Keren, Mari Mengungkap Misteri Dunia Paralel dan Kucing Schrodinger!
Eduaksi | 2024-06-07 00:50:34Friends, apakah kamu termasuk orang yang mempercayai kucing punya sembilan nyawa? Sebenarnya itu bukan karena kucing punya banyak nyawa, tapi karena dia punya banyak dunia. Apa? Banyak dunia? Yuk simak cerita seru ini!
Parallel universe atau multiverse adalah teori yang menjelaskan bahwa dunia itu bukan hanya satu, tapi banyak sekali dunia lain yang mirip dengan kita ataupun tidak mirip dengan kita dan memiliki alur kehidupan sendiri. Sama seperti mitos kucing yang punya banyak nyawa. Ada satu kisah popular yang sering diceritakan para ilmuwan dalam fisika kuantum, yaitu cerita dari kucingnya schrodinger. Ini adalah kisah tentang seekor kucing malang yang dikurung dalam sebuah kotak Bersama racun. Nah menariknya, kucing ini tidak hidup dan juga tidak mati, tapi dia hidup sekaligus mati.
Memang absurd, tapi kisah ini bukan sebuah mitos, bukan pula legenda, melainkan sebuah eksperimen pikiran yang dilakukan Erwin Schrodinger, ilmuwan yang perannya sangat besar dalam fisika kuantum. Schrodinger melalui kucingnya ingin menunjukkan bahwa fenomena dalam fisika kuantum bisa membuat dunia ini tampak tidak masuk akal. Nah, dari kisah ini lahir hipotesis tentang dunia parallel, karena kucing ini tidak hidup dan tidak mati di satu dunia, tapi hidup dan mati di dunia yang berbeda.
Oke friends, sebelum kita bahas kucingnya schrodinger yang nanti memunculkan hipotesis dunia parallel, kalian harus tau dulu terlepas dari kontroversinya, faktanya persamaan schrodinger adalah rumus paling sukses sepanjang Sejarah fisika karena berkat rumusnya shcrodinger lah para ilmuwan dapat mematahkan semua unsur dalam tabel periodic dan kita dapat menikmati banyak teknologi yang lahir darinya, maka Sebagian ilmuwan tidak mau terlibat soal perdebatan tafsirannya, yang penting rumusnya bekerja, mereka menggunakan rumus ini seperti kita yang menggunakan handphone yang dimana kita tahu cara menggunakannya tapi kita tidak tahu cara kerja di dalamnya.
Schrodinger pun kemudian menunjukkan sebuah paradoks melalui sebuah eksperimen pikiran yang kemudian dikenal dengan schrodinger scale. Schrodinger membayangkan ada seekor kucing yang didalam kotak yang berisi raacun, radioaktif, dan Geiger counter, alat yang bisa mendeteksi peluruhan radioaktif, dan alat ini terhubung dengan palu. Skenarionya adalah kalau alat ini mendeteksi adanya peluruhan radioaktif, maka palu akan memecahkan tabung racunnya dan kucingnya akan mati karena keracunan, begitu sebaliknya.
Lalu apa maksud schrodinger melakukan eksperimen ini sih? Oke ingat prinsip menurut interpretasi kopenhagen, setiap partikel selalu dalam keadaan superposisi ketika kita tidak mengamatinya konsepnya sama seperti meluruh atau tidaknya radioaktif tadi, bahwa mengukur atau mengamati dalam konteks sama dengan seperti kita melihat dengan mata. kotak dalam eksperimen tadi dalam keadaan tertutup jadi kita tidak bisa melihat secara langsung apa yang terjadi didalam kotak.
Disini paradoksnya yang ingin ditunjukkan schrodinger, katakanlah kita membuka kotaknya dan menemukan kucingnya mati artinya atom meluruh, pertanyaannya sejak kapan kucingnya mati? Kita tidak bisa mengatakan kucingnya telah mati sejak kotaknya masih tertutup dan kita pun tidak bisa mengatakan kucingnya masih hidup selama kotaknya masih tertutup karena selama kotak masih tertutup zat radioaktif tadi belum bisa dikatakan meluruh atau tidak, tapi meluruh atau tidak dalam waktu yang bersamaan, jadi ketika kotaknya masih tertutup otomatis kita juga harus memandang kucingnya dalam keadaan superposisi, mati dan hidup dalam waktu yang bersamaan.
Situasi paradoks ini menyoroti sifat aneh dan kontra-intuitif mekanika kuantum, dimana partikel dapat ada dalam beberapa keadaan secara bersamaan sampai diukur atau diamati, dimana pada saat itu mereka “runtuh” menjadi satu keadaan pasti. Paradoks kucing schrodinger ini tidak memiliki jawaban yang pasti. Eksperimen ini menyoroti perdebatan panjang tentang interpretasi fisika kuantum.
Salah satu interpretasi utama adalah Interpretasi Kopenhagen, yang menyatakan bahwa objek kuantum berada dalam keadaan superposisi hingga diobservasi, dan hanya setelah observasi mereka mengambil nilai pasti. Dalam hal ini, kucing Schrödinger akan berada dalam keadaan superposisi hingga kotaknya dibuka dan keadaan kucing diamati. Namun, banyak fisikawan juga mendukung interpretasi lain, seperti interpretasi banyak dunia atau interpretasi dekoherensi.
Interpretasi banyak dunia menyatakan bahwa setiap hasil kemungkinan terjadi di alam semesta paralel, di mana di satu alam semesta kucing hidup dan di alam semesta lainnya kucing mati. Interpretasi dekoherensi mengusulkan bahwa interaksi kucing dengan lingkungannya akan menyebabkan superposisi tersebut "kolaps" menjadi satu keadaan yang terukur saat sistem menjadi terlalu besar dan kompleks untuk tetap berada dalam superposisi., dan yang terakir adalah interpretasi informasi yang dimana ini adalah keadaan superposisi yang hanya ada dalam informasi yang kita miliki tentang system, bukan dalam system itu sendiri.
Eksperimen kucing Schrodinger sering digunakan untuk mengilustrasikan konsep superposisi dan peran observasi dalam teori kuantum. Eksperimen pikiran kucing Schrödinger tidak hanya menarik dalam konteks fisika kuantum, tetapi juga mencerminkan sifat paradoksal dan kompleksitas realitas dalam dunia kita.
Sementara interpretasi kuantum yang berbeda-beda terus menjadi subjek debat, konsep kucing Schrödinger tetap menjadi ikonik dalam memperjuangkan pemahaman kita tentang alam semesta yang aneh dan ajaib ini. Sehingga, setiap kali kita mendengar tentang kucing Schrödinger, kita diingatkan akan keanehan dan kemajuan dalam pemahaman manusia tentang alam semesta.
Created by Ade Shendy Aulia Ashari Mahasiswa Fisika Universitas Airlangga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.