Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nathania Trixie Marianus

Sejarah Seikatsu Kaizen dan Upaya Pemerintah dalam Reformasi Pola Hidup Jepang

Kultura | Friday, 12 Apr 2024, 09:53 WIB
Source: Vietnam Travel Guide

Jepang telah dikenal sebagai salah satu negara modern dan maju sejak pertengahan abad ke-20 hingga saat ini. Prestasi-prestasi tersebut telah mengundang kekaguman dari negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Komunitas akademik dan jurnalistik Indonesia sering kali merujuk kepada pencapaian-pencapaian Jepang dengan menyuarakan pendapat mereka yang berkaitan dengan budaya Jepang yang menjadi pemicu dari modernisasi dan kemajuan negara mereka. Berdasarkan pandangan tersebut, Jepang telah sukses karena memiliki budaya yang unggul. Jika ditinjau dari perspektif ini,maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mencapai kemajuan seperti Jepang, bangsa-bangsa lain, termasuk Indonesia perlu mempelajari dan memahami budaya Jepang. Dalam konteks Seikatsu Kaizen ini, perjalanan sejarah modernisasi Jepang dimulai pada tahun 1860-an, dari sini maka akan terlihat berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Jepang untuk menciptakan negara yang modern, sejahtera, dan maju, dengan warganya yang disiplin, rajin, produktif, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

Seikatsu Kaizen menekankan pentingnya melakukan perbaikan kecil dan terus-menerus dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti kesehatan, kebersihan, produktivitas, keuangan, dan hubungan interpersonal. Konsep ini berasal dari filosofi Kaizen yang populer di Jepang, yang menekankan pentingnya perbaikan berkelanjutan di semua aspek kehidupan. Dalam praktiknya, Seikatsu Kaizen melibatkan refleksi diri yang teratur untuk mengidentifikasi area-area di mana perbaikan dapat dilakukan, dan kemudian mengambil langkah-langkah kecil untuk mencapai perbaikan tersebut. Ini bisa berupa pembuatan jadwal harian yang lebih efisien, mengadopsi kebiasaan hidup sehat, mengatur ulang ruang kerja atau rumah, atau meningkatkan keterampilan interpersonal.

Source: Travel Kompas

Seikatsu Kaizen sangat terkait dengan budaya Jepang yang mementingkan nilai-nilai seperti kesederhanaan, kerja keras, ketekunan, dan perhatian terhadap detail. Ini merupakan bagian penting dari cara hidup banyak orang di Jepang, baik di rumah maupun di tempat kerja. Konsep ini juga telah menyebar ke luar Jepang dan menjadi populer di seluruh dunia sebagai pendekatan yang efektif untuk mencapai perbaikan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Reformasi pola hidup yang dilakukan di Jepang dimulai pada tahun 1868. Pemerintah Jepang saat itu, di bawah Kaisar Meiji, mengumumkan falsafah negara baru yang terdiri dari lima dasar. Dasar-dasar tersebut meliputi keterlibatan publik dalam diskusi dan pengambilan keputusan, partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam tugas kenegaraan, dorongan kepada seluruh rakyat untuk mengejar cita-cita masing-masing, penolakan terhadap tradisi lama yang menghambat kemajuan, dan penekanan pada pengejaran ilmu pengetahuan dari seluruh dunia. Adapun dasar tersebut, menurut Susy Ong (2020:1), yaitu sebagai berikut:

1. Libatkan publik dalam diskusi dan dalam mengambil semua keputusan;

2. Seluruh elemen masyarakat bersatu dan proaktif terlibat dalam tugas kenegaraan;

3. Seluruh rakyat proaktif mengejar cita-cita masing-masing;

4. Buang tradisi lama yang sudah ketinggalan zaman dan menghambat kemajuan, segala hal harus diputuskan berdasarkan hukum keadilan universal;

5. Kejar ilmu pengetahuan ke seluruh dunia demi kejayaan negara.

Pada dasar ke-4 dan ke-5, bisa dilihat jelas bahwa pemerintah Jepang sangat ingin menggalakkan masyarakatnya untuk meninggalkan tradisi lama dan mengupayakan kemajuan dengan memperoleh pengetahuan dari berbagai belahan dunia. Ini merupakan respons yang wajar mengingat pemerintah baru sedang menghadapi tantangan ekonomi dan militer dari negara-negara Barat. Pemerintah Jepang menyadari bahwa penyebab utama kelemahan Jepang adalah kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakatnya; masyarakat terlalu terikat pada tradisi lama sehingga tidak bisa berkembang, dan kurang mendidik karena menutup diri terhadap pembelajaran dari negara-negara maju.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah antaranya dengan mereformasi tradisi yang dinilai tidak sesuai dengan norma-norma modern, yaitu seperti larangan telanjang di depan umum, himbauan untuk tidak mabuk-mabukan, modernisasi pola asupan gizi, modernisasi pakaian, reformasi pola hidup melalui pendidikan, serta sosialisasi pola hidup modern melalui media massa.

Sejarah Seikatsu Kaizen memiliki dampak yang signifikan terutama pada pedesaan Jepang antara tahun 1925 hingga 1965. Pada tahun 1920-an, terjadi perdebatan mengenai "rasionalisasi" antara moralitas konservatif yang menekankan penghematan dan ide progresif yang mendukung penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kenyamanan hidup di pedesaan. Teknologi memainkan peran penting dalam mempercepat perubahan dalam masyarakat pedesaan dengan membantu aktivis mendapatkan dukungan dari individu yang menjadi target perubahan. Mereka juga mendorong penggunaan teknologi "keras" seperti mesin jahit atau peralatan memasak yang ditingkatkan, serta teknologi "lunak" yang melibatkan teknik pengelolaan rumah tangga untuk mengubah kebiasaan sehari-hari.

Liga Reformasi Hidup dibentuk pada tahun 1920-an, tetapi perubahan yang signifikan terjadi pada akhir dekade tersebut dan selama tahun 1930-an. Ada kesadaran akan potensi stagnasi dalam aktivitas Liga Reformasi Hidup, sehingga para pemimpin liga mulai mempertanyakan kebijakan sebelumnya yang lebih menargetkan kelas menengah perkotaan dan menganjurkan perluasan cakupan populasi sasaran. Ada upaya untuk mempromosikan reformasi hidup tanpa memihak kepada "kelas" tertentu, dengan menekankan pentingnya kesatuan seluruh populasi dalam upaya reformasi hidup.

Pada tahun 1929, Liga Reformasi Hidup menerbitkan "Seikatsu kaizen jitsuwashū" (Kumpulan Kesaksian tentang Reformasi Hidup), yang menampilkan berbagai contoh praktis reformasi hidup, dengan fokus pada desa-desa pertanian sebagai situs reformasi hidup. Namun, selama diskusi bulat pada tahun 1933, terungkap bahwa gerakan Seikatsu Kaizen mengalami stagnasi karena kurangnya kesadaran tentang cara mempromosikan gerakan ini secara luas. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Seikatsu Kaizen memiliki potensi, tetapi menghadapi kendala seperti kurangnya keterbukaan dari masyarakat pedesaan dan kekurangan metode untuk mempromosikan perubahan pola hidup kepada mereka, terutama para petani.

Reformasi pola hidup di Jepang dimulai pada tahun 1868 di bawah pemerintahan Kaisar Meiji, yang mengumumkan falsafah negara baru terdiri dari lima dasar, termasuk keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan, partisipasi aktif masyarakat dalam tugas kenegaraan, penolakan terhadap tradisi lama, dan pengejaran ilmu pengetahuan dari seluruh dunia. Pemerintah Jepang menghadapi tantangan ekonomi dan militer dari negara-negara Barat, menyadari bahwa kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat menjadi penyebab utama kelemahan, karena terlalu terikat pada tradisi lama dan kurang mendidik. Upaya reformasi dilakukan dengan mereformasi tradisi yang dianggap ketinggalan zaman, seperti larangan telanjang di depan umum, himbauan untuk tidak mabuk-mabukan, modernisasi pola asupan gizi, dan sosialisasi pola hidup modern melalui media massa. Seikatsu Kaizen, gerakan reformasi hidup, memberikan dampak signifikan terutama pada pedesaan Jepang dari tahun 1925 hingga 1965, dengan menggunakan teknologi sebagai katalisator perubahan. Liga Reformasi Hidup yang terbentuk pada tahun 1920-an menyuarakan perubahan yang lebih inklusif, mengatasi stagnasi gerakan, dan mempromosikan reformasi hidup tanpa bias terhadap kelas tertentu.

Seikatsu Kaizen dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk kurangnya keterbukaan masyarakat di pedesaan dan kekurangan metode yang efektif dalam mempromosikan perubahan pola hidup, terutama di kalangan petani. Namun, pemerintah terus berupaya untuk mereformasi kehidupan di Jepang agar lebih modern dan sesuai dengan nilai-nilai masa kini. Oleh karena itu, reformasi pola hidup di Jepang merupakan proses yang terus berkembang, didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi tantangan zaman dan memajukan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern dan adaptif.

Dalam melakukan Seikatsu Kaizen, tantangan yang dihadapi mencakup kurangnya keterbukaan masyarakat pedesaan dan kekurangan metode yang efektif dalam mempromosikan perubahan pola hidup kepada mereka, terutama petani. Meskipun menghadapi kendala ini, pemerintah tetap gigih dalam upayanya untuk mereformasi kehidupan di Jepang agar lebih modern dan sesuai dengan nilai-nilai masa kini. Oleh karena itu, reformasi pola hidup di Jepang terus berkembang sebagai respons terhadap tantangan zaman dan dorongan untuk memajukan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern dan adaptif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image