Mengajari Ikhlas Kepada Buah Hati
Agama | 2024-04-15 20:47:37Bulan syawal bagi muslim di tanah air adalah momen kebersamaan dan bersilahturahmi antar keluarga juga kerabat. Pun momen ini sebagai ajang mengikat ukhuwah kepada sesama muslim. Tak lupa juga, syawalan bisa menjadi bulan yang menggembirakan bagi anak-anak untuk memanen THR dari sanak saudara atau tetangga. Tradisi amplop ini sudah menjadi lumrah bagi beberapa kalangan, sekedar menghidupkan suasana dan perayaan suka cita menyambut hari raya umat islam.
Namun, ada banyak masalah yang mulai muncul ketika tradisi amplop belum bisa disikapi bijak oleh anak-anak kita. Mulai dari sifat boros, riya bahkan yang paling mengganggu adalah iri dengki yang muncul kepada saudaranya. Walaupun ini adalah hal lumrah selama mereka belum memasuki tahap tamyiz dan baligh, namun tetap saja harus mulai diluruskan.
Sifat iri dengki yang mulai nampak ketika melihat saudaranya memiliki lebih banyak adalah naluri yang lumrah muncul dari anak-anak. Mereka yang masih dibawah umur tamyiz seringkali menitik beratkan hati sebagai standar pengambilan keputusan. Tak jarang, muncul perilaku tidak terima yang berujung marah dan tangis ketika tak memiliki apa yang diinginkan. Walaupun ini adalah sifat naluri baqa' yang muncul, tetap saja orangtua harus bijak menasehati. Jangan sampai malah dihardik, sedang mereka sendiri belum tahu benar salah sesuai syariat. Nasihat yang baik dengan cara sabar adalah yang tepat.
Pertama-tama, semenjak umur 5th anak harus sudah mulai belajar tentang rukun iman. Bukan hanya dihafal, namun orangtua harus cerdas mengkaitkan dengam fakta. Agar terbentuk tsaqofah islam yang utuh di masa perkembangan anak. Mereka harus mulai dibiasakan mengimani takdir Allah, termasuk hal-hal yang tidak mereka sukai. Setiap kali ada hal yang membuatnya kecewa, ingatkan bahwa segala kejadian sudah ada Allah yang Maha Besar dan Maha Penyayang yang mengatur segalanya. Maka tugas kita sebagai muslim adalah mengimaninya dengan cara menerima takdir Allah dengan tawakal.
Kedua, mulai mengenalkan konsep ikhlas dan berbahagia dengan kebaikan yang diterima saudaranya. Sebuah hadis yang diriwayatkan Sahabat Anas bin Malik. Rasulullah bersabda bahwa tidak sempurna iman seseorang sampai mencintai apa yang dimiliki saudaranya seperti mencintai apa yang dimilikinya. Berangkat dari hadis ini, orangtua bisa memahamkan pada anak-anak bahwa, ketika kita mengimani Nabi Muhammada adalah Rasul Allah, maka sudah sewajibnya menjadikannya suri tauladan dengan mengikuti segala anjuran beliau dan menjauhi apa-apa yang beliau tidak suka. Termasuk hadis tentang mencintai kebahagiaan yang dimiliki oleh saudaranya.
Kemudian yang ketiga, orangtua senantiasa mengajarkan pada anak rasa syukur dengan apa yang dimiliki. Tidak merasa kurang dan menjauhkan diri dari sifat keluh kesah. Allah subhanataa'la berfirman yang artinya, "Apabila manusia ditimpa kesusahan, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Namun, setelah Kami hilangkan kesusahan itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) kesusahan yang telah menimpanya. Demikianlah, dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas itu apa yang selalu mereka kerjakan". (QS Yunus/10 : 12).
Dengan demikian, jika orangtua senantiasa mengingatkan kepada buah hatinya tentang rukun iman kemudian senantiasa mengkaitkannya dengan fakta yang ada, insyaaAllah akan terbentuk karakter muslim yang kaffah pada individu-individu cilik. Hal ini akan memberi pertolongan besar bagi mereka ketika dihadapkan pada sistem sekuler yang menyebabkan generasi mengalami kemunduran. Mereka akan tampil menjadi pembaharu yang senantiasa terikat pada AlQuran dan Assunnah.
Wallahualam bisshawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.