Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suci Rahmadani

Alternatif Kebijakan

Kebijakan | Saturday, 13 Apr 2024, 03:59 WIB

Alternatif kebijakan adalah arah tindakan publik (yang masih) potensial (belum dilaksanakan) yang dapat memenuhi nilai atau pemuasan kebutuhan publik. Dengan kata lain, alternatif kebijakan merupakan arah tindakan yang dapat dipilih untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Informasi tentang alternatif kebijakan menjadi salah satu komponen terpenting dalam analisis kebijakan, karena kelengkapan informasi akan berpengaruh besar pada apakah suatu masalah kebijakan dapat terpecahkan atau tidak. Alternatif kebijakan tergantung pada masalah kebijakan yang dihadapi. Peramalan (forecasting) digunakan untuk memindahkan informasi tentang masalah kebijakan ke dalam alternatif kebijakan.

Terdapat tiga dasar yang dapat digunakan dalam prosedur peramalan: intuitif, teori, dan ekstrapolasi. Peramalan intuitif didasarkan pada pendapat pribadi, spekulasi, atau perkiraan. Teori digunakan untuk meramalkan akibat dari alternatif tindakan publik. Ekstrapolasi, yaitu perhitungan kejadian pada masa lampau, merupakan dasar yang paling lazim digunakan dalam peramalan.

Berikut adalah contoh dari pembuatan kebijakan alternatif yang diriset berdasarkan pada identifikasi masalah, dasar hukum, alternatif kebijakannya dan aktor yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

A. Identifikasi Masalah

Dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 ayat (5) sampai (7) menjelaskan mengenai pengertian dari pengemis, anak jalanan dan gelandangan sebagai berikut.

  1. 1. Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta minta di jalanan dan/atau tempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
  2. 2. Anak Jalanan yang selanjutnya disebut Anjal adalah anak yang berusia di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebahagian besar hidupnya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun di tempat umum.
  3. 3. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan hidup mengembara di tempat umum.

Kebijakan pembinaan pengemis, anak jalanan, dan gelandangan di Kota Samarinda dapat mencakup beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Berikut adalah beberapa masalah yang mungkin dihadapi dalam konteks ini:

  1. 1. Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial: Kurangnya akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan perumahan yang layak dapat memaksa orang untuk hidup di jalanan.
  2. 2. Kesejahteraan Anak: Anak jalanan biasanya menjadi korban terbesar dari situasi tersebut. Mereka rentan terhadap eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan. Kehilangan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan juga dapat menghambat perkembangan dan kesejahteraan mereka.
  3. 3. Kesehatan dan Sanitasi: Kondisi sanitasi yang buruk di jalanan dapat menyebabkan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di antara pengemis, anak jalanan, dan gelandangan. Kurangnya akses mereka terhadap layanan kesehatan yang layak juga merupakan masalah yang signifikan.
  4. 4. Keterbatasan Akses Terhadap Layanan Sosial: Pengemis, anak jalanan, dan gelandangan mungkin menghadapi keterbatasan dalam mengakses layanan sosial yang dibutuhkan seperti tempat perlindungan, layanan kesehatan mental, rehabilitasi narkoba, dan pelatihan keterampilan.
  5. 5. Pengabaian dan Diskriminasi: Masyarakat cenderung mengabaikan atau menghindari pengemis, anak jalanan, dan gelandangan, yang dapat mengakibatkan isolasi sosial dan diskriminasi terhadap mereka. Hal ini dapat memperburuk kondisi psikologis dan mempersulit reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.
  6. 6. Ketidakstabilan Tempat Tinggal: Pengemis, anak jalanan, dan gelandangan sering kali tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka dapat dipindahkan secara paksa atau diusir dari tempat-tempat umum tanpa solusi jangka panjang, yang hanya memperburuk situasi mereka.
  7. 7. Keterlibatan dalam Kejahatan dan Pelanggaran Hukum: Beberapa diantara mereka mungkin terlibat dalam kegiatan ilegal untuk bertahan hidup, seperti mencuri atau menggunakan narkoba. Hal ini dapat menyebabkan siklus kemiskinan dan kriminalitas yang sulit diputuskan.
  8. 8. Kurangnya Kebijakan dan Program Pembinaan yang Efektif: Kadangkadang, kebijakan dan program pembinaan yang ada mungkin tidak cukup efektif atau tidak memadai dalam menangani masalah ini dengan menyeluruh.

B. Dasar Hukum

  1. 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
  2. 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Sosial.
  3. 3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 1993 Tentang Pengemis, Gelandangan dan Anak Jalanan.
  4. 4. Peraturan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penanganan Anak Jalanan dan Anak Terlantar.
  5. 5. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Penertiban dan Penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan dalam Wilayah Kota Samarinda.
  6. 6. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Samarinda Nomor 7 Tahun 2017

C. Alternatif Kebijakan

Berikut adalah tiga alternatif kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi isu pengemis, anak jalanan, dan gelandangan:

Program Reintegrasi Sosial

  1. 1. Membentuk program rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang berfokus pada pengemis, anak jalanan, dan gelandangan.
  2. 2. Menyediakan fasilitas penampungan sementara yang aman dan bersih untuk mereka yang membutuhkan tempat tinggal sementara.
  3. 3. Melakukan pendampingan sosial dan konseling psikologis untuk membantu mereka mengatasi masalah sosial, psikologis, dan ekonomi yang mendasari kondisi mereka.
  4. 4. Menyediakan pelatihan keterampilan dan program pendidikan untuk membantu mereka memperoleh keterampilan baru dan meningkatkan kesempatan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak.

Kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

  1. 1. Membangun kemitraan dengan LSM yang memiliki pengalaman dalam bekerja dengan populasi pengemis, anak jalanan, dan gelandangan.
  2. 2. Menyediakan dana dan sumber daya lainnya kepada LSM untuk meningkatkan akses mereka terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pelatihan keterampilan, dan tempat tinggal.
  3. 3. Mendorong LSM untuk melakukan advokasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang masalah yang dihadapi oleh pengemis, anak jalanan, dan gelandangan.
  4. 4. Menyelenggarakan program kerja sama antara pemerintah dan LSM untuk memberdayakan dan mendukung reintegrasi sosial bagi mereka yang terpinggirkan.

Pemberdayaan Ekonomi Melalui Program Kewirausahaan

  1. 1. Meluncurkan program pelatihan kewirausahaan dan pendampingan bagi pengemis, anak jalanan, dan gelandangan yang tertarik untuk memulai usaha kecil.
  2. 2. Memberikan bantuan modal awal dan akses ke pasar untuk membantu mereka memulai usaha kecil yang berkelanjutan.
  3. 3. Mendukung pembentukan koperasi atau kelompok usaha bersama untuk memperkuat solidaritas dan memaksimalkan potensi ekonomi mereka.
  4. 4. Menyediakan akses ke layanan keuangan seperti tabungan, kredit mikro, atau asuransi untuk membantu mereka mengelola keuangan secara lebih baik dan melindungi dari risiko ekonomi.

Kebijakan-kebijakan ini dirancang untuk memberdayakan dan mendukung pengemis, anak jalanan, dan gelandangan dalam meningkatkan kualitas hidup mereka dan memungkinkan mereka untuk aktif berpartisipasi dalam masyarakat secara positif.

D. Aktor yang Terlibat

Berbagai aktor terlibat dalam kebijakan pembinaan pengemis, anak jalanan, dan gelandangan di Indonesia. Mereka bekerja sama untuk merumuskan kebijakan, melaksanakan program-program, serta memberikan dukungan kepada individu yang terkena dampak. Berikut adalah beberapa aktor yang biasanya terlibat dalam kebijakan tersebut:

  1. 1. Pemerintah Pusat: Kementerian yang terkait dengan masalah sosial, seperti Kementerian Sosial, memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan nasional dan menyediakan arahan serta bantuan teknis kepada pemerintah daerah dalam penanganan pengemis, anak jalanan, dan gelandangan.
  2. 2. Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal. Mereka memiliki peran penting dalam menyediakan layanan dan infrastruktur yang dibutuhkan, serta mengoordinasikan berbagai pihak terkait di tingkat lokal.
  3. 3. Dinas Sosial: Dinas Sosial yang berperan dalam pembinaan pengemis, anak jalanan dan gelandangan.
  4. 4. Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN): Badan Kesejahteraan Sosial Nasional yang sejak 1998 bertugas dalam menangani masalah kesejahteraan sosial di Indonesia.
  5. 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): LSM yang fokus pada masalah sosial juga turut terlibat dalam pembinaan pengemis, anak jalanan, dan gelandangan. Mereka dapat memberikan bantuan langsung, advokasi hak, serta melakukan advokasi kebijakan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan mereka.
  6. 6. Lembaga Internasional dan Donor: Berbagai lembaga internasional dan donor, baik pemerintah maupun non-pemerintah, sering kali memberikan dukungan finansial dan teknis untuk program-program pembinaan dan perlindungan bagi pengemis, anak jalanan, dan gelandangan di Indonesia.
  7. 7. Masyarakat: Masyarakat memiliki peran dalam membantu para gelandangan dan pengemis dengan tidak memberikan sumbangan kepada mereka.
  8. 8. Masyarakat Sipil: Selain LSM, masyarakat sipil secara luas juga terlibat dalam memberikan dukungan moral, sosial, dan materi kepada mereka yang membutuhkan. Mereka dapat berperan dalam menyediakan bantuan langsung, memberikan kesempatan kerja, serta menggalang dukungan untuk perubahan kebijakan yang lebih inklusif.
  9. 9. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan: Lembaga pendidikan dan pelatihan, baik pemerintah maupun swasta, dapat memberikan pelatihan keterampilan dan pendidikan kepada pengemis, anak jalanan, dan gelandangan untuk membantu mereka meningkatkan kemampuan dan kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
  10. 10. Panti Asuhan: Panti asuhan bertugas dalam memberikan perlindungan dan pemberdayaan para anak jalanan.

Keterlibatan semua pihak tersebut sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pembinaan dan perlindungan bagi pengemis, anak jalanan, dan gelandangan di Indonesia. Kolaborasi yang baik antara semua aktor ini dapat memperkuat upaya penanganan masalah sosial tersebut secara holistik dan berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image