Kedudukan Filsafat pada Ilmu Kriminologi di Indonesia
Politik | 2024-05-10 22:51:09Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen berarti kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah, kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih tepatnya kriminologi mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Perkembangan kriminologi di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan seiring dengan perubahan sosial, politik, dan ekonomi di negara ini. Kriminologi mulai diperkenalkan di Indonesia pada awal abad ke-20, terutama melalui pengaruh kolonial Belanda. Pada masa itu, fokus kriminologi lebih pada studi tentang pelaku kejahatan daripada pada korban kejahatan. Sedangkan Universitas Indonesia pada tahun 1948 membuka mata kuliah atau pembelajaran tentang kriminologi.
Sedangkan Filsafat adalah metodologi yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum dan asasi, misalnya pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi, penalaran, nilai-nilai luhur, akal budi, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras. Dalam hal ini filsafat memberikan konsep pandangan terhadap ilmu pengetahuan kriminologi dan segala perkembangannya di Indonesia. Karena dengan adanya filsafat dalam materi pembelajaran kriminologi maka para individu yang mempelajarinya dapat memaknai secara lebih dalam bahwa kriminologi tidak hanya sebatas tentang kriminalitas atau mengusut kasus secara biasa saja, melainkan ada peran penting filsafat yang membuat pengamatan berjalan secara detail.
Filsafat memiliki peran yang penting dalam perkembangan ilmu kriminologi di Indonesia, meskipun mungkin tidak selalu secara langsung terlihat dalam kurikulum atau penelitian kriminologi yang klasik. Artinya, filsafat memberi arah kepada ilmu pengetahuan kriminologi dalam merumuskan konsep dan teori untuk membangun konsep ilmiah. Dengan adanya filsafat maka ilmu kriminologi mengalami perkembangan berupa :
1. Pemahaman tentang Akar Masalah: Filsafat membantu dalam memahami akar masalah kriminologis secara lebih mendalam. Filsafat membuka ruang untuk pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang sifat manusia, masyarakat, keadilan, dan moralitas yang menjadi dasar bagi perilaku kriminal. Bisa dikatakan bahwa filsafat membantu untuk melihat akar masalah kriminologi secara lebih detail.
2. Etika Penelitian: Filsafat memainkan peran penting dalam membentuk kerangka etika dalam penelitian kriminologi. Hal ini terutama penting dalam memastikan bahwa penelitian kriminologi dilakukan dengan prinsip-prinsip keadilan, integritas, dan menghormati hak asasi manusia. Filsafat juga dianggap mampu menguji, serta merefleksi apakah penilitian kriminologi memiliki etika yang baik dalam melakukan penelitian atau penulusuran sebuah kasus kriminologi.
3. Teori Kriminologi: Meskipun lebih umum ditemukan dalam pembahasan akademis, filsafat memainkan peran dalam pengembangan teori-teori kriminologi. Teori-teori ini mencoba untuk menjelaskan fenomena kriminalitas dan perilaku kriminal melalui lensa filsafat, seperti teori keadilan, teori moralitas, atau teori tentang sifat manusia. Karena, pada dasarnya penelusuran kasus criminal tidak semena – mena dilihat dari kondisi lapangan saja melainkan harus ada penunjang dari pengetahuan teori yang mendalam walaupun pada prakteknya pasti lebih banyak menggunakan pengamatan lapangan. Apabila didukung dengan adanya peran filsafat dalam pengembangan kasus pasti akan berjalan dengan lebih detail dan mendalam dilihat dengan lensa filsafat.
4. Kritik Terhadap Sistem Kriminal: Filsafat memberikan landasan bagi kritik terhadap sistem kriminal dan penegakan hukum. Ini meliputi pertanyaan tentang keadilan dalam sistem peradilan pidana, pemahaman tentang konsep hukuman, dan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan kriminal. Di Indonesia sendiri ke efektivan hukum masih perlu ditinjau secara lebih teliti dengan dibantunya peran filsafat pasti dapat menemukan dan membenarkan celah – celah kesalahan hukum dan penelisikan kasus. Sebagaimana kita tahu bahwa di Indonesia masih ada beberapa konsep hukuman dan sistem peradilan pidana yang belum berjalan dengan baik, maka seharusnya di berlakukan penyidikan dan tinjauan ulang tentang hal – hal yang berkaitan dengan kejadian itu. Maka filsafat dapat dimanfaatkan dengan baik untuk meninjau dan memperbaiki sebagaimana perannya.
5. Pendidikan dan Pelatihan: Filsafat juga bisa dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan kriminologi untuk membantu mahasiswa memahami dasar-dasar konseptual yang mendasari ilmu kriminologi. Karena menurut saya kriminologi tanpa filsafat maka akan menjadi kurang detail dalam pembelajaran, padahal di dalam kriminologi diperlukan adanya gagasan dan ketelitian dalam mengusut sebuah kasus maupun melakukan pembelajaran. Adanya filsafat yang dihubungkan dengan kriminologi maka semakin detail.
6. Pemahaman tentang Sifat Kriminalitas: Filsafat membantu dalam membentuk pemahaman yang lebih mendalam tentang sifat kriminalitas, termasuk penyebab, motivasi, dan implikasi moralnya. Melalui analisis filosofis, kriminolog dapat mempertanyakan asumsi-asumsi mendasar tentang perilaku kriminal dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena tersebut.
7. Keadilan dan Hukuman: Filsafat memberikan kerangka kerja untuk memikirkan konsep-konsep seperti keadilan, hukuman, dan rehabilitasi dalam konteks sistem peradilan pidana. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang apa yang adil dan efektif dalam menanggapi perilaku kriminal membantu membentuk kebijakan publik dan sistem hukum yang lebih baik.
Secara keseluruhan, filsafat memberikan landasan konseptual yang penting bagi ilmu kriminologi di Indonesia, membantu memperluas pemahaman tentang sifat dan penyebab kriminalitas, serta memberikan pandangan kritis terhadap sistem kriminal dan hukuman. Selain itu filsafat ilmu mampu menguji, merefleksi, mengkritik asumsi dan metode keilmuan dalam sebuah penelitian ilmiah. filsafat memberikan landasan yang penting bagi perkembangan kriminologi di Indonesia dengan membantu memahami sifat kriminalitas, merumuskan kebijakan hukum yang adil, mengembangkan teori-teori kriminologi yang relevan, dan membentuk etika penelitian yang tepat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.