Urgensi Penerapan Pajak Karbon di Indonesia
Hukum | 2024-06-06 14:19:12Global Warming dan Climate Change menjadi ancaman bagi keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem. Emisi karbon yang tinggi dari berbagai aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan suhu global, perubahan pola cuaca sehingga timbul anomali cuaca, naiknya permukaan air laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Dampaknya meliputi kerugian ekonomi, bencana alam yang lebih sering terjadi, dan ancaman terhadap kesehatan manusia (Yiwananda & Nugrahani, 2021). Emisi karbon, yang berasal dari berbagai aktivitas manusia, merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap pemanasan global ini. Untuk mengatasi masalah ini, penerapan pajak karbon telah menjadi topik yang hangat di berbagai negara.
Di Indonesia, penerapan pajak karbon menjadi sangat mendesak, terutama dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh perusahaan dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Penerapan pajak karbon di Indonesia sangat penting karena negara ini memiliki sejumlah besar perusahaan dan PLTU yang menjadi penyumbang emisi karbon. Perusahaan-perusahaan besar di sektor industri, seperti sektor pertambangan, manufaktur, dan transportasi, sering kali menjadi penyumbang utama dalam emisi karbon. Dengan menerapkan pajak karbon, perusahaan-perusahaan ini akan merasakan dampak finansial atas emisi karbon yang dihasilkan. Hal ini akan mendorong mereka untuk melakukan investasi dalam teknologi yang lebih bersih dan berkelanjutan, serta mengurangi emisi karbon mereka.
Pajak karbon diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang membahas mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Undang-Undang tersebut menetapkan aturan mengenai penerapan pajak karbon di Indonesia. Awalnya, rencananya pajak karbon akan diberlakukan mulai 1 April, namun kemudian ditunda menjadi 1 Juli 2022 khusus untuk sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Penerapan pajak karbon ini lebih ditekankan pada badan usaha sebagai subjek pajak. Tarif pajak karbon akan ditetapkan lebih tinggi atau setidaknya sebanding dengan harga karbon di pasar karbon domestik. Tujuannya adalah mendorong pengurangan emisi karbon dan memberikan insentif kepada badan usaha untuk menerapkan praktik yang lebih ramah lingkungan.
Undang-Undang HPP menetapkan ketentuan awal mengenai pajak karbon dengan penerapan pertama terhadap badan usaha PLTU batubara dengan tarif sebesar Rp 30 per kilogram CO2e atau satuan serupa. CO2e adalah satuan yang digunakan untuk mengukur emisi gas rumah kaca berdasarkan potensi pemanasan globalnya. Selain itu, Undang-Undang HPP juga memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mendapatkan pengurangan pembayaran pajak karbon atau perlakuan khusus lainnya jika mereka terlibat dalam kegiatan perdagangan emisi karbon, pengimbangan emisi karbon, atau mekanisme lingkungan hidup lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam bidang lingkungan hidup (Margono et al, 2022).
Pemberlakuan pajak karbon di Indonesia memiliki urgensi yang sangat penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan prinsip polluter pays principle. Meski belum ada peraturan khusus yang mengatur pajak karbon saat ini, ada landasan yang menunjukkan betapa pentingnya penerapan tersebut. Dari segi landasan yuridis, keberadaan pajak karbon sangat diperlukan untuk menerapkan prinsip pencemar membayar. Prinsip ini mengharuskan pihak yang mencemari lingkungan bertanggung jawab atas dampak negatif yang dihasilkannya. Dengan menerapkan pajak karbon, perusahaan atau badan usaha yang menjadi sumber emisi karbon akan dikenai biaya tambahan sebagai kompensasi atas dampak lingkungan yang terjadi. Langkah ini akan mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon.
Berdasarkan dasar sosiologi, Pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon secara mandiri sebesar 29% dan mencapai target pada tahun 2030. Penerapan pajak karbon menjadi salah satu cara yang efektif untuk mencapai target tersebut. Dengan memberlakukan pajak karbon, perusahaan akan merasa terdorong untuk mengurangi emisi karbon mereka agar dapat menghindari biaya yang lebih tinggi. Hal ini akan mendorong investasi dalam teknologi dan praktik yang lebih bersih dan ramah lingkungan, sehingga membantu mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan pajak karbon juga memiliki dampak positif dalam mengurangi emisi karbon secara keseluruhan. Dengan memberikan insentif ekonomi yang berbasis pada harga karbon, pajak karbon mendorong perusahaan untuk mencari solusi inovatif dalam mengurangi emisi karbon mereka. Pada saat yang sama, pajak karbon juga memberikan sumber pendapatan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung proyek-proyek pengurangan emisi dan pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan pertimbangan landasan yuridis dan sosiologis ini, penerapan pajak karbon di Indonesia menjadi urgensi yang penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengurangi emisi karbon. Melalui pengaturan yang tepat, pajak karbon dapat mendorong perubahan perilaku perusahaan, investasi dalam teknologi bersih, dan pengurangan emisi karbon secara keseluruhan. Selain itu, pajak karbon juga memberikan sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam penerapan pajak karbon ini. Salah satu tantangan utama adalah keberlanjutan dan efektivitas kebijakan ini dalam jangka panjang. Pajak karbon yang terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan kondisi industri dapat berdampak negatif pada daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan yang matang dan pengawasan yang ketat dalam menerapkan pajak karbon ini. Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa penerapan pajak karbon ini dilakukan secara adil.
Pajak karbon dapat memiliki dampak yang lebih besar pada perusahaan kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk beradaptasi dengan cepat. Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah untuk melindungi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah ini, seperti memberikan insentif khusus atau bantuan dalam mengadopsi teknologi yang ramah lingkungan. Perlu juga ada kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam menerapkan pajak karbon ini. Pemerintah perlu memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang urgensi dan manfaat dari penerapan pajak karbon. Selain itu, perusahaan juga perlu terlibat aktif dalam mengurangi emisi karbon mereka dan berpartisipasi dalam program-program pengurangan emisi yang didukung oleh pemerintah.
REFERENSI
Margono, M., Sudarmanto, K., Sulistiyani, D., & Sihotang, A. P. (2022). Keabsahan Pengenaan Pajak Karbon Dalam Peraturan Perpajakan. Jurnal USM Law Review, 5(2), 767-781.
Yiwananda, Y., & Nugrahani, H. S. D. (2021). Realisasi Kebijakan Energi Terbarukan Uni Eropa (UE) oleh Denmark dalam Upaya Menghadapi Ancaman Pemanasan Global. Intermestic: Journal of International Studies, 6(1), 121-146.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.