Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Echa Anwar

Strategi Literasi Digital Mahasiswa dalam Mencegah Kejahatan Phishing di Era Teknologi

Teknologi | 2024-06-05 07:13:21

Tengku Ramizah Nur Anwar Prodi Bahasa & Sastra Inggris Logika dan Pemikiran Kritis PDB 41

Artikel ini akah diunggah di Republika

STRATEGI LITERASI DIGITAL MAHASISWA

DALAM MENCEGAH KEJAHATAN PHISHING DI ERA TEKNOLOGI

Abstrak

Peningkatan penggunaan teknologi komunikasi tidak hanya disebabkan oleh banyaknya manfaat yang diperoleh oleh pengguna, seperti kemudahan berkomunikasi yang lebih efektif, tetapi juga karena teknologi tersebut membantu meningkatkan efisiensi dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari masyarakat. Disamping itu, teknologi juga memiliki konsekuensi negatif, salah satunya peningkatan kasus kejahatan di dunia maya yang dikenal sebagai cybercrime. Phishing menjadi salah satu bentuk cybercrime yang belakangan ini meresahkan banyak masyarakat karena menyebabkan pencurian identitas serta kerugian finansial. Melalui penguatan literasi digital, mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan digitalnya dalam mencegah kejahatan phishing dan cybercrime lainnya. Strategi ini diantaranya : 1) Meningkatkan literasi digital dalam keterampila. Berkomunikasi; 2) Melakukan edukasi kepada keluarga dan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung; 3) Kolaborasi antara mahasiswa, lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara luas.

Kata Kunci : Teknologi Komunikasi, Cybercrime, Literasi Digital

Pada era global saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan, informasi komunikasi dan teknologi telah melaju sangat pesat di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia yang juga tidak tertinggal dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasinya. Pemanfaatan dan penggunaan tekonologi komunikasi ini dapat tercemin dari banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan alat komunikasi dan teknologi seperti smartphone, smarttab, pc yang didalamnya didukung oleh penggunaan internet. Terbukti dari hasil survei dan laporan APJII yang menyebutkan bahwa total pengguna internet menyentuh 196,7 juta jiwa di Indonesia dalam periode 2019-2020, kemudian meningkat menjadi 215,63 juta jiwa pada 2022-2023 (Vinka & Michele, 2021). Meningkatnya pengguna komunikasi dan teknologi tidak lepas dari beragamnya keuntungan yang diperoleh, tidak hanya membuat masyarakat jauh lebih mudah untuk

berkomunikasi secara efektif tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dan aktivitas kesehariannya menjadi lebih efiesien.

Kemudahan yang diperoleh masyarakat dari teknologi nyatanya disisi lain memiliki dampak negatif, salah satunya merebaknya kejahatan di jejaring maya atau disebut cybercrime. Cybercrime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok secara online kemudian merugikan korbannya. Cybercrime memiliki beragam jenis dengan tujuan dan sifat yang berbeda, ada yang menggunakannya untuk mencuri informasi pribadi untuk pemerasan, dan ada pula yang menggunakannya untuk mencuri informasi pribadi terkait transaksi hingga perbuatan asusila (Akinbowale et al., 2020). Adapun salah satu jenis cybercrime yang saat ini sedang tren adalah phishing. Phishing merupakan jenis kejahatan maya di mana korban atau target dihubungi melalui email, telepon atau pesan teks oleh seseorang yang menyamar sebagai institusi yang sah untuk memikat individu agar memberikan data sensitif seperti informasi identitas pribadi, detail perbankan dan kartu kredit, dan kata sandi. Informasi tersebut kemudian digunakan untuk mengakses akun penting dan dapat mengakibatkan pencurian identitas dan kerugian finansial.

Kejahatan phishing sejatinya telah ada sejak dahulu yang mana pertama kali muncul ditahun 1995. Kemudian seiring berkembanganya teknologi dan komunikasi phishing, dari tahun ke tahun semakin merajalela diberbagai platform komunikasi. Kejahatan phishing dengan mudah dapat dijumpai melalui ranah internet. Pelaku atau yang disebut phisher kerap kali melakukan duplikasi website populer dengan serupa untuk mengecoh korban. Selain website, phishing juga sangat mudah dijumpai melalui media sosial dan pesan teks sebab para pelaku biasanya melancarkan aksinya melalui iklan menarik agar korban dapat mengklik yang dikirimkan atau dipasangkan. Dalam hal ini, pelaku menggunakan Technical Subterfuge atau menanam malware ke perangkat untuk mencuri informasi kredensial dari korbannya (Muftiadi et al, 2022). Sebagai akibat, makin banyak pengguna teknologi yang kemudian menjadi korban kerugian finansial melalui penipuan dan pencurian identitas.

Data jumlah phishing di Indonesia selama 5 tahun terakhir tercatat menyetuh angka 34.622 kasus. Cukup tingginya angka kasus phishing tidak terlepas dari masih rendahnya literasi khususnya literasi digital masyarakat di Indonesia. Literasi digital sendiri merupakan kemampuan individu untuk memahami, menggunakan, dan berpartisipasi dalam dunia digital dengan efektif. Hal ini mencakup pemahaman tentang teknologi digital, kemampuan untuk mengevaluasi informasi yang ditemukan secara

online, serta keterampilan untuk menggunakan berbagai alat dan platform digital dengan bijak. Literasi digital kemudian memiliki peran sebagai pondasi yang penting dalam menghadapi era digital saat ini, sebab seseorang yang memiliki literasi dengan tingkat rendah lebih cenderung mudah menyerap pesan yang nampak, diproduksi dan telah ditentukan oleh media. Karena keterbatasan persepktifnya, struktur pengetahuan yang ia miliki relatif dangkal dan minim terorganisis sehingga tidak cakap dalam mengintepretasikan makna dari pesan media yang ia komsumsi yang pada akhirnya sulit dalam mengidentifikasi kebenaran dan ketetapatan suatu informasi. Hal ini sejalan dengan data di tahun 2020, di mana skor penilaian literasi digital Indonesia masih belum mempumpuni. Dari empat indikator penilaian, kemampuan mencari informasi dan literasi data, pengaturan keamanan perangkat, komunikasi dan kolaborasi, serta kecakapan penggunaan teknologi, ditemukan bahwa setengah dari 34 provinsi Indonesia berada di bawah rata-rata nasional (Al Jannah, 2021). Itulah mengapa kasus phishing di Indonesia cukup marak dan bahkan terus meningkat tiap tahunnya.

Untuk menghindari dan menekan kasus phishing dan jenis cybercrime lainnya, perlunya strategi inovatif, kolaboratif dan transformatif. Strategi ini dapat dimulai terlebih dahulu dari diri sendiri. Kita sebagai mahasiswa apalagi memiliki fungsi dan peran ganda bukan hanya serta merta belajar dibangku perkuliahan melainkan sebagai agen perubahan dan pengendali sosial perlu meningkatkan kepekaan dan pemahaman dengan literasi digital. Apalagi mahasiswa adalah generasi muda yang sebagian besar pelaku pengguna teknologi mendominasi saat ini. Melalui literasi digital, mahasiswa sekiranya memiliki keterampilan digital yang mencakup keterampilan berkomunikasi, bertransaksi, penanganan konten dan informasi, aman dan legal secara online, pemecahan masalah, serta keterampilan beretika dan berbudaya. Setelah memupuk literasi digital kepada diri sendiri, mahasiswa selanjutnya dapat melakukan edukasi dan pentingnya literasi digital kepada keluarga dan kerabat baik secara langsung dan tidak langsung misalnya melalui pengemasan konten yang kreatif di media sosial mengenai bahaya kejahatan phishing dan cybercrime lainnya yang dapat memberikan kerugian finansial yang sangat besar.

Edukasi literasi digital selanjutnya dapat dilakukan dengan memuat informasi seputar kesadaran akurat tehadap paparan informasi, membekali diri dengan pengetahuan, memilih dan memilah sumber terpercaya, menekankan pada opini pribadi yang rasional, tidak sembaragan melakukan transanski secara online dan tidak mudah menyebar data diri. Apalagi terkait phishing, masyarakat dapat dibekali dengan apa itu

phishing, ciri-ciri, cara kerja dan pencegahannya sejak awal. Dengan begitu, phishing dan jenis cybercrime lainnya dapat diminimalisir dan dideteksi. Untuk tindakan preventif yang lebih maksimal, mahasiswa dapat berkolaborasi dengan pihak civitas akademik dan pemerintah untuk melakukan edukasi literasi digital dengan lini yang lebih luas lagi, diikuti dengan pemanfaatan teknologi seperti membuat software keamanan yang dapat mendeteksi phishing untuk dapat diinstal oleh masyarakat kedepannya. Masyarakat juga perlu selalu dihimbau untuk melakukan pelaporan kepada pihak berwajib atau instansi terkait apabila sewaktu-waktu menemui website atau pesan mencurigakan terkait permintaan data atau transaksi.

REFERENSI

Akinbowale, O. E., Klingelhöfer, H. E., & Zerihun, M. F. (2020). Analysis of cyber- crime effects on the banking sector using the balanced score card: a survey of literature. Journal of Financial Crime, 27(3), 945-958.

Al Jannah, N. A. (2021, November 17). Literasi Digital Indonesia dan Kebiasaan Menyebar Hoaks. Diakses dari Dataindonesia.id: https://dataindonesia.id/Digital/detail/literasi-digital-indonesia-dan-kebiasaan- menyebar-hoaks

Rahman, P.F. (2022, Desember 27). Ada 34.622 Kasus Phising di Indonesia Selama 5 Tahun Terakhir. Diakses dari https://www.detik.com/jatim/berita/d- 6483650/ada-34622-kasus-phising-di-indonesia-selama-5-tahun-terakhir/amp

Muftiadi, A., Agustina, T.P.M., & Evi, M. (2022). Studi Kasus Keamanan Jaringan Komputer: Analisis Ancaman Phising Terhadap Layanan Online Banking. Hexatech: Jurnal Ilmiah Teknik, 1(2), 60-65.

Vinka, A.M., & Michele, N. (2021). Pengaruh Teknologi Internet Terhadap Pengetahuan Masyarakat Jakarta Seputar Informasi Vaksinasi Covid-19. Tematik: Jurnal Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 8(1), 1-13.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image