Ruang Aman Bagi Mahasiswa, Masih Adakah?
Edukasi | 2024-05-06 14:23:15Adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 menjadikan pembahasan terkait “Ruang Aman” dilingkup mahasiswa banyak diperbincangkan. Tidak bisa dipungkiri, banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi berulang kali menimbulkan permasalahan serius. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan (Komnas) terhadap perempuan, secara pendidikan, ditahun 2023 jumlah korban diperguruan tinggi yang mengadu kepada lembaga layanan yaitu sebanyak 892 kasus.
Ditahun 2022, laporan kekerasan seksual dikampus menempati puncak. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) diakhir tahun 2023 menyampaikan bahwa kampus menjadi penyumbang kasus kekerasan seksual tertinggi dan menjadi salah satu dari tiga dosa besar perguruan tinggi (news.detik.com). Oleh karena itu, upaya untuk menciptakan “Ruang Aman” dilingkup kampus sangat dibutuhkan.
Dikutip dari berbagai sumber, maksud dari “Ruang Aman” yaitu ketika seluruh civitas diperguruan tinggi tidak merasa takut lagi ketika menjalani pendidikan diperguruan tinggi dan tidak adanya lagi kasus kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa. Kekerasan seksual memang sudah menjadi perbincangan beberapa tahun terakhir ini, melihat semakin meningkatnya kasus tersebut dan belum ditemukannya solusi secara konkrit sebagai bentuk penanganan. Ini menunjukkan bahwa usaha menciptakan “Ruang Aman” melalui Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bukan menjadi solusi yang tepat.
Tidak hanya itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, ditemukan sebanyak 76 persen PTN dan 61 persen PTS di Indonesia telah menyediakan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Sayangnya tetap saja, usaha-usaha ini tidak bisa meredam tingginya kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus. Namun, sebenarnya apakah yang menjadi penyebab munculnya kasus kekerasan seksual yang tak kunjung selesai ini?
Pertama, semakin maraknya konten dan tayangan pornografi melalui internet. Tidak hanya itu, akhir-akhir ini juga sering bermunculan series-series yang mengandung unsur seksual dilaman Over-The-Top (OTT) atau layanan streaming yang mudah diakses oleh berbagai usia serta kalangan. Tontonan-tontonan seperti ini memancing naluri manusia hingga muncul rasa untuk menyalurkannya.
Kedua, tidak terjaganya interaksi antara pria dan wanita. Ketiadaan pengaturan yang mengatur pergaulan antara pria dan wanita menjadikan masyarakat hari ini bebas berinteraksi satu sama lain. Anggapan selama ada consent, maka aktivitas seksual itu bukan masalah. Inilah yang pada akhirnya memicu kebebasan atau liberisasi zina. Adanya kebebasan ini berpotensi menambah kasus kekerasan seksual. Maka, diperlukan adanya pengaturan baku untuk mengatur hubungan antara pria dan wanita.
Ketiga, kurangnya penanaman akidah secara mendalam melalui institusi-institusi pendidikan. Mata pelajaran agama disekolah-sekolah hanya sebuah formalitas dan pembahasannya terbatas pada hal-hal ritual saja. Kurangnya bekal pemahaman akidah secara mendasar memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berbuat hal yang menyimpang.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa faktor-faktor diatas terjadi karena penerapan sistem kehidupan yang berlandaskan sekulerisme, yaitu pemisahan antara agama dan kehidupan. Ketika agama tidak dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengatur kehidupan manusia, maka muncullah konsep kebebasan ditengah-tengah masyarakat, yang mana dengan adanya konsep kebebasan ini menjadikan peradaban manusia semakin rusak. Ketika manusia diberi kebebasan untuk mengatur dirinya, mereka akan mengacu pada kepentingan dan nafsunya. Maka dari itu, manusia membutuhkan sebuah pengaturan dalam hidupnya yang sumbernya bukan berasal dari manusia itu sendiri.
Islam diturunkan bukan hanya sebagai agama ritual saja, tetapi menjadi landasan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Aturan-aturan yang sudah ditetapkan didalam Islam datangnya dari Sang Pencipta manusia itu sendiri, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, Islam merupakan solusi kehidupan yang hakiki yang dapat menangani seluruh problematika manusia, termasuk kekerasan seksual. Islam telah menetapkan berbagai aturan untuk menangani hal tersebut.
Masyarakat didalam Islam terdiri individu-individu yang bertakwa, dimana ketakwaan ini dibentuk oleh sebuah sistem pendidikan yang menjadikan akidah Islam sebagai asas dari pendidikan itu sendiri. Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam dalam diri individu, sehingga ketakwaan muncul didalamnya dan menjadikan individu ini enggan untuk berbuat hal yang tidak pantas. Tidak hanya itu, masyarakat Islam juga berlomba-lomba untuk saling mengingatkan satu sama lain, sehingga kemaksiatan akan terminimalisir dalam kehidupan Islam.
Sistem pergaulan juga sangat diatur didalam Islam. Pria dan wanita dilarang berkhalwat atau berdua-duaan ditempat yang jarang dilalui orang. Keduanya hanya diperbolehkan berinteraksi dalam hal pendidikan, kesehatan, tolong-menolong, transportasi umum, dan ekonomi. Pria dan wanita diwajibkan untuk menutup aurat, berpakaian sesuai syari’at, menahan pandangan, serta menjaga kehormatan masing-masing. Didalam Islam, pria dan wanita juga tidak boleh bercampur baur atau ikhtilat. Semua ini demi menjaga pria dan wanita itu sendiri.
Islam juga sangat menjaga kehormatan pria dan wanita melalui sistem media dan informasi. Konten-konten yang tidak bermanfaat dan mengandung pelanggaran syari’at, termasuk didalamnya konten pornografi dan asusila dilarang keras didalam Islam. Langkah ini juga termasuk sebagai langkah pencegahan untuk menghindari kasus kekerasan seksual didalam masyarakat.
Sebaliknya, Islam hanya memperbolehkan media-media yang tersebar berisi edukasi, terutama untuk meningkatkan dan menguatkan karakter Islam dalam diri masyarakatnya. Sehingga tidak aka nada media yang berisi konten tidak bermanfaat, bahkan yang memicu munculnya naluri untuk melakukan perbuatan yang keji.
Seluruh solusi yang ditawarkan oleh Islam diatas hanya bisa dilaksanakan didalam negara Khilafah, yaitu sebuah institusi politik dengan menjadikan Islam sebagai landasannya. Khilafah, sebagai sebuah negara Islam, akan melakukan pencegahan kasus kekerasan seksual dari berbagai aspek, mulai dari pendidikan, pengaturan sosial, dan media. Jika didapati masih ada pelaku kekerasan seksual, maka akan diterapkan sistem sanksi dalam Islam secara tegas.
Maka dari itu, ruang aman tidak akan pernah dijumpai didalam negara yang berasaskan sekuler-liberal. Tetapi, Khilafah akan selalu menjadi ruang aman bagi seluruh masyarakat. Hanya dengan Khilafah seluruh problematika manusia hari ini dapat diatasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.