dan mirisnya berdasarkan data riset Yayasan Pustaka Bentala Rakyat pada tahun 2023, Boven Digoel menjadi kabupaten dengan tingkat deforestasi tertinggi di papua yang sedikitnya 51.000 hektare hutan telah gundul dan beralih fungsi.

Tak bisa di pungkiri jika Papua memiliki hutan alami yang luas yang masih ditinggali oleh banyak suku lokal dan masih dianggap sebagai tanah adat. Pembukaan lahan tidak memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi suku lokal, tetapi berdasarkan data yang dijabarkan sebelumnya wilayah dengan deforestasi tertinggi justru merupakan wilayah dengan kemiskinan terekstrem di Indonesia. Sehingga disimpulkan jika deforestasi hanyak memberikan dampak negatif lingkungan dan tentunya akan menghilangkan tempat tinggal dan sumber mata pencaharian bagi suku lokal yang mendiami hutan tersebut.

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari deforestasi yang berlebihan yaitu dapat berasal dari limbah yang dihasilkan perusahaan dan kerusakan lingkungan akibat dari penebangan pohon yang merupakan sumber penghasil oksigen dan pengurang emisi CO2. Dengan penebangan pohon yang berlebihan tentunya melepaskan emisi CO2 ke udara yang tidak hanya memberikan dampak negatif bagi Indonesia namun juga akan memberikan dampak internasional khususnya bagi bumi seperti peningkatan pemanasan global.

Isu ini hendaknya wajib jadi perhatian semua pihak. Perjuangan masyarakat Papua khususnya suku Awyu dan Moi harus mendapat dukungan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya perhatian dari Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena menyangkut kerusakan hutan dan lingkungan akibat deforestasi, pemanasan global akibat terlepasnya emisi CO2 ke udara, dan menipisnya sumber penghasil Oksigen. Selain itu ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus ini karena menyebabkan masyarakat setempat atau suku lokal yang mendiami hutan tersebut kehilangan tempat tinggal dan sumber mata pencaharian mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image