Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Pentingnya Ilmu dalam Mengingkari Kemungkaran

Agama | Saturday, 15 Jun 2024, 05:32 WIB
Dokumen: hamalatulquran.com


Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan dengan situasi yang menciptakan dinamika antara kebaikan dan keburukan, yang benar dan yang salah. Dalam upaya menghindari kemungkaran dan menegakkan kebenaran, ilmu memegang peranan penting. Sebagaimana telah disinggung dalam pepatah bijak, "Seorang penuntut ilmu bila hendak mengingkari suatu kemungkaran, hendaklah berdasarkan ilmu yang telah dia ketahui."

Ilmu adalah senjata paling ampuh dalam menghadapi kemungkaran. Tanpa bekal ilmu yang memadai, upaya untuk mengingkari kemungkaran bisa jadi sia-sia, bahkan berpotensi menimbulkan keburukan yang lebih besar. Oleh karena itu, sebelum mengambil tindakan untuk mengingkari sesuatu yang dianggap mungkar, seorang penuntut ilmu harus memiliki landasan ilmu yang kokoh.

Pertama, ilmu memberikan pemahaman yang mendalam tentang hakikat kemungkaran itu sendiri. Tanpa ilmu, seseorang hanya akan mengandalkan persepsi subjektif yang rentan terhadap kesalahpahaman dan kekeliruan. Misalnya, seseorang mungkin menganggap suatu tradisi budaya tertentu sebagai kemungkaran karena ketidakpahaman akan makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun, dengan bekal ilmu yang memadai, seseorang dapat memahami bahwa tradisi tersebut sebenarnya tidak bertentangan dengan ajaran agama dan justru merupakan warisan budaya yang patut dilestarikan.

Ilmu memberikan perspektif yang lebih luas dan komprehensif, sehingga memungkinkan seseorang untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk, dengan landasan yang kuat. Dengan ilmu, seseorang dapat memahami konteks dan latar belakang suatu kemungkaran, serta mampu mengidentifikasi akar permasalahannya dengan lebih akurat.

Kedua, ilmu menjadi pedoman dalam menentukan cara yang tepat untuk mengingkari kemungkaran. Seringkali, niat baik untuk menghapuskan kemungkaran justru berujung pada metode yang keliru atau bahkan menambah masalah. Tanpa bekal ilmu, seseorang mungkin akan menggunakan pendekatan yang emosional, reaktif, atau bahkan destruktif dalam menghadapi kemungkaran. Misalnya, seseorang yang melihat praktik perjudian di lingkungannya mungkin akan bertindak dengan cara yang kasar dan mengancam para pelaku. Namun, pendekatan seperti ini justru dapat memperkeruh situasi dan memicu konflik yang lebih besar.

Dengan bekal ilmu, seseorang dapat memilih pendekatan yang bijaksana, efektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran. Ilmu mengajarkan bahwa dalam mengingkari kemungkaran, harus dilakukan dengan cara yang beradab, santun, dan menghindari kekerasan atau anarki. Misalnya, seseorang dapat mengajak dialog dan memberikan nasihat dengan cara yang lembut dan persuasif, atau mengajukan upaya-upaya preventif seperti penyuluhan dan edukasi masyarakat.

Ketiga, ilmu memperkuat argumen dan kredibilitas seseorang dalam mengingkari kemungkaran. Tanpa ilmu, upaya untuk mengingkari kemungkaran hanya akan dianggap sebagai celotehan kosong yang mudah diabaikan. Namun, dengan bekal ilmu yang kuat, argumen yang disampaikan akan lebih meyakinkan dan memiliki bobot yang lebih besar. Misalnya, seseorang yang ingin mengingkari praktik korupsi di lingkungannya harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang hukum, peraturan, dan dampak negatif dari korupsi. Dengan ilmu tersebut, argumen yang disampaikan akan lebih kuat dan sulit untuk dibantah.

Ilmu memberikan kekuatan kepada kata-kata dan tindakan seseorang, sehingga lebih berpotensi untuk diterima dan didengar oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kemungkaran tersebut. Semakin kuat landasan ilmu yang dimiliki, semakin besar pula peluang untuk mengubah pola pikir dan perilaku mereka yang terlibat dalam kemungkaran.

Selain itu, ilmu juga mengajarkan tentang pentingnya bijaksana dalam mengingkari kemungkaran. Tidak semua kemungkaran dapat diingkari dengan cara yang sama. Ada situasi yang membutuhkan pendekatan yang lebih lembut, sementara yang lain mungkin memerlukan tindakan yang lebih tegas. Dengan ilmu, seseorang dapat memahami konteks dan situasi yang dihadapi, sehingga dapat memilih cara yang paling tepat dan efektif dalam mengingkari kemungkaran.

Misalnya, dalam menghadapi kemungkaran berupa penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, pendekatan yang lebih lembut dan persuasif mungkin akan lebih efektif dibandingkan dengan sikap yang keras dan mengancam. Di sisi lain, jika menghadapi kemungkaran seperti perdagangan manusia atau pelecehan seksual, tindakan yang lebih tegas dan melibatkan aparat hukum mungkin diperlukan.

Lebih jauh lagi, ilmu memberikan wawasan tentang prioritas dalam mengingkari kemungkaran. Dalam situasi tertentu, mungkin ada beberapa kemungkaran yang terjadi secara bersamaan. Dengan bekal ilmu, seseorang dapat menentukan mana yang harus diutamakan dan mana yang dapat ditunda untuk sementara waktu. Ilmu membantu memetakan strategi yang tepat dalam menghadapi kompleksitas kemungkaran yang ada.

Misalnya, jika di suatu lingkungan terdapat praktik perjudian, mabuk-mabukan, dan pencurian secara bersamaan, seorang penuntut ilmu dapat memprioritaskan untuk mengingkari kemungkaran yang dampaknya paling merugikan dan membahayakan masyarakat terlebih dahulu, seperti pencurian. Setelah kemungkaran tersebut berhasil diingkari, barulah fokus dapat dialihkan pada kemungkaran-kemungkaran lainnya secara bertahap.

Namun, perlu diingat bahwa ilmu tidak hanya berbicara tentang pengetahuan teoritis semata. Ilmu juga mengajarkan tentang kerendahan hati dan keterbukaan untuk terus belajar. Seorang penuntut ilmu yang ingin mengingkari kemungkaran harus senantiasa bersikap terbuka terhadap masukan dan kritik dari pihak lain. Ilmu yang dimiliki tidak boleh menjadi sumber kesombongan atau kecongkakan, melainkan justru harus menjadi pendorong untuk terus meningkatkan diri dan memperluas cakrawala pemikiran.

Misalnya, seorang penuntut ilmu yang ingin mengingkari praktik riba di lingkungannya harus bersedia mendengarkan perspektif dari para pelaku riba tersebut. Dengan mendengarkan alasan dan latar belakang mereka, seorang penuntut ilmu dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan mungkin menemukan solusi yang lebih efektif untuk mengingkari kemungkaran tersebut.

Pada akhirnya, mengingkari kemungkaran adalah tanggung jawab setiap Muslim. Namun, tanggung jawab tersebut harus diemban dengan cara yang bijaksana dan berdasarkan ilmu yang kokoh. Hanya dengan demikian, upaya untuk mengingkari kemungkaran dapat berhasil dan membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image