Bulog Terjerat Utang, Saatnya Stop Sistem Ribawi
Info Terkini | 2022-01-17 14:54:05Oleh: Dhevy Hakim
Beras sebagai makanan pokok bagi rakyat Indonesia tentulah menjadi persoalan penting yang harus mendapatkan perhatian khusus. Tidak bisa dibayangkan jika sampai stok beras kurang. Ancaman gizi buruk pada anak niscaya terjadi.
Bulog atau Badan Urusan Logistik memiliki tugas yakni melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini tentunya logistik kebutuhan pokok masyarakat berupa beras menjadi tanggung jawab utama yang
Namun sayangnya saat ini Bulog tengah dililit utang. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso utang pokok yang harus ditanggung Bulog sejumlah 13 triliun rupiah. Jumlah utang tersebut bukanlah jumlah utang yang sedikit.
Utang tersebut dipicu akibat pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang mencapai 1,2 juta ton untuk penanggulangan keadaan darurat bencana dan kerawanan pangan pasca bencana. Menurutnya, cadangan beras tersebut merupakan stok menjelang akhir tahun yang diserap dari sawah milik petani lokal. (28/12)
Sedangkan dana untuk membayar utang diperoleh dari utang yang berbunga. Inilah yang menjadikan negara berada dalam posy debt track atau jebakan utang. Alih-alih utang pokok lunas, malah utang akan terus bertambah.
Hal ini terjadi tidak lain karena roda ekonomi saat ini berjalan berdasarkan sistem ribawi. Kapitalisme sebagai sopirnya telah menyeting perekonomian secara globar melalui skenarionya. Dimulai dari sistem mata uang internasional memakai dolar, sistem keluar masuknya uang melalui bank, pasar bebas, adanya suku bunga dll. Praktis ekonomi dijalankan berdasarkan sistem riba. Inilah yang membuat negara yang punya utang sulit terlepas dari jeratan utang.
Oleh karenanya dalam memandang masalah utang Bulog akibat CBP selain harus ada pembenahan data kebutuhan konsumsi beras, data cakupan beras lokal, sudah saatnya negara berpikir mencari alternatif keluar dari jeratan utang berbasis riba. Ya, sudah saatnya stop sistem ribawi. Biar bagaimanapun praktek riba jelas haram dan pelakunya mendapatkan siksa tidak hanya siksa di dunia namun juga balasan di akhirat kelak.
Tidak ada salahnya merenungkan kembali apa Rasulullah SAW sampaikan dalam sebuah hadis riwayat Muslim, “Rasulullah ﷺ mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa).”
Wallahu a’lam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.