Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dina Wandira

Realisasi Kesetaraan Sistem Pendidikan: Peran Pemerintah Mencapai SDGs

Pendidikan dan Literasi | Friday, 19 Apr 2024, 08:27 WIB

Seiring dengan usia Bumi yang bertambah tua, berita buruk mengenai pemanasan global, konflik, dan ketidaksetaraan sulit untuk dihindari. Dengan itu, diciptakan sebuah agenda sebagai bentuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) oleh anggota-anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sebagai garis haluan bersama untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan, bagi manusia dan jagat raya, saat ini maupun esok nanti. 17 poin dalam SDGs menyoroti tantangan yang berbeda yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini. Dengan demikian, setiap entitas individu dan kelembagaan, baik itu negara, organisasi, atau individu, memiliki peran penting dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Kemakmuran manusia, pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, pendidikan yang lebih baik, kesetaraan gender, dan 12 tujuan lainnya, memerlukan kesadaran dan kolaborasi dari lintas batas diperlukan untuk memerangi permasalahan global.

Sebagai bentuk manifestasi bahwa setiap kehidupan harus adil dan inklusif, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Kelembagaan memegang peran krusial dalam mendukung pencapaian SDGs melalui berbagai upaya. Ditunjukkan dengan lembaga-lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah, memiliki peran strategis dalam merumuskan kebijakan, program, dan regulasi yang mendukung pencapaian SDGs. Hal ini perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas. Kerja sama berbagai sektor dan lembaga menjadi sendi dalam memastikan bahwa ambisi dari sasaran SDGs dapat tercapai secara efektif dan berkelanjutan.

Salah satu poin yang tertera dalam SDGs adalah mengenai bagaimana suatu sistem pendidikan dapat berkualitas. Pendidikan menjadi salah satu elemen kunci dalam mendukung perkembangan individu dan menciptakan masyarakat yang berkelanjutan. 2030, untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan pendidikan harus mampu menciptakan peserta didik untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang krusial untuk masa depan. Proses pendidikan membebaskan potensi intelektual, merangsang imajinasi, dan merupakan pondasi untuk penghargaan terhadap diri sendiri. Pendidikan diakui sebagai aspek krusial yang dapat menentukan bagaimana sumber daya manusia secara global. Sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat (1) yang menyatakan “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,” pendidikan menjadi upaya suatu negara untuk menjalankan perannya untuk mewujudkan kesejahteraan warga negara dengan memenuhi haknya untuk mengakses pendidikan yang layak tanpa terkecuali dan dijamin oleh kepastian hukum.

Pendidikan yang merata merupakan bentuk upaya untuk meniti bahwa akses dan kesempatan dalam menempuh pendidikan yang berkualitas terbuka untuk segala elemen masyarakat, tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, atau geografis. Ketika terjadi privatisasi pendidikan, itu berarti pendidikan mulai dianggap sebagai “pasar”, sehingga tercipta potensi adanya kesenjangan dalam akses dan kesempatan pendidikan. Pemerataan pendidikan melibatkan regulasi dan tindakan untuk menyediakan akses pendidikan yang berimbang untuk semua individu, bagaimanapun keadaan latar belakang yang dimiliki.

Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat terhadap penyelenggaraan sistem pendidikan, yang tercermin dalam serangkaian tindakan dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Hal ini terlihat jelas dalam isi Pasal 31 ayat (3) dan (4) UUD 1945, di mana pemerintah diamanatkan untuk secara aktif mengusahakan penyelenggaraan pendidikan nasional guna mewujudkan pencerahan kehidupan bangsa. Selain itu, upaya untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk sektor pendidikan juga menjadi bagian integral dari inisiatif tersebut. Dalam hal ini, Undang-undang mengatur bahwa pemerintah harus memprioritaskan alokasi anggaran untuk pendidikan, dengan jumlah setidaknya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pelaksanaan dan pengembangan penelitian pendidikan juga harus disesuaikan dengan konteks sosial dan situasi yang ada dalam masyarakat. Pendidikan dianggap sebagai suatu eksperimen yang tak berujung selama masih ada manusia di dunia ini. Pentingnya campur tangan pemerintah bersangkutan dengan perannya dalam pemerataan pendidikan di Indonesia dicerminkan kebijakan Merdeka Belajar. Merdeka Belajar adalah paradigma baru dalam dunia pendidikan di Indonesia yang memberikan kebebasan kepada peserta didik, guru, dan sekolah untuk menciptakan pendidikan yang inovatif. Kebijakan ini menyesuaikan diri dengan berbagai konteks, termasuk kearifan lokal, budaya, kondisi sosio-ekonomi, dan infrastruktur.

Tabel Tingkat Penyelesaian Pendidikan di Indonesia, Sumber: BPS, diolah (2024)

Data dari BPS 2023 menggambarkan tingkat kelulusan pendidikan nasional pada berbagai tingkatan, dan hal ini memiliki implikasi pada kebijakan pemerintah Merdeka Belajar. Dengan tingkat kelulusan yang tinggi pada jenjang Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, dapat dianggap bahwa sebagian besar siswa telah menyelesaikan tahap dasar pendidikan mereka. Ini dapat menjadi hasil dari kebijakan dan upaya pemerintah dalam mencapai akses pendidikan yang lebih baik pada tingkat awal. Namun, tingkat kelulusan yang menurun pada tingkat pendidikan menengah pertama dan terutama pada tingkat Sekolah Menengah (SM) mengindikasikan bahwa tantangan mungkin muncul pada tahap-tahap berikutnya.

Dengan ini maka, konsep pendidikan merupakan eksperimen yang tak berujung menegaskan bahwa setiap generasi memiliki kebutuhan dan tantangan unik yang harus diatasi sesuai dengan zaman dan jenjang yang berkembang. Melalui pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs) dan komitmen pemerintah seperti kebijakan Merdeka Belajar. Dengan memperkuat lembaga dan regulasi yang mendukung SDGs, serta meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan, fondasi yang kokoh untuk pembangunan berkelanjutan dapat diciptakan. Ini bukan hanya tentang mendapatkan siswa, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang adil, inklusif, dan progresif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image