Dampak Premium Dihapus
Info Terkini | 2022-01-19 06:42:02Dampak Premium Dihapus
Oleh: Dhevy Hakim
Tahun baru banyak kejutan baru. Sayangnya kejutan yang dirasakan oleh rakyat bukanlah kejutan yang enak. Belum turun harga bahan pokok yang meroket, sudah disusul kabar kenaikan tarif dasar listrik dan juga berita tak sedap dihapusnya premium dan pertalite.
Melansir dari okefinance (2/1/2022), Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM. Perpres tersebut sekaligus mengubah Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur ketentuan serupa. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 20l4 tentang penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 399) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 20l4 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 202l Nomor 169). Jenis BBM tertentu sebagaimana dimaksud dalam terdiri atas Minyak Tanah (Kerosene) dan Minyak Solar (Gas Oil).
Menurut keterangan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin penghapusan BBM jenis Premium merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbon dan menuju energi hijau yang ramah lingkungan. Sementara itu, Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya juga telah mencanangkan program Langit Biru agar masyarakat mau beralih dari BBM jenis Premium ke Pertalite, serta berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 12 juta ton. (ANTARANEWS, 28/12/2021)
Benarkah Untuk Energi Hijau?
Langkanya premium yang dijual untuk masyarakat sudah lama dirasakan oleh rakyat, bahkan rakyat sudah bisa menilai bahwasanya kelangkaan tersebut merupakan trik dan pertanda premium akan berhenti dipasarkan.
Adanya perubahan Perpres semakin menguatkan dugaan premium akan dihapus. Meskipun Perpres mengenai penyaluran BBM memang belum menghapus premium untuk saat ini, namun secara pasti pemerintah akan menghapus produksi-distribusi premium demi energi hijau.
Hal ini seiring dengan permen LHK, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang. Bahwa untuk mengurangi emisi karbon maka direkomendasikan agar BBM yang dijual adalah RON 91 ke atas. Berdasarkan nilai oktan atau RON (Research Octane Numbe), Premium memiliki nilai oktan 88, sedangkan Pertalite memiliki RON 90, sedangkan Pertamax sebesar 92. Oleh karenanya sesuai Permen LHK, BBM yang direkomendasikan untuk dijual yaitu Pertamax.
Berbicara energi hijau, sejatinya tujuannya adalah untuk mengurangi polusi udara sehingga bisa menurunkan efek rumah kaca, yang mana beberapa waktu lalu menjadi warning keras dari PBB. Namun, jika dilihat dari sisi deforestasi, banyaknya hutan lindung yang ditebangi untuk pertambangan maupun area kebun sawit, hal ini seperti bertolak belakang. Apalagi ditambah dengan UU Omnibus Law yang sedianya meminggirkan AMDAL, bahkan limbah FABA yang berbaya sampai dihapus.
Oleh karenanya kebijaksanaan yang adil dan beradab diperlukan dalam masalah ini. Jangan sampai hanya akal-akalan dan rakyat yang dikorbankan.
Perhatikan Dampaknya
Di tengah situasi ekonomi yang serba sulit akibat dampak pandemi, untuk kebutuhan mobilitas seringkali yang dipikirkan masyarakat asal bisa jalan. BBM yang paling murah tentu yang paling dipilih.
Adanya rencana penghapusan premium dan pertalite secara bertahap harus memperhatikan dampaknya. Rencana ini berpotensi mengerek inflasi dan menekan konsumsi masyarakat pada tahun depan. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengarakan, dampak perubahan kebijakan tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi. Dampak langsungnya terhadap sektor transportasi terutama darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite. (Katadata.co.id, 28/12/2021)
“Karenanya berpengaruh ke transportasi, maka ini juga punya efek domino ke sektor lainnya, terutama (inflasi) bahan-bahan makanan,” kata Faisal. Ia menjelaskan, meski tak semua aktivitas logistik bahan makanan menggunakan bahan bakar premium, penghapusan Premium dan Pertalite akan memberikan dampak psikologis. Hal ini karena bahan bakar yang dapat dikonsumsi memiliki harga lebih mahal.
Dihapuskannya dan pertalite jelas membawa dampak pada laju ekonomi rakyat. Beban rakyat akan menjadi semakin berat. Seyogyanya, kebijakan penghapusan premium dan pertalite dikaji ulang.
BBM sebagai bahan bakar sesungguhnya termasuk kepemilikan umum, negara berkewajiban untuk mengelolanya kemudian dikembalikan untuk rakyat. Haram swasta ataupun individu memilikinya.
Wallahu a'lam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.