Integrasi Kearifan Tradisional dalam Ilmu Pengetahuan Islam: Syed Hussein Nashr
Dunia islam | 2024-06-10 21:25:08Sejarah perkembangan sains memiliki hubungan yang tidak terlepas dari pengaruh dunia Barat, terutama pada masa Renaissance. Namun, pada saat yang sama, peradaban Islam juga mengalami kemajuan yang signifikan, dengan kehadiran para intelektual Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, dan Al-Farabi yang membuat kontribusi penting dalam berbagai bidang, termasuk ilmu kedokteran. Dari periode ini, terjadi pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama, dengan ilmu-ilmu seperti ilmu sosial, ilmu bumi, dan sejarah mulai terlepas dari domain agama. Perkembangan ini kemudian membawa pada usaha-usaha lebih spesifik dalam mengkaji hubungan antara sains dan agama di dunia Islam, yang tercermin dalam munculnya Islamic science atau Islamisasi ilmu. Di tengah pandangan yang beragam dari para intelektual Muslim mengenai sains yang unik dalam konteks Islam, salah satu tokoh yang menonjol adalah Syed Hussein Nashr (Bagir 2002: 144; dan Hidayatullah, 2017: 67 ).
Syed Hussein Nashr dikenal sebagai salah satu intelektual utama dalam diskusi mengenai hubungan antara sains dan agama, terutama dalam konteks dunia Islam. Dia secara tajam mengkritik paradigma sains Barat modern dengan menyoroti dampak negatifnya. Nashr percaya bahwa sains Barat telah menjadi pemicu bagi krisis spiritualitas, kemanusiaan, dan lingkungan. Dia menggambarkan sains Barat sebagai sesuatu yang membatasi dan mempersempit pemahaman manusia, menyebabkan keterkungkungan dan keterbatasan dalam pandangan tentang dunia dan diri sendiri (Syamsuddin, 2012: 175-6). Syed Hussein Nashr dikenal sebagai pendukung konsep tradisionalis dalam pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Baginya, aspek kearifan jauh lebih penting dalam ilmu pengetahuan daripada fokus pada teknologi, yang sering menjadi ciri khas ilmu pengetahuan modern. Nashr memandang bahwa pengikut pola Barat secara sembrono dapat menyebabkan umat Muslim terjebak dalam krisis dunia modern, terutama karena penggunaan teknologi canggih tanpa memperhitungkan dampaknya.
Baginya, kaum modernis sering menyimpang dari tradisi intelektual Islam dengan hanya mengejar kemajuan teknologi demi terlihat sejajar dengan negara-negara Barat. Nashr memperingatkan bahwa di balik kemajuan tersebut, terdapat kemunduran yang nyata, terutama dalam hal spiritualitas dan pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dia mendorong umat Muslim untuk kembali kepada nilai-nilai kearifan tradisional dalam memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam. Adapun contoh penerapannya di era sekarang, yaitu pondok pesantren salafiyah ini khasnya itu masih ada dari zaman dulu sampai sekarang seperti belajar kitab kuning dengan Kyai atau gurunya langsung, dan kehormatan terhadap para Kyai/guru/senior itu masih sangat kental, kemudian dari segi pakaian (keseharian santri laki-laki memakai sarung) Berbeda dengan pesantern modern yang lebih menekankan bahasa (arab,inggris), dan di pesantren modern ini memakai buku-buku atau literature kontemporer (bukan kitab kuning/klasik) lagi.
Syed Hussein Nashr sering menggunakan istilah "scientia sacra" (ilmu sakral) untuk merujuk pada "ilmu pengetahuan Islam". Baginya, istilah ini menyoroti pentingnya aspek kearifan dan spiritualitas dalam ilmu pengetahuan, sebagai lawan dari fokus pada teknologi yang menjadi ciri khas dari ilmu pengetahuan modern. Dengan menggunakan istilah ini, Nashr ingin menegaskan bahwa dalam memahami dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, aspek spiritualitas dan kebijaksanaan jauh lebih penting daripada sekadar mengejar kemajuan teknologi. Ini adalah bagian dari upayanya untuk memperkuat konsep tradisional dalam pendekatan terhadap ilmu pengetahuan Islam (Bagir, 2002: 147). Dari paparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa latar belakang pemikiran Syed Hussein Nashr dalam menggunakan konsep scientia sacra dalam mengartikan "ilmu pengetahuan Islam" adalah kesadaran akan kondisi umat Muslim yang terjebak dalam krisis dunia modern karena tanpa memperhatikan dampaknya, mereka mengikuti pola Barat secara sembrono, khususnya dalam penggunaan teknologi canggih. Nashr percaya bahwa banyak umat Muslim menggunakan teknologi tersebut semata-mata untuk tidak ketinggalan zaman, tanpa mempertimbangkan implikasi yang lebih dalam.
Hal ini menjadi alasan bagi Nashr untuk tetap memperjuangkan penggunaan ilmu pengetahuan, namun dengan mempertahankan aspek kearifan dan spiritualitas yang terdapat dalam konsep scientia sacra. Baginya, kaum modernis yang hanya mengejar kemajuan teknologi demi kesetaraan dengan negara-negara Barat telah menyimpang dari tradisi intelektual Islam. Nashr menekankan bahwa di balik kemajuan dunia modern, terdapat kemunduran yang signifikan, terutama dalam hal spiritualitas dan pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pendekatannya yang menggunakan konsep scientia sacra bertujuan untuk mengingatkan umat Muslim akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai tradisional dalam menghadapi tantangan dunia modern (Bagir, 2002: 146).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.