Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RIRIN PURWITA DEWI

Ambang Batas Usia Dipangkas: Keputusan Berani MA atau Langkah Berbahaya?

Politik | 2024-06-05 17:30:23
ilustrasi: Foto Close Up Dari Gavel Kayu (sumber:https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-close-up-dari-gavel-kayu-5668481/)

Baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan penting terkait batas usia calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Putusan tersebut menjadi perbincangan hingga menimbulkan perdebatan. Putusan tersebut diterbitkan pada 29 Mei 2024 dengan Putusan Nomor 23 P/HUM/2024. Putusan tersebut dikritik, karena dianggap bermuatan politis dan melanggar prosedur. Partai Garuda mengajukan gugatan terkait syarat batas usia calon gubernur dan wakil gubernur, yang kemudian diabulkan oleh MA. Putusan tersebut menetapkan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur yang ditetapkan adalah minimal 30 tahun, sedangkan untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota minimal 25 tahun, terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Keputusan ini langsung menuai beragam reaksi dari berbagai kalangan, baik dari para politisi, akademisi, maupun masyarakat umum. Sejauh ini, keputusan tersebut dianggap sebagai langkah inovatif yang membuka jalan bagi generasi muda, namun juga memunculkan berbagai kontroversi dan perdebatan.

Penurunan batas usia bertujuan untuk memberi kesempatan bagi generasi muda berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan. Kaum muda dinilai memiliki energi, ide-ide segar, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan zaman. Dengan adanya inovasi dari generasi muda, diharapkan akan membawa perubahan positif. Walaupun keputusan tersebut menuai pro dan kontra, namun banyak yang menyambut baik keputusan ini, salah satunya adalah organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa. Mereka berpendapat bahwa generasi muda memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan dan informasi, serta memiliki kepekaan yang tinggi terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, mereka layak mendapat kesempatan yang sama untuk terjun ke dalam dunia politik dan pemerintahan. Salah satu contoh kepala daerah dari generasi muda yang sukses membawa perubahan signifikan adalah Sanna Marin, Perdana Menteri Finlandia yang memimpin negara tersebut pada usia 34 tahun. Dengan batas usia yang lebih rendah, Indonesia diharapkan dapat melahirkan pemimpin-pemimpin muda yang mampu membawa pembaruan.

Walaupun para organisasi pemuda dan mahasiswa menyambut baik putusan tersebut, namun berbeda dengan generasi sebelumnya atau orang-orang yang kontra dengan putusan yang dikeluarkan oleh MA. Kekhawatiran utama terkait putusan tersebut adalah minimnya pengalaman dan kematangan emosional calon yang berusia lebih muda. Karena menjadi kepala daerah bukanlah tugas yang mudah, sehingga dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai birokrasi, manajemen pemerintahan, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijak dalam situasi sulit. Namun tidak jarang jika penurunan batas usia ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memajukan calon-calon muda yang hanya menjadi boneka politik.

Dengan adanya putusan tersebut dikhawatirkan jika politik dinasti yang sudah cukup kuat di Indonesia semakin menguat, sehingga anak muda dari keluarga politisi bisa didorong maju sebagai calon kepala daerah tanpa pengalaman yang memadai. Selain pro dan kontra, bagaimana kesiapan infrastruktur politik dan administratif untuk mendukung para calon? Apakah partai politik sudah siap mengakomodasi dan memberikan pelatihan yang memadai bagi kader-kader mudanya? Atau bagaimana dengan sikap birokrasi yang mungkin masih memandang sebelah mata para pemimpin muda?

Penurunan batas usia calon kepala daerah memang membawa potensi besar bagi inovasi dan pembaruan dalam politik lokal Indonesia, namun tantangan dan kontroversi juga tidak bisa diabaikan. Sehingga yang dibutuhkan adalah pendekatan yang komprehensif dan berimbang. Untuk mengoptimalkan dampak positif dari kebijakan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Partai politik perlu melakukan kaderisasi yang lebih baik dan memberikan pelatihan intensif bagi kader-kader muda mereka. Selain itu, sistem dan regulasi harus diperkuat untuk memastikan bahwa calon-calon yang maju benar-benar memiliki kompetensi dan integritas yang dibutuhkan untuk memimpin daerahnya. Masyarakat juga memegang peranan penting dengan menjadi pemilih yang kritis dan cerdas, tidak hanya melihat usia, tetapi juga track record dan visi misi calon kepala daerah. Dengan demikian, penurunan batas usia ini bisa benar-benar menjadi langkah inovatif yang membawa perubahan positif, bukan sekadar wacana yang menimbulkan kontroversi.

Dengan pendekatan yang tepat, keputusan MA ini bisa menjadi titik awal bagi transformasi politik lokal Indonesia yang lebih inklusif, dinamis, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Semoga masa depan politik Indonesia akan diwarnai oleh lebih banyak pemimpin muda yang kompeten dan berdedikasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image