Mengenal Lebih Dekat Hasan Hanafi Melalui Hermeneutika Pembebasan
Dunia islam | 2024-06-11 20:37:14Mengenal Lebih Dekat Hasan Hanafi Melalui Hermeneutika Pembebasan
Apa sih itu Hermeneutika? Hermeneutika adalah suatu ilmu yang digunakan oleh umat Kristen untuk menginterpretasi teks-teks yang sulit dalam Bibel, berfungsi untuk mencari dan menentukan pemahaman yang benar dari berbagai penafsiran. Hal ini dilakukan oleh para teolog pada awal abad ke-16 hingga saat ini. Dalam dunia islam Hermeneutika digunakan agar dapat mengaplikasikan ilmu ilmu islam kedalam teks al-Qur’an dan hadist.
Salah Satu tokoh Hermeneutika yang terkenal adalah Hasan hanafi. Beliau adalah seorang cendekiawan Muslim-Mesir kelas dunia (Internationally-qualified Scholars). Beliau bekerja sebagai Akademisi sekaligus aktivis yang aktif menulis di berbagai media. Beliau lahir dikota metropolis Kairo, ibukota Mesir, pada 13 Februari 1935. Beliau mengenyam pendidikan hingga mendapatkan gelar sarjana pertamanya di Fakultas Sastra Jurusan Filsafat Universitas Kairo pada tahun 1956. Lalu beliau menghabiskan 10 tahun untuk belajar di Perancis dan berhasil menyelesaikan disertasinya yang didaulat sebagai karya ilmiyyah terbaik di Mesir pada tahun 1961 dan berkuantitas 900 halaman ini merupakan upaya Hanafi untuk melakukan dialektika filsafat hukum Islam (Ushul al-Fiqh) dengan teori fenomenologi Edmund Husserl.
Dalam dunia Islam Hasan hanafi lebih dikenal sebagai seorang filosof Muslim daripada seorang ahli hermeneutika atau penafsir. Karena konsentrasinya yang kuat kepada realitas aktual umat Islam melalui (al-Turats wa al-Tajdid) yang biasa disebut sebagai proyek peradaban dengan tujuan untuk merubah masyarakat, sehingga kajiannya lebih cenderung terhadap isu-isu masyarakat. Hasan Hanafi adalah sarjana pertama yang mencetuskan terminologi hermeneutika Alquran. Melalui artikel-artikel lepasnya yang telah diterbitkan, konsentrasi Hanafi kepada agenda hermeneutika Alquran yang dibangun atas dua agenda: persoalan metodologis dan persoalan filosofis.
Secara metodologis, Hanafi menggariskan beberapa langkah baru dalam memahami Al-Qur’an bertumpu pada liberasi dan emansipatoris Alquran. Sedangkan secara filosofis, Hanafi berperan sebagai komentator, kritikus, bahkan dekonstruktor terhadap teori lama yang dianggap sebagai kebenaran dalam metodologi penafsiran Al-Qur’an.Dalam membangun hermeneutika, Hasan Hanafi menggunakan ilmu-ilmu keislaman yaitu ushul fiqh, fenomenologi, marxis, dan hermeneutika itu sendiri. Hasan Hanafi mencoba untuk menciptakan Hermeneutika yang bersifat praktis namun mampu menyelesaikan berbagai permasalahan umat saat ini. Melalui kajian ushul fiqh hanafi mencoba menekan makna tafsir agar mudah dipahami dan dapat menjawab permasalahan langsung yang dialami masyarakat dengan menjelaskan sebuah tanggung jawab tafsir (mengungkapkan eksistensi manusia), hal ini sesuai dengan Maqasid Al-Syari’ah.
Menurut Hasan Hanafi Hermeneutika hampir sama dengan tafsir, bukan hanya dari teori interpretasi teks, melainkan sebagai ilmu yang menerangkan wahyu Tuhan dari tingkat kata ke dunia, dan transformasi wahyu dari pikiran Tuhan menjadi kehidupan nyata. Namun menurutnya, sebuah ayat bukanlah pendapat, orientasi, atau makna abstrak, melainkan sebuah jawaban terhadap kegelisahan, kesulitan, dan penderitaan individu-individu yang diresponnya. Oleh karena itu hanafi berharap dengan adanya tafsir reformis ini dapat memperbaiki hidup manusia.
Hermeneutika Hasan Hanafi memiliki dinamikanya sendiri. Pada awalnya hermeneutika pembebasannya bercorak rasional, formal, objektif, dan universal. Akan tetapi lama-kelamaan berubah menjadi lebih dominan dalam bangunan pemikirannya. Ia menyatakan Hermeneutika selalu bersifat sosial dan praktis. Selain itu Hasan Hanafi juga cenderung mencurigai tendensi kekuasaan dan dominasi di balik teks dan penafsiran. Dengan konstruk, posisi, dan dinamika hermeneutika Hasan Hanafi di atas, dapat dilihat ciri khas serta posisi terminologi hermeneutika yang ia sebut dengan Hermeneutika Pembebasan.
Adapun teknis atau cara yang digunakan saat menafsirkan suatu ayat al-Qur’an menurut Hanafi adalah; Pertama, mufassir harus mempunyai suatu komitmen dalam menafsirkan. Kedua, seorang mufassir harus mempunyai “bekal” sebelum menafsirkan. Ketiga, mufassir harus mengumpulkan ayat-ayat yang mempunyai hubungan tema, disatukan kemudian dipahami dan dipelajari hingga makna umum dari ayat tersebut ditemukan. Keempat, seorang mufassir harus mengumpulkan berbagai bentuk bahasa, agar dapat memudahkannya dalam memahami suatu makna yang ada didalam teks. Kelima, seorang mufassir harus membuat susunan yang dimulai dari makna kemudian menuju suatu objek atau membentuk suatu tema. Keenam, seorang mufassir harus bisa menggabungkan kemudian menghubungkan tema dengan situasi yang nyata untuk mengetahui suatu permasalahan yang ada. Ketujuh, menggabungkan adanya struktur ideal dan analisis faktual dalam ilmu sosial. Kedelapan, merancang suatu model aksi. Ini dilakukan ketika ditemukan suatu kesenjangan sosial, maka mufassir harus menyertakan dirinya dari teori ke praktek, dari teks ke aksi dan dari pemahaman ke perubahan.
Hasan Hanafi menyebutkan Hermeneutika pembebasan yang dimaksud dengan nama Hermeneutika emansipatoris. Hermeneutika ini merupakan ilmu untuk mengetahui hubungan antara kesadaran dan objeknya. dalam hal ini adalah kitab suci, memiliki tiga tahapan kesadaran sebagai berikut: kritik historis, kritik eidetik, dan kritik praktis.
Kritik Historis berfungsi untuk memastikan keaslian teks yang disampaikan oleh Nabi. Oleh sebab itu, kritik historis harus didasarkan pada aturan objektivitasnya sendiri dan bebas dari intervensi teologis, filosofis, mistis, atau fenomenologi. Kritik Eidetis berfungsi untuk menginterpretasi teks setelah validitasnya dikukuhkan oleh kritis historis. Dan dalam konteks ini ilmu Ushul Fiqh merupakan ilmu yang pas dan komprehensif dalam mengambil hukum dari dasar-dasarnya. Dan Kritik Praktis, berfungsi untuk mengetahui bagaimana hasil penafsiran dapat diaplikasikan pada kehidupan manusia dan memberi motivasi untuk kemajuan dan kesempurnaan hidup manusia. Sehingga jelas bahwa hermeneutika emansipatoris ini adalah sebuah cara untuk memahami al-Qur’an dengan maksud praktis yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Semangat inilah yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia, sebagai upaya untuk menjawab berbagai problem dalam masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.