Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Kenapa Modal Asing Dipersoalkan?

Politik | 2024-04-17 04:23:29

Modal asing sering dipersoalkan karena beberapa alasan:

1. **Ketergantungan Ekonomi**: Ketergantungan terhadap modal asing dapat membuat negara rentan terhadap fluktuasi pasar global dan keputusan investor asing.

2. **Eksploitasi**: Investasi modal asing kadang-kadang dianggap eksploitatif, terutama ketika terkait dengan eksploitasi sumber daya alam atau tenaga kerja murah.

3. **Ketidaksetaraan**: Modal asing bisa memperdalam kesenjangan ekonomi antara mereka yang memiliki akses ke investasi tersebut dan mereka yang tidak.

4. **Kontrol Asing**: Keterlibatan modal asing dalam sektor kunci ekonomi dapat mengakibatkan kontrol yang berlebihan dari pihak asing terhadap kebijakan dan sumber daya suatu negara.

5. **Kehilangan Kedaulatan**: Beberapa melihat modal asing sebagai ancaman terhadap kedaulatan nasional, terutama ketika terkait dengan sektor strategis seperti energi atau infrastruktur.

Penting untuk mencatat bahwa pendapat tentang modal asing bisa beragam tergantung pada konteks dan kepentingan nasional suatu negara. Beberapa negara mungkin menyambut investasi asing sebagai peluang untuk pertumbuhan ekonomi, sementara yang lain lebih skeptis terhadap dampaknya.

Sejak UU PMA disahkan tahun 1967 dan direvisi 40 tahun kemudian menjadi UU Nomor 25 Tahun 2007, modal asing kembali mengambil ‘kendali’ dalam perekonomian nasional Indonesia. Bahkan, karena regulasi yang membuka pintu ekonomi lebar-lebar, modal asing sudah berada dalam posisi “mendominasi” perekonomian. Ia sudah berjengkelitan di atas karpet ekonomi nasional.
Perdebatan soal modal asing sudah berlangsung sejak lama. Ia bahkan sudah berlangsung sejak Indonesia ini masih dalam gagasan para pejuang pembebasan nasional. Saat itu, mereka sangat sadar betul bahwa modal asing merupakan bagian dari praktek penjajahan itu sendiri. Dalam pidato pembelaannya di depan pengadilan kolonial, yang kemudian dikenal dengan Indonesia Menggugat, Bung Karno sudah menandai penanaman modal asing sebagai aspek melekat dalam imperialisme modern.

Kita anggap pandangan itu tidak berubah hingga detik-detik menjelang Indonesia dimerdekakan. Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), hampir semua peserta sepakat bahwa ekonomi Indonesia merdeka haruslah diorganisir dari kemampuan rakyat dan tidak bergantung kepada modal asing.
Sekarang ini Indonesia menjadi ‘lahan suburnya modal asing’. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, Realisasi investasi 2023 terdiri dari realisasi penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp744,0 triliun atau setara 52,4 persen dari total realisasi investasi, dan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp674,9 triliun atau mencapai 47,6 persen.

Kita tidaklah anti-asing, atau asal-asalan anti-modal asing, tetapi berusaha berfikir kritis terhadap dampak buruk modal asing terhadap pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional indonesia.
Fakta sudah menunjukkan bahwa keberadaan modal asing masih tidak membawa kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.


Tidak ada satupun imperialis-kolonialis di dunia ini yang menanam kapital dengan semangat peri-kemanusiaan dan semangat menolong antar-sesama. Sebab kapitalisme, seperti dikatakan Lenin dalam “Imperialisme: Tahap Tertinggi Kapitalisme”, baik perkembangan tidak rata maupun taraf hidup yang setengah kelaparan dari massa adalah syarat fundamental dan tak terelakkan dan dalil utama cara produksi yang itu. Tujuan mereka adalah untuk menggali keuntungan sebesar-besarnya untuk kemakmuran segelintir orang: pemilik kapital.
Ini sudah disinggung oleh Bung Hatta sejak 70-an tahun yang lalu. Dalam satu potongan artikelnya di buku “Beberapa Fasal Ekonomi”, Bung Hatta menulis sebagai berikut:
“Soal kapital menjadi halangan besar untuk memajukan industrialisasi di Indonesia. Rakyat sendiri tidak mempunyai kapital. Kalau industrialisasi mau berarti sebagai jalan untuk mencapai kemakmuran rakyat (cetak miring sesuai aslinya), mestilah kapitalnya datang dari pihak rakyat atau pemerintah. Karena, kalau kapital harus didatangkan dari luar, tampuk produksi terpegang oleh orang luaran.Pedoman bagi mereka untuk melekatkan kapital mereka di Indonesia ialah keuntungan. Keuntungan yang diharapkan mestilah lebih dari pada yang biasa, barulah berani mereka melekatkan kapitalnya itu. Supaya keuntungan itu dapat tertanggung, maka dikehendakinya supaya dipilih macam industri yang bakal diadakan, dan jumlahnya tidak boleh banyak. Berhubung dengan keadaan, industri agraria dan tambang yang paling menarik hati kaum kapitalis asing itu.Dan, dengan jalan itu, tidak tercapai industrialisasi bagi Indonesia, melainkan hanya mengadakan pabrik-pabrik baru menurut keperluan kapitalis luar negeri itu saja. Sebab itu, Industrialisasi Indonesia dengan kapital asing tidak dapat diharapkan. Apalagi mengingat besarnya resiko yang akan menimpa kapital yang akan dipakai itu. Industrialisasi dengan bantuan kapital asing hanya mungkin, apabila pemerintah ikut serta dengan aktif, dengan mengadakan rencana yang dapat menjamin keselamatan modal asing itu." (Hal. 141)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image