Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Wardiyah

Jangan Berkata JANGAN terhadap Anak, Jika Mau Imajinasi Anak Luas

Eduaksi | 2024-06-19 07:00:00
Sumber: Foto google

Nama:Siti Wardiyah

Instansi: UIN Antasari Banjarmasin

Fakultas: Ushuluddin dan Humaniora

Jurusan: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Seorang anak adalah peniru yang handal, jadi apapun sesuatu yang dia dengar dan dia lihat dalam kehidupannya adalah pendidikan. Mereka harus dirawat dengan figur orangtuanya, walau setiap orang tua berbeda mereka tetaplah peran yang sangat penting bagi anaknya. Maka dari itu, pendidian pertamanya haruslah seorang ibu, juga dibantu dengan figur ayah agar dia dapat meniru perbuatan baik yang di lakukan orang tuanya.

Beberapa pakar psikologi dan parenting menegaskan bahwa kalimat yang diungkapkan kepada anak sangat dihimbau untuk menghindari penggunaan kata “jangan” ketika melarang anak. Keterlibatan orang tua adalah bentuk proses pendidikan dari pengalaman bagi anak, serta keterlibatan yang berbasis dirumah. Dra. A. Ratih. Andjayani Ibrahim, MM salah seorang psikolog menyarankan orang tua untuk menghindari kata “jangan” pada setiap kalimat yang diucapkan pada anak. Mengapa demikian? Karena sering mengatakan kata “jangan” dapat menghambat keberanian anak untuk melakukan hal-hal yang sifatnya inisiatif dan spontan.

Selain itu pada masa ini anak sangat anti dengan kalimat larangan karena berdampak membuat mereka sulit untuk mengungkapkan bentuk kalimat negatif. Bagi mereka kata “jangan” untuk melarang akan menyebabkan rasa percaya diri anak tidak maksimal berkembang. Serta memiliki dampak saat anak tumbuh besar, dia akan takut melalukan hal yang menurutnya berisiko. Bahkan anak akan memiliki rasa minder yang tinggi, apatis dan agresif. Oleh karena itu, disarankan kepada orang tua untuk tidak menggunakan kata “jangan”, sebaiknya kita lebih fokus mendorong pengembangan diri, mental, dan kebranian anak.

Larangan menggunakan kata "jangan" kepada anak sering dianjurkan oleh para ahli perkembangan anak dan psikolog karena beberapa alasan berikut:

1. Pengaruh Negatif pada Psikologi Anak: Menggunakan kata "jangan" secara berlebihan dapat memberikan kesan negatif dan membuat anak merasa terbatas. Anak-anak yang sering mendengar kata "jangan" bisa merasa takut untuk mencoba hal-hal baru karena takut melakukan kesalahan.

2. Pengembangan Keterampilan Berpikir Positif: Melarang anak dengan kata "jangan" mengajarkan anak untuk fokus pada hal yang tidak boleh dilakukan daripada hal yang seharusnya dilakukan. Menggunakan bahasa positif dan memberi instruksi yang jelas bisa membantu anak memahami apa yang diharapkan dari mereka dan mengembangkan keterampilan berpikir positif.

3. Kemandirian dan Kepercayaan Diri: Menghindari kata "jangan" dan memberi instruksi positif dapat membantu anak mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri. Anak-anak akan belajar memahami batasan dan membuat keputusan yang baik tanpa merasa selalu dilarang.

4. Komunikasi yang Lebih Efektif: Menggunakan bahasa positif dalam komunikasi dengan anak dapat meningkatkan pemahaman dan kerjasama. Anak-anak lebih mungkin mengikuti instruksi yang disampaikan dengan cara positif daripada yang disampaikan dengan larangan.

5. Pengaruh pada Perilaku: Anak-anak cenderung meniru perilaku dan kata-kata yang mereka dengar. Dengan menggunakan bahasa positif, orang tua dapat memberikan contoh yang baik dan membentuk perilaku yang diinginkan pada anak-anak mereka.

Contoh Penggunaan Bahasa Positif

Alih-alih mengatakan "Jangan lari di dalam rumah," Anda bisa mengatakan "Silakan berjalan pelan-pelan di dalam rumah." Daripada "Jangan main gadget terus," Anda bisa mencoba "Ayo kita bermain di luar sebentar."

Dengan menggunakan instruksi yang lebih positif, anak-anak akan lebih mudah memahami perilaku yang diharapkan dan merasa didukung dalam proses belajar dan perkembangan mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image