Retribusi Pasar Naik, Pedagang Menjerit
Info Terkini | 2024-05-20 06:13:40Retribusi Pasar Naik, Pedagang Menjerit
Oleh : Dhevy Hakim
Adanya Perda Nomor 8 Tahun 2023 telah membawa dampak pada kenaikan retribusi pasar. Seperti yang terjadi di kota Trenggalek Jawa Timur, dikarenakan adanya perubahan perda yang digunakan sebagai acuan penarikan retribusi pasar sehingga retribusi pun menjadi naik.
Berdasarkan Perda Kabupaten Trenggalek nomor 8 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemkot Trenggalek menaikkan tarif retribusi kios yang awalnya hanya Rp 100/hari/meter kini naik menjadi Rp 350/hari/meter. Dengan kata lain retribusi pasar tradisional di Trenggalek mengalami kenaikan hingga 350%. (detikJatim.com, 06/05/2024)
Para pedagang tentu saja merasa sangat keberatan dengan kebijakan tersebut. Oleh karenanya ratusan pedagang di kota Trenggalek berbondong-bondong melayangkan protes atas kenaikan retribusi pasar. Para pedagang menuntut retribusi pasar tidak dinaikkan, kalaupun terpaksa naik kenaikan retribusi tidak lebih dari 30%.
Pedagang merasakan situasi pasar saat ini sangatlah sepi, bahkan lebih sepi dibandingkan saat pandemi covid. Gempuran jual beli online melalui berbagai platform online shop saat ini menjadi pesaing terberat pedagang di pasar, sehingga wajar jika para pedagang merasa sangat keberatan dengan adanya kebijakan kenaikan retribusi pasar.
Lantas kenapa di tengah situasi pasar tradisional sepi, retribusinya dinaikkan?
Berbicara mengenai retribusi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu pungutan uang oleh pemerintah seperti kota praja sebagai balas jasa. Sedangkan berdasarkan Perda nomor 8 tahun 2023, retribusi disini sebagai retribusi daerah yakni berupa pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Memang pajak dengan retribusi ada sedikit perbedaan jika dilihat dari orang yang dikenai pungutan. Jika pajak bersifat umum dan berlaku untuk semua orang, sedangkan retribusi hanya dikenakan pada orang-orang tertentu yang menggunakan atau memanfaatkan suatu layanan atau fasilitas.
Namun apabila dilihat dari sisi tujuan utamanya yaitu untuk mengisi kas negara atau daerah dan juga mengatur kemakmuran masyarakat daerah melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masyarakat. Maka, dapat disimpulkan antara pajak dan retribusi memiliki kesamaan yang sama yakni sebagai pungutan yang wajib dibebankan kepada masyarakat.
Berangkat dari definisi ini saja dapat ditelisik bahwasanya retribusi sebagaimana pajak adalah pungutan yang ditarik dari rakyat dengan tujuan untuk mengisi kas negara atau daerah. Dengan kata lain kenaikan retribusi jelaslah demi jumlah penerimaan asli daerah (PAD) mengalami kenaikan.
Hal ini semakin diperkuat dengan adanya data. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Trenggalek disebutkan bahwa Penerimaan Asli Daerah (PAD) diperoleh dari pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, dan dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah.
Pada tahun 2019 Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp285,134,071,594.78 diperoleh dari pendapatan pajak daerah Rp37,709,376,344.75, hasil retribusi daerah Rp19,489,033,905.80, dan Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp4,877,355,664.52.. (trenggalekkab.bps.go.id, 17/06/2021)
PAD dari retribusi daerah terlihat menyumbangkan pemasukan lebih banyak daripada pendapatan dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah. Jelaslah retribusi daerah seperti retribusi pasar menjadi pertimbangan besar untuk menaikkan jumlah Pendapatan Asli Daerah.
Hal ini semakin memperlihatkan jika sistem yang digunakan saat ini mengacu pada sistem kapitalisme. Kenapa demikian? Sebab, telah jelas konsep ala kapitalisme pendapatan negara bertumpu pada utang dan pajak. Jika untuk utang sudah susah, mengingat, utang negara hingga November 2023 mencapai Rp8.041 triliun. Mencari investor tidaklah mudah, maka tinggallah cara menaikkan pajak termasuk retribusi pasar.
Bila demikian pada akhirnya rakyat yang menjadi bumper ekonomi negara. Belum lagi dampak secara luas yakni berimbas pada kenaikan harga jual barang. Retribusi naik tentu menambah pengeluaran para pedagang, sedangkan untuk menutupi pengeluaran biasanya harga jual menjadi naik. Alhasil, pedagang semakin menjerit, sudahlah pasar sepi, retribusi naik, barang dagangan semakin tidak laku.
Oleh karenanya pemerintah seyogyanya mengkaji ulang mengenai kenaikan retribusi pasar. Jika retribusi tetap dinaikkan tidak hanya nasib para pedagang yang terdzalimi tapi juga perlu dipertimbangkan dampak luasnya kepada masyarakat bahkan dampak ekonomi secara nasional. Wallahu a’lam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.