Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agustina Trianti Br Sinaga

Mendidik vs Mengajar: Menyelami Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Edukasi | Tuesday, 23 Apr 2024, 09:15 WIB
Ilustrasi Ki Hadjar Dewantara (Sumber: https://www.kompas.com/)

Pendahuluan dan Isi

Setiap orang tua tentu ingin dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik pada anaknya, salah satunya adalah pendidikan. Banyak orang tua yang mendorong dan berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah bergengsi demi masa depan yang cerah. Orang tua tersebut menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anak mereka. Namun, tidak banyak orang tua yang benar-benar memahami apa sebenarnya pendidikan itu. Banyak dari mereka yang mengantarkan anak mereka bak mengantar anaknya menuju medan perang untuk mendapatkan kemenangan berupa nilai dan peringkat yang tinggi.

Banyak dari mereka yang mendorong anaknya untuk menjadi penyerap ilmu pengetahuan. Banyak yang mengukur keberhasilan pendidikan melalui angka dan kalkulasi. Banyak yang mengantarkan anak mereka menuju pabrik robot yang akan membentuk anaknya menjadi serba tahu dan bisa melakukan segalanya dengan sempurna. Ada banyak orang yang merendahkan pendidikan sebatas jalur untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kemampuan intelektual dan kognitif saja.

“Jadi guru itu mudah. Tinggal kasih tugas saja ke siswanya”

“Aku juga bisa mengajar, tinggal bilang apa yang ku tahu atau tulis di papan tulis, sudah”

Dilansir dari Kompas.com, terdapat kasus mengenai seorang guru yang rambutnya digunting paksa oleh orangtua siswa. Hal tersebut disebabkan karena orangtua tidak terima anaknya dicukur saat di sekolah. Berdasarkan kasus tersebut, orangtua tersebut tidak mengajarkan kepada anaknya untuk menaati peraturan yang ada. Seperti kata peribahasa “dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Artinya, siswa hendaknya menaati aturan yang berlaku dan orangtua juga perlu mendidik anaknya untuk menaati aturan yang berlaku di sekolah.

Banyak hal lainnya yang merendahkan betapa remehnya pekerjaan di bidang pendidikan. Tidak heran Indonesia sangat sulit mencapai kemajuan yang telah diraih bahkan oleh negara yang umurnya lebih muda dari Indonesia. Ironis sekali rasanya jika kita melihat kembali sejarah perjuangan Pendidikan di Indonesia. Ada banyak hal menginspirasi dan petuah luar biasa yang diwariskan oleh para pengabdi pendidikan Indonesia, salah satunya Ki Hadjar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara (dalam Irawati et al., 2022) menyatakan bahwa pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari pendidikan. Pengajaran merupakan proses melakukan pendidikan, dalam upaya memberi ilmu yang bermanfaat untuk meraih kecakapan hidup siswa baik lahir maupun batin. Sedangkan yang disebut sebagai pendidikan (opvoeding) adalah, segala upaya dalam memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak. Dari sini bisa kita ketahui bahwa pengajaran masuk dalam proses pendidikan, tetapi pendidikan tidak termasuk dalam proses pengajaran.

Orangtua memiliki peran penting dalam membentuk karakter peserta didik. Hal ini karena perilaku seseorang dipengaruhi dari hasil pengamatan dari orang lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Apriliyanti et al., 2021), keluarga menjadi tempat pendidikan pertama dan sangat berperan penting dalam kehidupan anak. Selain itu, keluarga juga berperan dalam melakukan pendidikan sosial terhadap anak. Oleh karena itu, orangtua juga harus berperan sebagai pendidik di lingkungan keluarga peserta didik.

Perlu ditandai bahwa pendidikan adalah proses untuk memanusiakan manusia. Sebatas mengajar itu belum dapat kita sebut sebagai mendidik karena hanya memberikan ilmu pengetahuan dan kecakapan saja. Paradigma yang dimiliki masyarakat mengenai pendidikan sebenarnya bukanlah pendidikan tapi sebagai pengajaran. Hanya mengajar. Bukan mendidik. Mendidik berarti memberikan ilmu pengetahuan dan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat anak. Menurut Ki Hadjar Dewantara, dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada terkait sosial budaya yang dinamis dan lingkungan anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan kemampuan anak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai guru saya juga tidak hanya mengajar ataupun mentransfer ilmu kepada peserta didik tapi juga membantu dalam mengembangkan potensi diri peserta didik sesuai dengan kodratnya. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara (dalam Zuriatin et al., 2021) bahwa pendidikan yang mengutamakan “intelektualisme” harus di jauhi dan diganti dengan sistem mengajar yang dinamai sistem Among yang menyokong kodrat alam anak-anak didik bukan dengan” perintah paksaan” tetapi dengan “tuntunan” agar berkembang hidup lahir batin anak menurut kodratnya sendiri dengan subur dan selamat.

Kesimpulan

Pengajaran merupakan bagian dari Pendidikan. Pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja tetapi juga menuntun peserta didik untuk mengembangkan potensi diri peserta didik sesuai dengan kodratnya. Oleh karena itu, orangtua juga harusnya berperan dalam memberikan pendidikan kepada anak.

Referensi

Apriliyanti, F., Hanurawan, F., & Sobri, A. Y. (2021). Keterlibatan Orang Tua dalam Penerapan Nilai-nilai Luhur Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(1). https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i1.595

Irawati, D., Masitoh, S., & Nursalim, M. (2022). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara sebagai Landasan Pendidikan Vokasi di Era Kurikulum Merdeka. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, 7(4). http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/index

Zuriatin, Nurhasanah, & Nurlaila. (2021). Pandangan dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Nasional. Jurnal Pendidikan IPS, 11(1).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image