Gawat! Indonesia Darurat Pornografi pada Anak
Agama | 2024-05-03 18:24:50Oleh : Ummu Daris
Komunitas Muslimah Peduli Generasi
Dikutip dari Republika.co.id (19/04/2024) dengan adanya permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban, Hadi Tjahjanto Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) menyatakan, pihaknya akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani hal ini. Rencanaya satgas tersebut akan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga negara.
Menurut Hadi, anak korban aksi pornografi secara online itu rata-rata berusia 12-14 tahun. Dia menambahkan, ada juga korban yang masih duduk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), kelompok disabilitas, termasuk anak didik yang ada di pondok pesantren dan pelakunya adalah justru orang yang dikenal dan orang dekat yang juga menjadi korban tindakan asusila tersebut.
Indonesia masuk ke peringkat keempat secara Internasional berdasarkan dari data National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC), dimana sebanyak 5.566.015 konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia.
Dalam sistem sekuler kapitalis orientasi pada kemaksiatan berkembang subur. Pornografi menjadi hal yang legal, meski hal ini merusak generasi, asal menguntungkan maka akan tetap diproduksi selama ada permintaan. Lebih tepatnya produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi akan tetap dibiarkan bahkan dipelihara.
Sistem hari ini yang menjamin kebebasan individu secara mutlak termasuk kebebasan berperilaku, menjadi salah satu faktor utama menjamurnya pornografi di masyarakat. Kebebasan berperilaku yang buta akan halal haram juga telah dijamin dalam undang-undang, bahkan negara melalui tangan militernya ikut menjaganya. Hal ini tentu menjadi dilema tatkala negara harus melanggar prinsip kebebasan, sedangkan kasus pornografi terus bertambah.
Fakta bahwa hampir semua kasus konten pornografi anak dipicu oleh stimulus seksual yang bisa kita akses dengan mudah di mana-mana, baik berupa visual dalam tontonan, gambar, lukisan, hingga di kehidupan sosial masyarakat.
Mempertegas bahwa sistem hari ini gagal menciptakan lingkungan yang mendukung agar kejahatan termasuk kejahatan seksual tidak merajalela di masyarakat.
Sehingga membuat upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini terkesan setengah hati dengan hanya menyerukan pentingnya edukasi seks atau sekadar memeriksa kondisi psikologi pelaku. Negara seharusnya jangan hanya melihat pornografi sebatas “konten dewasa”, sedangkan pada saat yang sama abai membenahi sistem sosial masyarakat.
Kemudian bagaimana dengan Islam ? Islam memandang pornografi adalah suatu kemaksiatan. Kemaksiatan sendiri adalah kejahatan yang harus dihentikan. Apalagi industri maksiat jelas haram dan terlarang dalam Islam.
Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga akan mampu memberantas secara tuntas. Setidaknya ada dua hal penting untuk mengurai pornografi. Pertama, menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial. Kedua, menerapkan politik media yang melindungi masyarakat dari konten pornografi.
Sehingga jelas dalam Islam negara sangat berperan melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang merusak sistem sosial masyarakat. Negara akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi. Jadi jelas hanya sistem Islam yang mempunyai konsep ideal untuk melindungi anak dan memutus mata rantai pornografi pada anak. Wallahu a'lam bishawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.