Menjaga Kemurnian Akidah: Pentingnya Berpegang pada Sumber yang Shahih
Agama | 2024-06-21 17:24:29Dalam perkembangan pemikiran keagamaan, khususnya di kalangan umat Islam, terdapat fenomena yang perlu mendapat perhatian serius. Sebagian kelompok telah menjadikan hadits-hadits lemah dan palsu, perasaan, mimpi, hikayat, dan kasyf (penyingkapan perkara ghaib) sebagai sumber akidah. Praktik ini tidak hanya problematik dari segi metodologi, tetapi juga berpotensi menyimpangkan pemahaman agama dari ajaran yang sebenarnya. Artikel ini akan mengulas mengapa praktik tersebut berbahaya dan mengapa penting bagi umat Islam untuk kembali kepada sumber-sumber yang shahih dalam membangun pemahaman akidah.
Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa akidah dalam Islam adalah fondasi utama keimanan seorang Muslim. Akidah mencakup keyakinan-keyakinan dasar tentang Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar. Mengingat pentingnya akidah ini, maka sumber-sumber yang digunakan untuk membangunnya haruslah yang paling valid dan terpercaya. Dalam Islam, sumber utama akidah adalah Al-Qur'an dan hadits-hadits shahih yang diriwayatkan melalui jalur-jalur yang terpercaya.
Namun, fenomena yang kita hadapi saat ini adalah sebagian kelompok telah memperluas sumber akidah mereka ke wilayah-wilayah yang tidak memiliki dasar kuat. Penggunaan hadits-hadits lemah dan palsu sebagai sumber akidah adalah sebuah kesalahan besar. Hadits-hadits semacam ini tidak memenuhi kriteria kesahihan yang telah ditetapkan oleh para ulama hadits, baik dari segi sanad (rantai periwayatan) maupun matan (isi hadits). Menjadikan hadits-hadits semacam ini sebagai landasan akidah sama saja dengan membangun rumah di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih jauh lagi, praktik menjadikan perasaan, mimpi, hikayat, dan kasyf sebagai sumber akidah adalah bentuk penyimpangan yang lebih serius. Semua hal tersebut bersifat subjektif dan tidak dapat diverifikasi kebenarannya secara objektif. Perasaan dan mimpi sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang, sementara hikayat seringkali bercampur antara fakta dan fiksi. Adapun kasyf, meskipun diyakini oleh sebagian orang sebagai bentuk penyingkapan perkara ghaib, tidak memiliki landasan yang kuat dalam syariat Islam untuk dijadikan sumber hukum atau akidah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama besar dalam tradisi Islam, telah memperingatkan tentang bahaya mengikuti hawa nafsu dan persangkaan dalam masalah agama. Beliau menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang menyimpang (ahlul bid'ah) seringkali membuat kaidah-kaidah agama sendiri berdasarkan pemikiran, logika, perasaan, atau hawa nafsu mereka. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang menekankan pentingnya mengikuti wahyu dan sunnah yang shahih.
Ada beberapa alasan mengapa praktik-praktik tersebut berbahaya dan harus dihindari:
1. Ketidakpastian dan Subjektivitas: Sumber-sumber seperti perasaan, mimpi, dan kasyf sangat subjektif dan bisa berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Ini dapat menimbulkan kebingungan dan perpecahan di kalangan umat.
2. Potensi Penyimpangan: Tanpa landasan yang kuat dari Al-Qur'an dan hadits shahih, pemahaman akidah bisa menyimpang jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya.
3. Membuka Pintu Bid'ah: Praktik ini membuka peluang bagi munculnya berbagai bentuk bid'ah (inovasi dalam agama) yang tidak memiliki dasar dalam syariat.
4. Melemahkan Otoritas Sumber Utama: Menjadikan sumber-sumber tidak valid sebagai landasan akidah dapat melemahkan otoritas Al-Qur'an dan hadits shahih sebagai sumber utama ajaran Islam.
5. Kesulitan Verifikasi: Tidak ada cara untuk memverifikasi kebenaran klaim-klaim yang didasarkan pada perasaan, mimpi, atau kasyf, sehingga berpotensi disalahgunakan.
Untuk menjaga kemurnian akidah, umat Islam perlu kembali kepada prinsip-prinsip dasar dalam memahami agama:
1. Berpegang Teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah: Kedua sumber ini harus menjadi rujukan utama dalam segala aspek kehidupan, termasuk akidah.
2. Mengutamakan Hadits Shahih: Dalam mengambil hadits sebagai sumber, harus diprioritaskan hadits-hadits yang telah diverifikasi kesahihannya oleh para ulama hadits yang kompeten.
3. Mengedepankan Pemahaman Salafush Shalih: Generasi awal umat Islam (sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in) memiliki pemahaman yang lebih dekat dengan sumber asli ajaran Islam.
4. Berhati-hati terhadap Inovasi dalam Agama: Setiap pembaruan dalam hal akidah dan ibadah harus diteliti dengan seksama untuk memastikan kesesuaiannya dengan syariat.
5. Mengedepankan Ilmu daripada Perasaan: Dalam memahami agama, ilmu yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih harus didahulukan daripada perasaan atau pengalaman pribadi.
6. Menjaga Keutuhan Umat: Perbedaan pemahaman dalam masalah-masalah cabang (furu') tidak boleh menjadi alasan perpecahan, selama masih dalam koridor syariat.
Kesimpulannya, menjaga kemurnian akidah adalah tanggung jawab setiap Muslim. Kita harus waspada terhadap kecenderungan untuk menjadikan sumber-sumber yang tidak valid sebagai landasan keyakinan. Hanya dengan berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih, serta mengikuti pemahaman generasi terbaik umat ini, kita dapat memastikan bahwa akidah kita tetap lurus dan sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Langkah ini bukan hanya penting untuk keselamatan individu, tetapi juga untuk menjaga keutuhan dan kesatuan umat Islam secara keseluruhan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.