Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Silmi Kaffah

Seni dan Kemampuan Retorika: Lebih Sekedar dari Pengetahuan

Agama | Thursday, 25 Apr 2024, 00:19 WIB
Oleh: Syamsul Yakin dan Silmi Kaffah (Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Retorika lebih tepat dikatakan sebagai sebuah seni atau kemampuan, bukan hanya sekedar pengetahuan. Retorika bukan hanya tentang teori, tapi juga tentang kemampuan menggunakan bahasa secara efektif. Lebih tepatnya, retorika adalah seni menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu, baik itu untuk menyampaikan informasi, membujuk, atau menghibur. Kemampuan ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, retorika lebih fokus pada praktik daripada teori.

Kemampuan retorika dalam komunikasi lisan terpancar saat seseorang mampu memukau audiens dengan pidatonya. Pidato tersebut memikat dengan pemilihan kata dan diksi yang menarik, intonasi dan dinamika suara yang variatif, serta penggunaan bahasa yang indah dan puitis.

Selain menggunakan bahasa yang muluk dan bombastis, ahli retorika juga pandai menyelipkan humor, ice breaking, dan satire dalam pidatonya.

Ahli retorika tak hanya pandai meramu kata-katanya sendiri, tapi juga piawai memanfaatkan kata-kata bijak dari para nabi, filosof, dan pujangga. Hal ini dilakukan untuk memperkuat argumen dan memberikan makna yang lebih dalam pada pidatonya.

Kemampuan menyusun kata-kata secara lisan seringkali mempengaruhi emosi pendengar, membuat mereka merasakan beragam perasaan seperti haru, sedih, tertawa, geram, dan marah. Ini menjadi kunci bagi seorang motivator, pembicara, atau pemberi semangat, serta provokator dalam aksi demonstrasi, yang ditopang oleh kemampuan retorika yang kuat.

Dari segi penulisan, kemampuan seseorang tercermin saat ia mengekspresikan dirinya baik dalam karya fiksi maupun non-fiksi. Tulisannya mengalir dengan keindahan dan penuh makna.

Sama seperti retorika lisan, retorika tulisan yang baik juga harus berlandaskan prinsip-prinsip fundamental. Menguasai makna kata, frasa, dan kalimat dengan baik menjadi kunci utama. Kemampuan tata bahasa baku yang berlaku pun tak boleh ditinggalkan.

Kekuatan retorika lisan tak hanya memukau telinga, tapi juga dapat diukur dengan cara yang cerdas. Salah satu caranya adalah dengan mengubahnya menjadi teks.

Jika kemampuan seseorang dalam menulis efektif, menarik, dan estetis, maka saat tulisannya dijadikan sebagai teks pidato, akan terlihat bahwa kemampuan retorikanya juga baik.

Sekarang, kita sering menemui retorika ketika seorang politisi memberikan wawancara atau menulis di ruang publik. Mereka cenderung mengadopsi pendekatan yang sangat konvensional dan sulit ditolak. Inilah salah satu contoh dari retorika politik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image