Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image THERESIA RENATA

Pendidikan Fondasi Bangsa: Apakah Benar Dapat Dirasakan Semua Orang?

Pendidikan dan Literasi | 2024-06-14 11:50:49

Pendidikan merupakan proses dasar yang dilakukan untuk mengajarkan seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu, sebuah pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh setiap orang untuk mencapai suatu tujuan. Seperti yang orang pada umumnya tahu, pendidikan merupakan hal yang paling dasar untuk hidup dan berkembang. Pendidikan tidak hanya menjadi fondasi dari keberlangsungan suatu individu, tetapi juga menjadi fondasi dari keberlangsungan suatu negara. Tanpa adanya pendidikan, tidak akan ada insan-insan cemerlang yang mampu melanjutkan fungsional sebuah negara. Jika kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu yang dasar, suatu fondasi yang harus dipersiapkan kuat tidak hanya untuk keberlangsungan sendiri, tetapi juga untuk keberlangsungan masyarakat, apakah fakta tersebut disokong dengan keadaan nyata? Jika benar, pendidikan adalah sesuatu yang penting, apakah pendidikan dapat diakses oleh semua orang? Apakah semua orang dapat merasakan pendidikan yang mumpuni, tanpa melihat latar belakang yang dimiliki oleh masing-masing orang?

Kita harus mengapresiasi kinerja pemerintah yang sudah mampu membuat beberapa daerah memiliki program bebas biaya sekolah untuk sekolah negeri dari tingkat SD hingga SMA. Pendidikan yang dapat diakses oleh masyarakat merupakan hal utama yang harus ditajamkan oleh pemerintah. Namun seiring zaman yang terus berkembang, tidak cukup bagi seseorang untuk mendapatkan pendidikan hanya sampai jenjang SMA. Lowongan pekerjaan dengan tuntutan kualifikasi yang semakin fantastis tidak memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan hanya dengan ijazah SMA. Seseorang harus menempuh kembali jenjang pendidikan yang baru untuk meningkatkan kualitas hidupnya, yaitu dengan masuk perguruan tinggi. Tentunya kita tahu, masuk perguruan tinggi tidak hanya untuk “mendapatkan pekerjaan”, namun untuk mendapatkan ilmu terspesifikasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang yang diminati masing-masing individu. Singkatnya, sebuah cita-cita, sebuah passion yang ingin diterapkan untuk seumur hidup. Apa yang ada di pendidikan jenjang sebelumnya dan apa yang ada di pendidikan perguruan tinggi saja sudah beda jauh. Pada jenjang pendidikan sebelumnya, kita hanya diajarkan sesuatu yang dasar seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, dan matematika, tanpa ada konteks yang bisa dipakai dalam kehidupan nyata. Semua yang kontekstual dan relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ada di pendidikan jenjang perguruan tinggi. Jika kita tahu bahwa pendidikan perguruan tinggi merupakan jenjang yang sangat penting, apakah benar pendidikan jenjang ini dapat diakses seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakang individu?

Sayangnya, ternyata tidak semua orang dapat mengakses pendidikan perguruan tinggi. Bahkan bagi banyak orang, masuk perguruan tinggi merupakan mimpi indah yang terlalu tinggi, terlalu sulit untuk diraih. Mungkin pernyataan ini membuka pertanyaan, apakah benar banyak orang berpikir seperti itu? Jika benar, mengapa masih banyak yang mendaftar perguruan tinggi? Pertanyaan tersebut mungkin akan ditanyakan oleh orang-orang yang tidak tahu keadaan asli di luar sana. Memang benar, sudah banyak yang mendaftar untuk perguruan tinggi, tetapi kita tidak bisa menutup mata dan tidak mengakui bahwa di luar sana, masih banyak juga remaja yang menguburkan mimpi indahnya untuk melanjutkan perguruan tinggi. Alasan yang selalu berada di belakang masalah ini adalah karena ketidaksanggupan ekonomi untuk melanjutkan ke jenjang lebih lanjut, ke jenjang yang merupakan titik krusial dalam hidup. Mereka yang berada pada ekonomi menengah ke bawah harus berpikir dengan keras untuk mendapatkan keputusan “kuliah atau tidak, ya?”. Suatu fenomena yang cukup menyedihkan karena kita mengulas balik ke pernyataan inisial yang merupakan fakta bahwa seiring perkembangan zaman, lowongan pekerjaan dengan tuntutan kualifikasi yang semakin fantastis tidak memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan hanya dengan ijazah SMA.

Beberapa waktu terakhir ini, kita sudah melihat berbagai berita mengenai kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) untuk mahasiswa baru tahun 2024. Sebelum adanya kenaikan UKT besar-besaran oleh banyak universitas, para remaja yang baru lulus SMA tidak semuanya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi akibat ekonomi yang tidak memadai. Fenomena ini tentunya berdampak ke semakin banyak remaja yang tidak dapat melanjutkan jenjang perguruan tinggi ini dan memang benar, sudah banyak berita mengenai mahasiswa yang baru diterima di perguruan tinggi yang mereka tuju namun harus mengundurkan diri karena tidak sanggup membayar UKT. Tidak hanya itu, kita tidak bisa menutup mata juga terhadap mahasiswa yang memang sudah kuliah namun kesulitan membayar sehingga harus bekerja mendapatkan uang untuk membiayai pendidikannya.

Unjuk rasa mahasiswa Universitas Indonesia akan berita kenaikan UKT tahun 2024 bagi mahasiswa baru 2024 (sumber: INDOPOS)

Fenomena ini tentunya mendapatkan berbagai pendapat yang beragam, mulai dari yang menunjukan dukungan hingga komentar mengenai tidak wajibnya melanjutkan jenjang kuliah. Beberapa pihak mengatakan, “jika tidak mampu untuk membayar kuliah, jangan kuliah!”. Sungguh kata-kata yang tidak simpatisan terhadap masa depan generasi muda karena sesungguhnya pada pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 tertera bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hak akan pendidikan ini seharusnya tidak hanya mengacu pada pendidikan dasar jenjang SD hingga SMA, tetapi juga mencakup pendidikan terapan dalam jenjang perguruan tinggi. Kita tidak bisa memukul rata bahwa mendapatkan ijazah S1 dapat langsung menjamin hidup yang berkecukupan, tetapi kita bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dari pendidikan jenjang lebih tinggi tersebut. Dengan begitu, semakin banyak generasi muda yang terpelajar yang mampu merangkai negara ini dalam berapa puluh tahun ke depan dengan ide-ide cemerlangnya. Berbagai ide dan inovasi baru dari generasi muda inilah yang akan meningkatkan kualitas kehidupan bangsa Indonesia dari berbagai aspek, mulai dari terciptanya lapangan pekerjaan yang baru hingga berkembangnya penemuan-penemuan baru yang dapat memajukan bangsa.

Kita sudah tahu pentingnya pendidikan yang berkualitas, namun pemerintah masih belum dapat memberikan kesempatan yang merata untuk generasi muda. Hal ini perlu ditinjau kembali, terutama bagaimana sikap menteri pendidikan terhadap kenaikan UKT tahun 2024. Pada awal isu ini diangkat, menteri pendidikan memberikan beberapa tanggapan yang terlihat seperti tidak menganggap isu ini sebuah masalah yang besar dengan tanggapan “kenaikan UKT hanya berlaku bagi mahasiswa baru 2024”. Dari narasi ini, terlihat bahwa menteri pendidikan tidak mengetahui kesulitan mahasiswa, tidak hanya mahasiswa baru tahun 2024, tetapi juga mahasiswa tahun-tahun sebelumnya. Walaupun pada akhirnya sang menteri pendidikan membatalkan kenaikan UKT tahun 2024, hal ini harus terus menerus diawasi dan ditinjau kembali untuk membangunkan pendidikan perguruan tinggi yang aksesibel terhadap masyarakat tanpa melihat latar belakangnya. Pendidikan perguruan tinggi yang menjadi pendidikan terapan terspesifikasi inilah yang akan memajukan kualitas hidup bangsa kedepannya. Jika generasi muda tidak dapat mengakses pendidikan berkualitas tersebut, bagaimana negara ini akan berkembang dan memajukan kehidupan warga negaranya tanpa generasi baru yang cemerlang?

Pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), perlu mengkaji ulang serta mengawasi mengenai pendidikan yang aksesibel untuk semua jenjang. Kemendikbudristek seharusnya mengacu pada cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan membuat suatu kebijakan dimana pendidikan yang perlu ditekankan juga hingga perguruan tinggi dan tentu membuatnya dapat diakses oleh generasi muda kedepannya. Tanpa campur tangan dari kemendikbudristek sebagai pembuat kebijakan dan pengawas, fenomena kenaikan UKT ini akan terus terulang setiap tahunnya dan memupuskan berbagai mimpi para generasi muda. Jika hal ini terus menerus dibiarkan, tentunya ini akan berdampak pada kualitas sumber daya generasi muda yang nantinya akan memimpin dan membangun bangsa ini dalam beberapa tahun kedepan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image