Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Afika Dwi Maimuna

Fast Food Gerbang Menuju Penyakit

Info Sehat | Friday, 07 Jun 2024, 16:17 WIB

Kebiasaan makan modern telah berubah secara signifikan seiring berjalannya waktu. Karena kemajuan teknologi dan meningkatnya ketersediaan pangan, pola makan masyarakat modern cenderung terdiri dari makanan olahan dan cepat saji. Makanan olahan dan cepat saji menjadi pilihan pertama banyak orang karena kemudahan dan harganya yang terjangkau.

Konsumsi makanan cepat saji seringkali dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kompleks. Pertama-tama, ketersediaan dan aksesibilitas adalah faktor terpenting. Makanan cepat saji dapat ditemukan hampir di mana saja di kota dan mudah didapat, menjadikannya pilihan menarik bagi orang-orang yang mencari makanan enak di tengah gaya hidup sibuk mereka. Keterjangkauan juga menjadi keunggulan utama. Makanan cepat saji seringkali lebih murah dibandingkan makanan sehat, menjadikannya pilihan yang ekonomis, terutama bagi orang-orang dengan anggaran terbatas. Selain itu, kebiasaan konsumsi yang terbentuk juga menjadi faktor penting.

Kebiasaan makan yang tidak sehat bisa menjadi kebiasaan yang sulit diubah, apalagi jika Anda sudah terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji sejak kecil atau berada di lingkungan yang mendorong konsumsi makanan tersebut. Kurangnya pemahaman tentang nutrisi dan dampak negatif makanan cepat saji terhadap kesehatan juga mungkin berperan. Orang dengan pengetahuan gizi terbatas mungkin tidak menyadari risiko kesehatan yang terkait dengan terlalu banyak mengonsumsi makanan cepat saji.

Junk Food Foto: Pixabay https://pixabay.com/id/photos/burger-cheeseburger-roti-isi-daging-2612137/

Dalam makanan olahan dan cepat saji terdapat kandungan lemak jenuh, gula, dan garam yang tinggi, namun rendah akan serat, vitamin, dan mineral yang penting bagi kesehatan. Dalam artikel yang keluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI. yang berjudul Ketahui bahaya terlalu sering mengkonsumsi junk food (2018) disebutkan bahwa Dampak-dampak yang ditimbulkan dari makanan cepat saji tersebut tidak terlepas dari bahan/zat-zat yang terkandung dalam makanan cepat saji. Konsumsi makanan cepat saji atau junk food yang terlalu sering juga bisa mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit yang berbahaya, seperti kolesterol tinggi, diabetes, penyakit jantung, gangguan ginjal, dan kerusakan hati. Diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan pola makan modern dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti penyakit ginjal, kebutaan, dan amputasi. Obesitas, yang seringkali disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat, merupakan epidemi global yang mengkhawatirkan dan berdampak serius pada kualitas hidup individu.

Menurut data dari Riskesdas pada tahun 2018, jumlah masyarakat yang mengalami obesitas pada orang-orang dengan umur lebih dari 18 adalah 21,8%. Selain itu, terdapat 31,0% obesitas sentral pada orang-orang dengan umur lebih dari 15 tahun. Kemudian, berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2016) terdapat lebih dari 1,9 miliar orang dewasa yang berusia di atas 18 tahun memiliki kelebihan berat badan, dan dari jumlah tersebut terdapat 600 juta orang yang obesitas, sehingga jika dihitung secara keseluruhan diperkirakan sekitar 13% dari populasi dewasa (11%laki-laki dan 15% perempuan) mengalami obesitas.

Dampak buruk lainnya ketika mengkonsumsi makanan cepat saji yang merupakan makanan tinggi lemak dan protein yaitu dapat meningkatkan risiko penurunan durasi tidur, yang pada akhirnya dapat menyebabkan rasa kantuk yang berkepanjangan sepanjang hari. Setelah mengonsumsi makanan cepat saji, efek hormon insulin meningkat sehingga menyebabkan rasa kantuk. Hormon dopamin dan serotonin yang dikeluarkan setelah makan juga menyebabkan kantuk. Makanan cepat saji secara tidak langsung mempengaruhi pola tidur yang tidak teratur. Padahal, jadwal tidur yang tepat dapat melindungi tubuh dari berbagai gangguan nutrisi dan metabolisme seperti obesitas, dislipidemia, diabetes, dan resistensi insulin. Gangguan tersebut bisa terjadi karena tidur berperan penting dalam mengatur metabolisme tubuh.

Salah satu tantangan terbesar dalam mengatasi masalah ini adalah mengubah perilaku masyarakat, yang merupakan hal yang sulit. Kebiasaan makan yang tidak sehat seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ketersediaan pangan, harga, dan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang tepat. Tantangannya memang besar, namun langkah-langkah dapat diambil untuk mengatasi masalah ini. Pendidikan adalah kuncinya, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya makanan sehat dan dampaknya terhadap kesehatan jangka panjang dapat mendorong perubahan perilaku.

Mengatasi tantangan kebiasaan makan modern yang tidak sehat juga memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Penting juga untuk mendorong perubahan budaya yang lebih sehat, seperti mempromosikan budaya kuliner yang menggunakan bahan-bahan segar dan mendukung produksi pangan lokal. Tindakan praktis seperti menyiapkan makanan dari bahan segar, mengurangi konsumsi makanan olahan, dan memperbanyak konsumsi sayur dan buah dapat membantu meningkatkan gizi dan mengurangi risiko penyakit kronis. Dengan kerja keras, dedikasi, dan dukungan dari berbagai sumber, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pilihan makanan yang lebih sehat bagi semua orang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image