Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azahra Marinda Putri

Dampak Kesehatan Mental Anak Akibat Keluarga Broken Home

Eduaksi | Monday, 20 May 2024, 17:45 WIB

Keluarga merupakan satu kesatuan utuh yang dihubungkan melalui pernikahan, keturunan, dan adopsi yang bertujuan untuk hidup bersama, dalam keluarga pasti terdapat kepala keluarga (Ayah) dan ibu beserta anak-anaknya yang berkumpul untuk tinggal bersama disuatu tempat. Fungsi keluarga pada umumnya adalah tempat untuk menyalurkan kasih sayang dan membentuk kepribadian anak. Orang tua menanamkan nilai-nilai ajaran yang bermanfaat dan anak menerima nilai-nilai yang diwarisi oleh orang tuanya demi perkembangan dirinya. Anak yang memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orangtua akan membentuk karakter yang positif, sedangkan anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari orang tua akan membentuk karakter yang sering kali memunculkan perilaku negatif terutama pada anak yang berada di masa remaja.

Masa remaja adalah dimana seseorang mengalami masa peralihan yang sedang mencari jati dirinya, Pada masa remaja, seseorang ingin mencoba segala sesuatu yang baru dalam hidupnya, segala macam gejolak emosi terjadi, dan banyak permasalahan yang timbul baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial. Kenakalan remaja bermula akibat tidak adanya pengakuan dari keluarga dan orang disekitarnya, serta mereka merasa kebutuhan dasarnya, yaitu cinta dan kasih sayang, diabaikan. Kebutuhan akan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi inilah menjadi dasar anak-anak muda dan remaja sering kali melakukan perbuatan menyimpang. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan di masa remaja adalah lingkungan keluarga. dimana seharusnya keluarga yang memiliki peran penting dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya pada masa remaja tetapi faktanya banyak anak remaja mengalami perubahan perilaku kearah hal negatif yang disebabkan oleh perpecahan keluarga atau broken home.

Keluarga broken home berdampak pada anak-anak maupun orang dewasa, dan kurangnya perhatian dari keluarga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan belajar. Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan akibat Broken Home yaitu perilaku agresif. Wujud dari perilaku agresif adalah suatu tindakan kekerasan, baik langsung maupun tidak langsung.

Mengenai dampak broken home, terlihat jelas bahwa keluarga broken home mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis. maka dari itu perlu adanya pendekatan dan bimbingan konseling realitas pada anak yang mengalami broken home, Konseling realitas adalah suatu bentuk pengobatan yang didasarkan pada perilaku saat ini, dan konseling realitas adalah proses yang rasional. Konseling realita memandang individu secara positif dan dinamis, ada beberapa tahapan konseling reality therapy:

 

  1. Tahap Pertama: konselor menunjukkan dedikasi kepada mereka yang meminta nasihatnya. Pada tahap ini konselor mengawali pertemuan dengan bersikap jujur, hangat, dan penuh perhatian terhadap hubungan yang sedang dibangun.
  2. Tahap Kedua: Tahap kedua ini berguna bagi klien untuk eksplorasi diri. klien mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan ketika menghadapi permasalahannya. lalu konselor meminta klien untuk mendeskripsikan hal apa saja yang telah ia lakukan dalam menghadapi masalah tersebut, dalam hal ini klien berkeinginan untuk menyampaikan kepada konselor.
  3. Tahap Ketiga: Mengeksplorasi Total Behavior klien, menanyakan apa yang dilakukan klien (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan klien, cara pandang dalam Konseling Realita, akar permasalahan klien bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya.
  4. Tahap Keempat: Klien Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi, konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku klien, tetapi membimbing klien untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada klien untuk mengevaluasi (Evaluating), apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut
  5. Tahap Kelima: Merencanakan Tindakan yang Bertanggung jawab, tahap dimana klien mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, lanjut dengan membuat perencanaan (Planning) tindakan yang lebih bertanggung jawab.
  6. Tahap Keenam: Membuat komitmen, konselor mendorong klien untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
  7. Tahap Ketujuh: Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku klien Apabila klien belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, konselor akan mengajak klien untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya. Konselor selanjutnya membantu klien merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan.
  8. Tahap Delapan: tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan klien mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.

Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan yang menyimpang dari aturan yang berlaku. Bentuk dan jenis kenakalan remaja antara lain sering membolos, berbohong, memiliki atau membawa zat berbahaya, bergaul dengan orang yang memberikan pengaruh negatif, membaca buku pornografi, dan melakukan prostitusi. Kejahatan remaja disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri sendiri. seperti gangguan mental dan faktor yang bersumber dari luar seperti lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Penerapan konseling realita merupakan cara yang efektif bagi guru di sekolah atau konselor sebagai upaya dalam mengatasi kenakalan remaja pada siswa broken home. Konseling realita sama-sama berfokus pada kekuatan individu sendiri untuk mengatasi permasalahannya dan sama-sama menerapkan model pelayanan sekarang dan saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image