Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nadine Mayjesta Putri Bathara

Arah Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia Pasca Reformasi

Politik | 2024-06-09 13:26:13

Selayang Pandang

Sejak Reformasi 1998, Indonesia telah mengalami perubahan politik yang signifikan. Pergantian rezim otoriter menjadi rezim demokratis memberikan harapan besar bagi munculnya pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kepentingan rakyat.Namun, sayangnya, perubahan ini tidak sepenuhnya membawa dampak yang diharapkan. Dalam opini ini, akan dibahas mengenai arah konstitusi dan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi serta menyelami apa saja yang terjadi sampai sejauh ini.

Political Decay: Penurunan Kualitas Pemerintahan

Ilustrasi Pejabat Korup

Political decay, atau penurunan kualitas pemerintahan, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam membangun demokrasi yang sehat. Salah satu aspek yang mencolok dari political decay adalah korupsi yang merajalela. Menurut Transparency International, Indonesia masih terjerat dalam masalah korupsi yang melanda berbagai sektor, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah (Transparency International, 2021). Korupsi ini tidak hanya merusak moralitas publik, tetapi juga merusak integritas institusi dan menghambat pembangunan nasional.

Selain korupsi, political decay juga tercermin dalam kelemahan lembaga negara seperti birokrasi yang tidak efektif dan lemahnya rekruitmen aparatur negara berdasarkan meritokrasi. Hal ini menciptakan kultur politik yang korup dan menghambat efisiensi dan efektivitas pemerintahan (Sidel, 2017).

Degradasi Demokrasi: Ancaman Terhadap Partisipasi Publik

Ilustrasi Matinya Demokrasi

Demokrasi di Indonesia juga menghadapi degradasi yang mengkhawatirkan. Partisipasi publik yang semestinya menjadi inti dari demokrasi terancam oleh berbagai faktor, termasuk tingginya tingkat ketimpangan sosial dan ekonomi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2022), kesenjangan pendapatan di Indonesia masih sangat tinggi, yang berdampak pada akses terbatas masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Ketimpangan ini membatasi partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik dan menghambat terciptanya demokrasi yang inklusif.

Selain itu, degradasi demokrasi juga terlihat dalam meningkatnya intoleransi dan polarisasi politik. Hal ini tercermin dalam maraknya isu-isu yang mengadu domba masyarakat berdasarkan kepentingan kelompok tertentu (Rahman, 2020). Partai politik yang semestinya menjadi wadah representasi rakyat juga terjebak dalam dinamika kepentingan sempit yang mengabaikan aspirasi masyarakat.

Oligarki Menguat: Dominasi Kekuasaan Elit

Ilustrasi Oligarki

Oligarki, atau dominasi kekuasaan oleh sekelompok kecil elit, juga menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia pasca Reformasi. Meskipun Reformasi dimaksudkan untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi partisipasi politik masyarakat, namun faktanya, kekuasaan politik masih terkonsentrasi pada kelompok-kelompok elit yang memiliki kekayaan dan akses ke sumber daya politik yang melimpah (Aspinall, 2019). Oligarki politik ini menghambat mobilitas sosial dan menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan politik.

Tebang Pilih Hukum: Kerentanan Manipulatif Keadilan

Ilustrasi Injustice

Sistem hukum di Indonesia juga menghadapi tantangan serius terkait ketidakadilan dan tebang pilih. Penerapan hukum yang selekttif dan tidak adil menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Pengadilan yang dipandang tidak independen dan rentan terhadap tekanan politik menghambat pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang efektif (Roosa, 2020). Kasus-kasus korupsi yang melibatkan elit politik sering kali tidak ditindaklanjuti dengan tegas, sementara pelanggaran kecil oleh masyarakat biasa dihukum dengan keras. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang merongrong prinsip dasar keadilan dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Kesimpulan

Pasca Reformasi, arah konstitusi dan demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan yang memprihatinkan. Political decay, degradasi demokrasi, oligarki yang kian kuat, dan sistem hukum yang tebang pilih adalah fenomena yang menghambat kemajuan demokrasi. Untuk mengatasi tantangan ini, perlu dilakukan reformasi yang menyeluruh dalam memperkuat institusi, memerangi korupsi, membangun partisipasi aktif masyarakat, dan memperkuat independensi lembaga-lembaga negara, terutama sistem peradilan.

Referensi

Aspinall, E. (2019). Indonesia in 2018: Populist Anxieties and Elite Defiance. Asian Survey, 59(1), 90-97.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Indikator Utama Kemiskinan, Ketimpangan, dan Ketenagakerjaan. Diakses pada 4 Juni 2024, dari https://www.bps.go.id/indicator/108/1596/1/indikator-utama-kemiskinan-ketimpangan-dan-ketenagakerjaan.html

Rahman, A. (2020). Democracy, Political Polarization, and Populist Mobilization in Indonesia. South East Asia Research, 28(3), 289-303.

Roosa, J. (2020). Indonesia in 2019: Jokowi's Next Five Years. Asian Survey, 60(1), 143-150.

Sidel, J. T. (2017). Clientelism and the Political Economy of Democratic Decentralization in Post-Soeharto Indonesia. Critical Asian Studies, 49(3), 303-330.

Transparency International. (2021). Corruption Perceptions Index 2020. Diakses pada 4 Juni 2024, dari https://www.transparency.org/en/cpi/2020

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image