Curhat Seorang Mahasiswa di Banjar: Teman Bergaya Elit, Tapi Bayar Utang Sulit
Curhat | 2024-06-11 18:40:11Gaya elit, bayar utang kok sulit, ungkapan itu setidaknya dirasakan oleh sebagian mahasiswa di Banjar. Ada sebagian teman yang giliran bayar utang sulit dan bahkan lupa punya utang karena kelamaan belum dibayar. Minjemnya datang dengan baik, giliran ngebalikinnya harus ditagih. Memangnya aku ini bank keliling apa? Padahal gaya sehari-harinya lumayan lah, kayak orang punya.
Siang itu aku dan temanku Adha sedang ada acara masak-masakan di kos. Sekitar ada 4 orang yang ada di kos. Temanku Adha bercerita bahwa temannya meminjam uang 100 ribu, katanya nanti langsung diganti. Karena dia berkata langsung diganti, akhirnya Adha meminjamkan uangnya kepada temannya.
Jangan cuma bisa punya utang, tapi pastiin juga bisa bayarnya. Setelah Adha meminjamkan uangnya kepada temannya yang berkata nanti langsung diganti itu, seminggu kemudian temannya belum juga membayar. Setiap ketemu rasanya seperti tidak pernah punya utang kepada Adha, “ujar Adha.” Kemudian Adha menagih uang yang dipinjam temannya tersebut, kemudian temannya berkata belum ada uang.
Gaya elit, bayar utang sulit. Persoalan berlanjut, Adha pun sudah malas menagih. Awalnya, Adha memberikan kelonggaran 1 minggu karena mungkin dia belum ada uangnya. Hal yang membuat Adha mengelus dada adalah melihat kebiasaan temannya itu yang cukup sulit saat membayar utangnya. Ia mengamati, temannya sering membeli makanan online yang harganya lebih mahal ongkirnya. Ketimbang beli makanan online, mending langsung ke tempat makan kayak warteg atau masak sendiri.
Belum lagi, karena saling menyimpan nomor di WhatsApp, Adha sering melihat update status temannya. Tampak sering nongkrong di cafe-cafe dengan penampakan yang cukup mewah. Penampilannya juga terlihat mentereng. Namun, Adha masih berpikir positif bahwa mahasiswa zaman sekarang pintar padu padan pakaian meski harganya tidak mahal-mahal amat.
Ya bukan masalah nominal, ya, tapi yang namanya utang kan harus dibayar, terlebih lagi dia ngomongnya nanti langsung diganti.
Lebih besar anggaran untuk pribadi. Hal serupa diakui oleh teman Adha yang ke coffee shop tiga sampai lima kali sepekan. Dia pernah bilang, sekali ke coffee shop, rata-rata Rp50-100 ribu. Kadang nominal itu sudah termasuk membeli camilan atau makan di tempat tersebut. Ambil saja tiga kali sepekan dengan pengeluaran Rp50 ribu, maka ia bisa merogoh kocek sampai Rp600 ribu per bulan. Nominal itu lebih tinggi ketimbang utang Rp100 ribu. Namun, mahasiswa di Banjar ini mengaku sering ke coffee shop lantaran punya pekerjaan sampingan. Bekerja di industri kreatif membuatnya perlu tempat yang nyaman untuk fokus membuka laptop.
Mahasiswa muda zaman sekarang ini lebih mengedepankan eksistensi yang bisa didapat lewat nongkrong di coffee shop. Banyak tujuannya. Mulai dari gaya hidup, eksistensi, ruang ekspresi, dan tempat melepaskan penat,” terangnya. Mahasiswa digital zaman sekarang ini sangat tergantung kepada media. Di tongkrongan pun, di samping interaksi dengan sesama manusia, mereka tidak bisa lepas dari media digital. Mengunggah kegiatannya untuk menunjukkan eksistensi diri. Begitulah rupa-rupa prioritas mahasiswa dalam mengelola pengeluarannya. Tentu yang paling penting, jangan sampai biaya untuk ngopi dan kebutuhan penunjang gaya hidup membuat lupa membayar hal penting, yakni utang pribadi pada teman.
Habislah kepercayaan Adha sebagai seorang mahasiswa yang belum punya pekerjaan dan suka menghemat agar uang cukup sampai akhir bulan, kenapa harus menjadi tumbal peminjaman uang. Adha merasakan ketidakadilan dalam situasi ini. Dia bukan hanya kesal karena sulitnya menagih utang, tetapi juga karena melihat temannya sering berfoya-foya. Sementara itu, Adha harus terus berhemat demi kebutuhan sehari-harinya. Ini membuat Adha semakin sadar bahwa kepercayaan adalah hal yang berharga dan tidak bisa sembarangan diberikan. Kini, Adha lebih berhati-hati dalam meminjamkan uang, memastikan bahwa hanya kepada orang yang benar-benar bisa diandalkan.
Akhirnya Adha memberanikan diri untuk mencoba menagih lagi dengan alasan, "Uangku sudah habis dan aku mau beli stok makanan. Bisalah kamu gantiin uangku sekarang?" Terus temannya berkata, "Eh maaf ya, aku lupa. Bentar ya, ku tf." Ya, kata Adha sambil menghela nafas yang membuat harinya menyebalkan, dan setelah itu dia mengembalikan uangnya lewat transfer bank mobile.
Setelah itu, Adha tidak mau meminjamkan uang lagi kepada temannya tersebut walaupun keadaannya mendesak, karena Adha pun masih butuh dan hilangnya rasa percaya pada temannya tersebut.
---
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.