Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Nur Cahyani

Toxic People dan Egoisme Membuat Angka Pernikahan di Indonesia Ngedrop

Eduaksi | 2024-05-24 22:20:43

Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian tersebut tercantum dalam Undang – undang Pernikahan (UUP RI) Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 (Kumparan, 2022). Menikah dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang saling mencintai dan mengasihi. Baru – baru ini istilah toxic people ramai di perbincangkan terlebih di kalangan gen Z. Toxic people adalah istilah seseorang yang memiliki sifat pribadi yang suka menyusahkan dan merugikan orang lain, baik secara fisik maupun mental. Toxic people ini dapat berupa tidak mengakui kesalahan, suka memanipulasi dan mengontrol orang lain, sering meremehkan orang lain, dan lain-lain (Pratiwi, 2021). Sama halnya dengan toxic people, egoisme juga memiliki pandangan negatif yaitu seseorang yang memiliki perilaku menitikberatkan kepentingan sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Di kalangan Gen Z istilah egoisme memiliki beberapa konsep seperti gamon atau gagal move on yaitu istilah yang menggambarkan seseorang yang belum bisa melupakan masa lalunya (Lenteraku, 2018).

Hal – hal tersebut membuat angka pernikahan di Indonesia menurun, terlebih di kalangan Gen Z. Menurut saya hal tersebut terjadi karena mereka mengantisipasi terjadinya perceraian pada pernikahan yang akan dijalankan kelak. Tak sedikit pula public figure yang baru menikah 2 – 3 tahun tetapi sudah cerai. Hal tersebut juga menjadi pertimbangan di masyarakat umum. Badan Pusat statistik (BPS) dalam Laporan Statistik Indonesia 2024 mencatat, angka pernikahan pada 2023 sebanyak 1.577.255. Jika di lihat kebelakang, angka pernikahan pada tahun 2023 merupakan terendah sejak 1977/1998. Rekor angka pernikahan terendah sebelumnya terjadi pada tahun 1996/1997. Dikutip dari Laporan Statistik Indonesia 2024, jumlah pasangan yang menikah sepanjang 2023 menurun hingga 128.093 dibandingkan dengan 2022, yakni sebanyak 1.705.348 (Arieza, 2024). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental (BRPKM) ditulis oleh Adilah Nurviana dan wiwin Hendriani dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga pada tahun 2021 terdapat dua kelompok temuan berdasarkan rencana pernikahan, yaitu : (1) Menunda untuk menikah hingga mencapai usia tertentu dan (2) Tidak ingin menikah. Alasan dominan menurut BRPKM adalah membahagiakan orang tua dan melanjutkan Pendidikan menunjukkan kebutuhan ekonomi dan Pendidikan menjadi hal utama dalam menunda pernikahan (Nurviana & Hendriani, 2021).

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memiliki data jumlah orang yang menikah pada 2021 mencapai 1,9 juta, angka perceraian sendiri tembus 581.000 pada tahun yang sama. Mengingat tingginya angka perceraian, Hasto menjelaskan bahwa penyebab perceraian tersebut karena toxic people. “Saat ini, perceraian tinggi karena banyak keluarga asalnya adalah orang toxic bertemu orang waras,” ujar Hasto dalam keterangan resminya, Senin 20 Oktober 2023 (Asia & Hardiyanto, 2023). Terlebih banyak isu KDRT yang terjadi di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) ada sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat 15,2 persen dari tahun 2021 (Yudanti & Anata, 2023).

Meskipun banyak orang menunda pernikahan dan membuat angka pernikahan turun di Indonesia, tetapi menikah dapat melestarikan kelangsungan hidup manusia. Sebelum menikah hendaknya kita harus mengenal calon pasangan, menimbang – nimbang apakah satu frekuensi, apakah setara. Perbanyak komunikasi untuk mengetahui kepribadian calon pasangan. Sebelum menikah hal pertama yang harus kita lakukan adalah kenali diri kita sendiri, mencintai diri sendiri dengan begitu kita akan mengetahui apa yang diinginkan oleh diri kita sendiri. Yang kedua luruskan niat untuk menikah, jangan terburu-buru memutuskan untuk melaksanakan pernikahan. Yang ketiga jangan terpaku masa lalu, hal ini dapat menyebabkan kita jalan di tempat dan tidak memiliki kemajuan.

Dapat disimpulkan menikah sebetulnya bukan hal yang menakutkan, menikah juga dapat melestarikan hidup dengan memiliki keturunan. Kenali calon pasangan sebelum memutuskan untuk menikah dan komunikasi setelah menjadi pasangan suami istri merupakan kunci untuk mencegah kesalahpahaman. Nyatanya tak sedikit pula orang lebih bahagia setelah menikah, karena dapat menjalankan kehidupan sehari – hari dengan orang yang mereka cintai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image